Sebut Tragedi Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat, Jaksa Agung Diprotes
Oleh
Riana A Ibrahim dan Agnes Theodora
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melayangkan protes keras atas pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin yang menilai Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Komnas akan meminta klarifikasi atas pernyataan yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (16/1/2020), itu.
”Jaksa Agung telah berulang kali menyatakan sikap impunitas dalam kasus pelanggaran HAM berat. Dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, ini bisa masuk kategori unwilling atau tidak memiliki kehendak untuk menyelesaikan. Dalam konteks HAM, pilihan penyelesaian kasus tinggal melalui mekanisme internasional,” ungkap komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, saat dihubungi semalam.
Di hadapan anggota Komisi III DPR, Burhanuddin memaparkan tindak lanjut penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Saat menjelaskan perkembangan kasus Tragedi Semanggi I dan II, ia mengatakan, peristiwa itu bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Ia mengacu pada hasil Rapat Paripurna DPR pada 9 Juli 2001 yang melaporkan hasil rekomendasi Panitia Khusus DPR terkait Kasus Trisakti dan Semanggi I-II.
”Ada hasil Rapat Paripurna DPR yang menyatakan bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat,” katanya.
Dalam catatan yang diserahkan pada rapat kerja, Kejagung juga menyinggung bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM dinilai hanya sekadar asumsi, opini, dan testimoni sehingga tak memenuhi syarat ke penyidikan.
Menurut catatan Kompas, rekomendasi DPR pada 9 Juli 2001 itu menuai kritik luas dari publik saat itu. Presiden Abdurrahman Wahid juga mengecam keputusan itu dan menyebut DPR tidak berhak mengambil keputusan dan mencampuri penegakan hukum dalam ketiga kasus tersebut.
Pemberitaan Kompas saat itu menulis, rekomendasi DPR saat itu mengarah pada kepentingan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan untuk kepentingan keluarga korban. Kesimpulan pansus itu melanggengkan impunitas dan meloloskam para petinggi militer yang seharusnya bertanggung jawab atas ketiga kasus itu.
Sementara itu, saat ditanya mengenai pernyataan Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tak berkomentar banyak. Ia mengatakan tidak tahu-menahu dengan pernyataan Burhanuddin dan menampik itu sebagai sikap pemerintah dalam memandang kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
”Bukan begitu (sikap pemerintah atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu). Kita lihat dulu nanti, saya harus koordinasi dulu dengan kementerian/lembaga lain,” kata Yasonna.
Saat ditanyakan terkait adanya perbedaan definisi pelanggaran HAM berat yang melatarbelakangi keputusan DPR era Akbar Tandjung itu, Yasonna mengatakan masih mau mempelajari hasil rekomendasi pansus saat itu.
"Kita pelajari dulu, kita palajari lagi," katanya.