Era eksploitasi sungai dengan pertambangan dan pengembangan perkebunan di bantarannya, selayaknya diakhiri. Kini, saatnya ”menjual” eksotika pemandangannya dengan mengembangkan pariwisata agar Kapuas selalu dirindu.
Oleh
Emanuel Edi Saputra
·6 menit baca
Kapal wisata berkapasitas 60 gros ton, panjang 18 meter dan lebar 7 meter, milik Yanto (50), bersandar di Alun-alun Kapuas, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (4/12/2019). Beberapa bagian kapal itu terbuat dari kayu ulin yang kokoh. Sore itu, Yanto yang dibantu tiga anggota keluarganya, tengah menunggu penumpang kapal wisata.
Yanto sudah tujuh tahun menjalankan usaha kapal wisata di Sungai Kapuas, Kota Pontianak. Kapal itu bisa menampung sekitar 200 penumpang. ”Ayo Pak, silakan masuk. Kita sudah mau berangkat,” ujar Yanto. Puluhan penumpang pun masuk ke dalam kapal. Mereka duduk di kursi yang telah disediakan. Ada juga yang duduk di lantai atas. Kapal itu menyediakan minuman ringan dan camilan.
”Bu, saya pesan pisang goreng satu porsi, ya,” ujar salah satu penumpang kepada petugas kapal wisata. Yanto menyalakan mesin kapal. Perlahan kapal itu menjauh dari dermaga. Tiket naik kapal wisata itu per orang Rp 15.000. Penumpang diajak menyusuri Sungai Kapuas di Pontianak sekitar 40 menit.
Penumpang ada yang berswafoto. Ada pula yang duduk santai sambil menikmati pisang goreng yang masih hangat. Menyusuri Kapuas, wisatawan bisa menyaksikan tepian Kapuas. Ada bangunan-bangunan berarsitektur tempo dulu. Kemudian, Masjid Jami’ di daerah Keraton Kadriah Pontianak.
”Kalau hari biasa penumpang paling 40-50 orang. Kalau hari libur, pernah mencapai 500 orang. Kapal wisata ini beroperasi pukul 15.00-22.00 setiap hari,” kata Yanto. Di Alun-alun Kapuas, terdapat beberapa kapal wisata. Kapal-kapal wisata lainnya ada yang berwarna-warni untuk memikat wisatawan. Ada pula yang memutar musik dan penumpang bisa menyanyi di atas kapal.
Sungai Kapuas tidak kalah dengan wisata di Sungai Mekong di Vietnam.
Prasetyadi (65), wisatawan asal Jakarta, baru pertama kali naik kapal wisata di Kapuas. Menurut dia, konsepnya bagus. Untuk potensi wisata, bisa dikembangkan lebih baik lagi, terutama kapalnya bisa dibuat lebih besar. Bisa dibuat konsep ada restoran dan live music. ”Sementara bisa dengan kapal yang kecil ini saja dulu ditambah musik atau atraksi yang menarik. Dengan demikian, anak-anak muda tertarik dan berwisata di sini. Mudah-mudahan wisata Kapuas bisa lebih berkembang lagi,” ujarnya.
Setelah ini ia akan menginfokan ke rekan-rekannya sehingga bisa lebih banyak yang datang ke Kapuas. ”Kebetulan rekan-rekan saya Februari tahun depan akan ke Pontianak, kemungkinan akan mampir ke sini,” kata Prasetyadi. Senada dengan itu, Ririn (65), wisatawan asal Jakarta lainnya, menuturkan, Sungai Kapuas menarik sebagai destinasi wisata. Sungai Kapuas tidak kalah dengan wisata di Sungai Mekong di Vietnam.
Pemerintah Kota Pontianak beberapa tahun terakhir gencar menata wajah tepian Sungai Kapuas di Pontianak. Alun-alun Kapuas kini menjadi hutan kota yang rimbun, banyak pepohonan memberi oase di siang hari. Di salah satu sudut Alun-alun Kapuas ada perpustakaan. Perpustakaan itu mengoleksi sekitar 3.000 buku. Pada akhir pekan biasanya perpustakaan itu ramai dikunjungi warga yang bersantai di sana.
Tak hanya itu, di tepian Kapuas juga terdapat jalur khusus untuk berolahraga di sisi kiri dan kanannya. Setiap pagi dan sore ramai dikunjungi warga. Bahkan, pada malam hari, terutama hari libur, banyak yang berswafoto di kawasan water front city itu.
Mengenalkan potensi
Kreativitas anak-anak muda dari berbagai komunitas turut andil dalam memperkenalkan potensi Sungai Kapuas. Upaya itu, misalnya, melalui Festival Kampoeng Sungai Kapuas pada Oktober lalu.
