Departemen Ekonomi PBB: Waspadai Dampak Kemerosotan Ekonomi Tahun Lalu
PPB memperkirakan ekonomi global pada 2019 merosot dan hanya tumbuh 2,3 persen. Pada tahun ini, ekonomi global bisa tumbuh 2,5 persen jika ketegangan geopolitik dan geoekonomi tak segera diatasi.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA. KOMPAS — Departemen Bidang Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN DESA) optimistis perekonomian dunia pada 2020 akan lebih baik dari tahun lalu. UN DESA memperkirakan ekonomi dunia tahun ini tumbuh 2,5 persen, membaik dari pertumbuhan ekonomi 2019 yang diperkirakan hanya 2,3 persen.
Kendati begitu, UN DESA menyatakan ketidakpastian global masih akan membayangi. Apabila ketegangan geopolitik dan geoekonomi tidak segera dituntaskan, hal itu akan menghambat setiap negara untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja yang layak, memperluas akses energi, dan merealisasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
UN DESA dalam Laporan Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia yang dirilis pada Kamis (16/1/2020) menyebutkan, pertumbuhan ekonomi pada 2019 merosot ke titik terendah sejak krisis keuangan global 2008-2009. Hal itu terjadi karena sengketa perdagangan dan geopolitik beberapa negara.
Perlambatan ekonomi global itu terjadi berbarengan dengan pengingkatan ketidakpuasan terhadap kualitas sosial dan lingkungan dari pertumbuhan ekonomi di tengah ketidaksetaraan yang meluas dan krisis iklim yang semakin dalam.
Bahkan, ketika ketegangan perdagangan global mereda di beberapa bidang, potensi kekambuhan ketegangan itu masih tinggi. Hal itu disebabkan masalah-masalah penting yang mendasari perselisihan ini belum ditangani secara mendalam.
Berdasarkan asumsi potensi kemunduran tidak akan terjadi, ekonomi global pada 2020 akan tumbuh moderat kendati ketidakpastian global tetap membayangi dan ketidakpastian kebijakan akan terus membebani rencana investasi.
Ketika ketegangan perdagangan global mereda di beberapa bidang, potensi kekambuhan ketegangan itu masih tinggi. Hal itu disebabkan masalah-masalah penting yang mendasari perselisihan ini belum ditangani secara mendalam.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres berharap agar setiap negara membangun cara hidup yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi semakin membaik sambil memastikan perlindungan terhadap Bumi.
Untuk hidup dalam kemakmuran bersama yang didukung oleh kapasitas Bumi yang menopang kehidupan global, setiap negara harus menyelesaikan bencana yang ditimbulkan emisi karbon. Industri juga perlu mengintensifkan sumber daya alam, bahan baku, dan terlibat dalam rantai nilai pasok.
"Kita harus memprioritaskan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, cara hidup yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi, sambil memastikan perlindungan Bumi,” ujarnya dalam siaran pers UN DESA yang dikutip Kompas, Jumat (17/1/2020).
Setiap negara perlu membangun cara hidup yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi semakin membaik sambil memastikan perlindungan terhadap Bumi.
Laporan tersebut juga menyebutkan, perekonomian dunia terganggu oleh risiko yang mengancam stabilitas keuangan. Di tengah kondisi moneter yang longgar di negara-negara maju dan pertumbuhan kredit di negara-negara berkembang, utang terus meningkat.
Peningkatan utang itu tidak hanya menimbulkan risiko keuangan, tetapi juga mengurangi ketahanan ekonomi terhadap guncangan dan menciptakan sumber kerapuhan. Hal itu juga berpotensi meningkatkan pelemahan kegiatan ekonomi.
“Peningkatan ketegangan perdagangan dapat menjadi terkait dengan kerapuhan ini jika hal itu memicu pelarian aset di antara investor untuk menyelamatkan investasinya. Ini bisa berpengaruh pada kondisi moneter negara-negara berkembang dan perusahaan-perusahaan besar yang tengah bergelut dengan utang,” sebut laporan itu.
Situasi yang penuh ketidakpastian itu menyebabkan utang global yang terakumulasi baru-baru ini disalurkan ke aset keuangan daripada untuk meningkatkan kapasitas produktif. Hal itu mengkhawatirkan karena ada keterputusan antara sektor keuangan dan aktivitas ekonomi riil. Investasi juga menjadi tertunda dan terhambat.
Ketegangan perdagangan, terutama antara AS dan China, yang paling memengaruhi ketidakpastian global, mengganggu rantai nilai pasok global dan investasi. Kondisi itu mendorong perusahaan-perusahaan di negara maju dan di Asia Timur menunda hanya 1 persen dari investasi.
Hal itu dapat memperlampat pertumbuhan perdagangan dunia menjadi 0,6 persen dan pertumbuhan PDB dunia menjadi hanya 1,8 persen pada 2020. Namun, dunia melihat titik terang dialog bilateral AS-China untuk menyelesaikan ketegangan itu pada tahun ini. Jika ketegangan itu kelar, perdagangan global dapat tumbuh 2,3 persen dan ekonomi global 2,5 persen.
Hal itu dapat memperlampat pertumbuhan perdagangan dunia menjadi 0,6 persen dan pertumbuhan PDB dunia menjadi hanya 1,8 persen pada 2020.
UN DESA menyarankan agar dunia terus meningkatkan kerja sama multilateral. Negara-negara yang terlibat ketegangan dan saling bergesekan di bidang politik dan ekonomi juga diharapkan menyelesaikan persoalan.
Ekonomi global pada 2020 akan tumbuh 2,5 persen jika ketegangan perdagangan dan tarif tidak semakin meningkat; Brexit disimpulkan dengan kerangka kerja transparan untuk hubungan masa depan antara Inggris dan Uni Eropa; dan gesekan geopolitik tidak meningkat; dan risiko terhadap stabilitas keuangan tetap terkendali.
Setiap negara juga perlu memiliki bauran kebijakan yang lebih seimbang. UN DESA melihat, bank sentral di setiap negara telah merespons dengan cepat terhadap prospek global yang memburuk. Namun, pada umumnya kebijakan fiskal kurang dimanfaatkan sebagai alat kontrasiklus (countercyclical).
Dengan suku bunga yang rendah, pemerintah yang memiliki ruang fiskal yang cukup dan kebutuhan investasi publik yang mendesak harus memanfaatkan kondisi keuangan yang menguntungkan saat ini.
"Namun, dalam banyak kasus, tingkat utang yang tinggi dan defisit fiskal yang cukup besar membatasi ruang untuk stimulus fiskal," sebut laporan itu.
Bagi negara-negara yang ruang lingkup pelonggaran fiskal dan moneter terbatas, efisiensi dalam pembuatan kebijakan menjadi semakin penting. Hal ini membutuhkan peralihan dari fokus pada target jangka pendek menuju perencanaan jangka panjang untuk pembangunan ekonomi inklusif.
Pergeseran struktural dalam desain kebijakan fiskal harus secara hati-hati diintegrasikan dengan inisiatif pasar tenaga kerja, bisnis, dan regulasi keuangan yang kondusif, sistem perlindungan sosial yang efektif, dan insentif investasi yang ditargetkan dengan hati-hati.
Meskipun prioritas nasional setiap negara berbeda, UN DESA juga berharap beberapa prioritas global juga diperhatikan, terutama menyangkut investasi; mengurangi emisi karbon; mengembangkan sektor pertanian dan transportasi; membangun infrastruktur yang menopang untuk memperluas akses ke energi bersih dan terbarukan serta air bersih. Selain itu, juga meningkatkan kualitas dan akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan formal.