Penyuap Jaksa di Yogyakarta Dihukum 1,5 Tahun Penjara
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta memvonis terdakwa penyuap jaksa terkait rehabilitasi saluran air hujan di Yogyakarta. Gabriel Yuan diganjar 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta mengeluarkan putusan dalam perkara suap terkait rehabilitasi saluran air hujan di Yogyakarta. Dalam sidang yang digelar pada Kamis (16/1/2020), majelis hakim menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada pengusaha Gabriella Yuan Anna Kusuma yang terbukti menyuap jaksa untuk memenangkan proyek.
”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Gabriella Yuan Anna Kusuma dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan bilamana denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Suryo Hendratmoko saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta.
Hukuman yang diberikan kepada Gabriella itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penutut umum (JPU) KPK, yakni pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam persidangan, Gabriella—yang merupakan pengusaha asal Kota Solo, Jawa Tengah—didakwa memberikan uang suap kepada dua jaksa, yakni Eka Safitra yang merupakan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta serta Satriawan Sulaksono yang merupakan jaksa Kejari Surakarta.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Gabriella Yuan Anna Kusuma dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.
Uang suap Rp 221.740.000 itu diberikan agar perusahaan yang dibawa Gabriella, yakni PT Widoro Kandang, bisa memenangi proyek rehabilitasi saluran air hujan (SAH) di Jalan Supomo, Yogyakarta, dan beberapa jalan di sekitarnya.
Pagu anggaran proyek di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta itu Rp 10,887 miliar, sedangkan nilai kontrak proyek setelah lelang Rp 8,382 miliar.
Kasus itu terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan pada 19 Agustus 2019. KPK kemudian menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus itu, yakni Eka, Satriawan, dan Gabriella. Ketiganya telah dibawa ke persidangan secara terpisah.
Persidangan dengan terdakwa Gabriella telah selesai karena hakim telah menjatuhkan putusan, sedangkan persidangan dengan terdakwa Eka dan Satriawan masih berlanjut.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Gabriella terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Majelis hakim juga menyebut adanya hal yang memberatkan dan meringankan bagi Gabriella. Salah satu yang memberatkan adalah perbuatan Gabriella dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sementara itu, hal yang meringankan, antara lain, Gabriella bertindak kooperatif serta mengakui dan menyesali perbuatannya.
Selain itu, Gabriella juga telah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama. Namun, jaksa penuntut umum KPK menilai Gabriella belum memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai justice collaborator. Hal ini disebabkan keterangan yang disampaikan Gabriella dinilai bukan merupakan keterangan yang andal dan signifikan serta tidak mengungkap pelaku baru dalam perkara tersebut.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Gabriella, Widhi Wicaksono, mengatakan, pihaknya akan mempetimbangkan sejumlah hal sebelum menyatakan menerima putusan atau mengajukan banding. Widhi menyebut, tim kuasa hukum juga akan berkonsultasi dengan keluarga.
”Kami menyatakan pikir-pikir, apakah akan menerima atau menolak putusan ini. Selanjutnya kami akan berkonsultasi dengan terdakwa dan keluarga supaya nantinya langkah hukum yang dilakukan adalah yang terbaik untuk terdakwa,” kata Widhi.
Sementara itu, JPU KPK Wawan Yunarwanto juga menyatakan pikir-pikir terkait putusan hakim yang lebih ringan daripada tuntutan yang diajukan jaksa. ”Kami menyatakan pikir-pikir dulu dalam waktu tujuh hari,” katanya.