Ada berbagai potensi tepian Kapuas yang diperkenalkan dalam festival tersebut. Misalnya, memperkenalkan tenun corak insang dalam pergelaran busana. Corak insang terinspirasi dari kisah ibu-ibu di pinggiran sungai saat melihat riak-riak Sungai Kapuas yang menghasilkan gelombang. Maka, tenun corak insang juga ada sentuhan menyerupai gelombang. Kemudian, garis insang pada kain terinspirasi dari insang ikan.
Ketua Akademi Ide Kalimantan yang juga Ketua Panitia Festival Kampoeng Sungai Kapuas Beny Than Heri melihat di sekitar Sungai Kapuas terdapat banyak potensi. Ada perajin caping turun-temurun, kampung batik, dan kampung budaya. Kegiatan festival ini kerja sama Dinas Komunikasi dan Informatika serta didukung Akademi Ide Kalimantan. Dalam kegiatan juga dibantu komunitas, misalnya pelukis dan bank sampah.
Akademi Ide Kalimantan adalah lembaga pemberdayaan masyarakat yang mendampingi masyarakat fokus di sektor lingkungan hidup, ekonomi produktif, dan pariwisata. Sebelum festival tersebut, telah dilakukan program pendampingan bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak.
Ada program kelompok informasi masyarakat memberikan penguatan kapasitas. ”Acara itu mengekspos mereka yang menghasilkan karya kerajinan, kuliner, lingkungan, budaya, dan sebagainya. Intinya bagaimana mengangkat potensi masyarakat di kampung tepian Kapuas,” kata Beny.
Isu lingkungan
Isu lingkungan juga diangkat dalam acara tersebut. Pesan lingkungan ditunjukkan dengan kegiatan melukis tempat sampah. Setelah dilukis, tempat sampah akan dikembalikan ke masyarakat untuk menjadi tempat sampah di kampung-kampung yang telah didampingi. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi membuang sampah ke sungai.
Ada pula kegiatan mengolah sampah. Pengunjung diajak untuk berpartisipasi dalam memilah sampah berdasarkan jenisnya sehingga diharapkan mendorong pengelolaan sampah lebih baik. Bahkan, di tepian Kapuas akan dibentuk lagi tiga bank sampah sehingga totalnya akan ada lima bank sampah di tepi Kapuas.
Sungai-sungai di Kalbar yang hilirnya di Pontianak masih banyak masyarakatnya yang membuang sampah ke sungai. Selain edukasi, perlu juga dibentuk bank sampah di tepian Sungai Kapuas. Kelompok itulah yang menjadi motor pengelolaan sampah di lingkungan masing-masing nantinya.
Sampah bisa dijadikan kerajinan. Gerakan konkret itu diperlukan. Apalagi tempat pembuangan akhir cukup jauh sehingga dengan kegiatan seperti ini bisa mengelola sampah dengan lebih baik mulai dari lingkungan.
Tak hanya itu, upaya memperkenalkan Sungai Kapuas juga dilakukan 90 komunitas dalam merayakan Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus lalu. Mereka mengibarkan bendera Merah Putih di atas kapal ponton di tengah Kapuas. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menuturkan, tepian Sungai Kapuas menjadi wajah Kota Pontianak. Lomba skala internasional pun sudah digelar di Kapuas, misalnya lomba perahu naga.
Penataan tepian Kapuas dilakukan sejak 2007. Di wilayah kota dari Alun Kapuas hingga sekitarnya sudah ditata lebih baik dengan pembangunan tempat untuk berjalan (promenade). Tepian Sungai Kapuas di Pontianak Timur juga demikian. Penghijauan tepian Kapuas juga terus dilakukan. ”Tahun 2020, Pemerintah Kota Pontianak menggelontorkan Rp 45 miliar untuk menata tepian Kapuas. Ke depan tinggal penyempurnaan,” ujar Edi.
Edi juga mengapresiasi komunitas muda di Pontianak yang memiliki ide bersama Pemerintah Kota Pontianak. Dukungan Pemerintah Kota Pontianak terhadap kreativitas kalangan muda dalam bentuk memberikan ruang sebesar-besarnya bagi mereka untuk berinovasi.
Kota Pontianak sebagai wilayah di hilir Sungai Kapuas sudah memulai pengembangan wisata sungai. Keseriusan menjadikan Sungai Kapuas sebagai destinasi wisata juga hendaknya dilakukan pula di kabupaten-kabupaten yang dilintasi Sungai Kapuas, misalnya Sanggau, Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Kabupaten-kabupaten itu berpotensi untuk pengembangan wisata sungai. Hanya saja belum dioptimalkan.