”Watchdog” Temukan Trump Bersalah Tunda Bantuan Ukraina
Lembaga pengawas Kongres AS, Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO), menemukan bukti bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanggar hukum karena menunda bantuan bagi Ukraina yang telah disetujui Kongres AS.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT —Lembaga pengawas Kongres AS, Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO), menemukan bukti bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump melanggar hukum karena menunda bantuan bagi Ukraina yang telah disetujui Kongres AS. Penemuan ini bisa menjadi ganjalan bagi Trump sebagai terdakwa dalam sidang pemakzulan.
Laporan GAO menyebutkan, Konstitusi AS tidak memberikan presiden kewenangan untuk menahan dana bantuan secara sepihak seperti yang dilakukan Trump. Sebagai gantinya, presiden hanya dapat menahan dana dalam keadaan terbatas yang dijelaskan oleh hukum.
”Eksekusi hukum tidak mengizinkan presiden mengganti prioritas kebijakannya sendiri atas prioritas yang telah ditetapkan oleh Kongres menjadi undang-undang,” demikian bunyi laporan GAO, Kamis (16/1/2020) waktu AS.
Kongres telah menyetujui dana bantuan untuk Ukraina sebesar 391 juta dollar AS. Bantuan akan digunakan untuk memerangi separatis yang didukung Rusia. Namun, uang itu baru dikirim setelah kontroversi merebak ke ranah publik pada September 2019.
Temuan GAO tidak mengikat secara hukum sehingga tidak memiliki kekuatan untuk melakukan penuntutan. Namun, laporan GAO dilihat oleh anggota parlemen sebagai pandangan yang obyektif, dapat diandalkan, dan biasanya tidak diperdebatkan.
Laporan GAO, sebagai badan non-partisan, merupakan kemunduran untuk Trump. Akan tetapi, kemungkinan laporan ini disertakan dalam persidangan pemakzulan Trump di Senat AS, yang dikuasai Republik, belum jelas. Senat sendiri belum memberi kepastian apakah akan mengizinkan saksi memberi testimoni atau menerima bukti baru.
”Kami sekarang memiliki temuan yang jelas dan jernih bahwa administrasi Trump melanggar hukum. Kami tahu bahwa presiden memerintahkan pemerintah untuk melakukan tindakan ilegal,” kata Senator Chris Van Hollen, senator dari Demokrat yang mengupayakan penyelidikan GAO.
Argumen tersebut dibantah senator lainnya yang berasal dari Republik. Senator John Cornyn mengatakan, mungkin benar ada pelanggaran sipil terhadap hukum, tetapi tindakan tersebut bukanlah masalah pidana dan layak untuk masuk kategori pemakzulan.
”Konstitusi mengatakan Anda memakzulkan presiden untuk pengkhianatan, penyuapan, dan kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan. Tindakan itu tidak masuk kategori itu,” kata Cornyn, seorang mantan hakim.
Pada 25 Juli 2019, Trump menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk meminta penyelidikan terhadap Joe Biden dan anaknya, Hunter Biden, atas sebuah kasus korupsi.
Joe merupakan bakal calon presiden terpopuler Demokrat yang kemungkinan besar akan berkontestasi melawan Trump dari Republik dalam Pilpres AS pada November 2020. Sebelum menelepon Zelensky, Trump diduga dengan sengaja menahan pengiriman bantuan internasional untuk Ukraina senilai 391 juta dollar AS.
DPR AS kemudian menyerahkan berkas dakwaan pemakzulan ke Senat pada Rabu (15/1/2020) siang, waktu setempat, sehingga Trump resmi menjadi terdakwa. Dakwaan terdiri atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan tuduhan menghalangi penyelidikan Kongres. Pernyataan pembukaan persidangan dijadwalkan mulai pada Selasa, pekan depan.
Perkuat argumen
Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan, laporan GAO mendukung argumen Demokrat bahwa Senat harus mendengar testimoni saksi dan menerima bukti baru. Sebelumnya, Pelosi berupaya menunda pengiriman dakwaan pemakzulan kepada Senat agar Senat setuju menyertakan saksi baru yang dapat memberatkan Trump. Meskipun gagal, Demokrat akhirnya menyertakan bukti baru dari Lev Parnas, rekan pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani.
Dokumen yang dirilis minggu ini mengindikasikan Parnas membantu Giuliani menyelidiki Biden dan putranya, Hunter, serta memantau pergerakan Duta Besar AS untuk Ukraina Marie Yovanovitch sebelum diganti Trump pada Mei 2019. Yovanovitch diduga dicopot dari jabatan karena menolak bekerja sama dengan agenda Trump terhadap Ukraina.
Ketua Komite Intelijen Adam Schiff mengindikasikan bahwa jaksa penuntut dari DPR dapat memanggil Parnas sebagai saksi. Namun, tentu saja hal itu dapat dilakukan jika Senat mengizinkan kesaksian dalam persidangan.
Kepada MSNBC, Rabu (15/1/2020), Parnas mengatakan Trump tahu persis apa yang sedang terjadi terkait Ukraina. Pengacara Parnas juga merilis beberapa foto Parnas bersama presiden.
Giuliani mengatakan, dia kecewa dengan keputusan Parnas untuk bekerja sama dengan penyelidik pemakzulan. Selain itu, dia juga tidak tahu Parnas mengawasi Yovanovitch. ”Saya menganggapnya sebagai teman dan pria yang memiliki karakter. Sekarang saya menganggapnya sebagai pria yang akan mengatakan apapun yang diinginkan pengacaranya,” kata Giuliani.
Bantahan Trump
Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih, Trump mengulangi pernyataannya tidak mengenal Parnas. ”Itu hoaks besar,” kata Trump meskipun bukti menunjukkan hal yang sebaliknya.
Selama ini Trump secara konsisten mengecam penyelidikan pemakzulan oleh DPR. Ia juga terus membantah telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan presiden untuk keuntungan pribadi.
Trump menjadi presiden ketiga yang mengalami persidangan pemakzulan. DPR berupaya untuk memakzulkan Presiden Andrew Johnson pada 1868 dan Bill Clinton pada 1998, tetapi Senat pada waktu itu menyatakan mereka tidak bersalah.
Dalam sidang senat kali ini, Schiff akan mengepalai tim yang terdiri atas tujuh anggota DPR sebagai jaksa penuntut umum. Sementara sebanyak 100 senator akan menjadi juri. Sidang akan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung AS John Roberts.
Senat diperkirakan akan membebaskan Trump. Saat ini Senat terdiri dari 53 Republikan, 45 Demokrat, dan 2 independen yang biasanya memilih dengan Demokrat. Untuk menang, Demokrat membutuhkan dua pertiga suara. Tidak ada satu pun anggota Senat dari Republik yang menyuarakan dukungan untuk pemakzulan Trump. (Reuters/AFP)