Pemerintah tidak akan menyuntikkan dana talangan untuk PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) maupun PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Opsi penyelamatan diupayakan tidak membebani APBN.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak akan menyuntikkan dana talangan untuk PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) ataupun PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Opsi penyelamatan kedua institusi asuransi itu diupayakan tidak membebani APBN.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, sejauh ini tidak ada pembahasan suntikan dana talangan (bail out) untuk PT Asabri. Kemenkeu bersama sejumlah kementerian/lembaga masih mendalami dugaan penyelewengan di institusi asuransi tersebut. Besaran kerugian juga masih diteliti.
”Belum ada pembicaraan mengenai bail out. Ini kan masalah yang sedang didalami,” ujar Suahasil di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Penyimpangan di Asabri diperkirakan lebih dari Rp 10 triliun. Modusnya mirip dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), yaitu menginvestasikan uang di perusahaan-perusahaan yang tidak kredibel. Kesalahan tata kelola investasi ini diduga dibarengi penyalahgunaan wewenang dan tindak korupsi oleh jajaran direksinya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menekankan, dugaan korupsi di tubuh Asabri cukup kuat. Dalam kurun satu tahun, modal Asabri turun Rp 17,4 triliun-Rp 17,6 triliun. Penurunan modal yang drastis itu tengah diselidiki kepolisian.
”Polhukam tidak berusaha mencari itu (dugaan korupsi), tetapi mendapat laporan dan informasi dari sumber-sumber kompeten,” kata Mahfud.
Ia mengatakan, pemegang polis Asabri tidak perlu khawatir pasca-mencuatnya kasus Asabri. Likuiditas Asabri masih bisa diselamatkan sehingga pembayaran polis jatuh tempo dan pertanggungan akan dibayar tepat waktu.
Terkait penyelamatan Jiwasraya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, penyelamatan Jiwasraya diarahkan untuk menjaga kesinambungan polis. Sejauh ini opsi yang paling memungkinkan adalah menjual kepemilikan saham Jiwasraya di anak usaha Jiwasraya Putra ke investor strategis.
Jiwasraya Putra didirikan pada September 2019. Pendirian anak usaha ini melibatkan sejumlah mitra BUMN. Sejauh ini, ada empat BUMN yang akan bergabung mendirikan Jiwasraya Putra, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero), PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero).
”Dengan menjual kepemilikan saham di Jiwasraya Putra, Jiwasraya akan mendapat dana segar untuk membayar klaim polis jatuh tempo,” kata Isa.
Isa mengatakan, ada kemungkinan dana segar untuk membayar klaim polis jatuh tempo dari penjualan kepemilikan saham itu kurang. Oleh karena itu, Kementerian BUMN sedang mencari sumber pendanaan lain. Salah satunya dari pembentukan konsorsium asuransi yang akan mengambil alih beberapa polis asuransi Jiwasraya.
Penyelamatan Jiwasraya diarahkan untuk menjaga kesinambungan polis. Sejauh ini opsi yang paling memungkinkan adalah menjual kepemilikan saham Jiwasraya di anak usaha Jiwasraya Putra ke investor strategis.
Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah Rp 12,4 triliun per Desember 2019. Pada 2018, Jiwasraya sudah merugi Rp 15,83 triliun. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), modal perusahaan BUMN ini minus Rp 27,7 triliun per November 2019. Kerugian negara dan nasabah dalam kasus ini diduga Rp 27 triliun.
BPK menyebut kasus dugaan korupsi di Jiwasraya merupakan kejahatan korporasi berupa kesalahan tata kelola investasi dan penyalahgunaan kewenangan yang berlangsung sistematis selama bertahun-tahun. Jiwasraya sudah merugi sejak 2006.
”Bail out” bukan solusi
Secara terpisah, Jumat, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat, penyelamatan Jiwasraya dan Asabri melalui bail out bukan solusi. Suntikan dana tambahan dari pemerintah hanya menambah beban BUMN dan menciptakan ketidakadilan.
”Bail out bersumber dari APBN yang merupakan uang rakyat. Itu berarti uang rakyat yang dikorupsi juga diselamatkan oleh rakyat. Ini kan tidak benar,” kata Enny.
Pemberian bail out hanya akan membebani kinerja APBN. Terlebih, kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan pajak melemah dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, penerimaan pajak tidak pernah mencapai target. Bahkan, potensi kekurangan penerimaan pajak tahun 2019 terbesar dalam 5 tahun terakhir.
Menurut Enny, penyelamatan Jiwasraya sebaiknya tetap dibebankan kepada pihak-pihak yang bersalah. Pemerintah dapat menelusuri penyelewengan aliran dana dari hasil audit BPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pihak yang terindikasi menerima aliran dana dapat dibekukan asetnya.
”Jika perlu, seluruh perusahaan dan anak perusahannya dibekukan sementara. Harapannya, mereka dapat bekerja sama dengan aparat untuk mengungkap dalang sebenarnya,” kata Enny.
Penyelamatan Jiwasraya dan Asabri harus menitikberatkan tanggung jawab kepada nasabah. Polis jatuh tempo harus segera dibayarkan serta nasabah tetap mendapat fasilitas pertanggungan sampai masa berlaku habis. Penyelamatan uang nasabah dan kerugian negara harus berbarengan.