Pengembalian dana nasabah atau pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi prioritas pemerintah. Sumber dana pengembalian berasal dari penyehatan perusahaan dan penyitaan aset.
Oleh
Nina Susilo/Karina Isna Irawan/Insan Al Fajri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengembalian dana nasabah atau pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi prioritas pemerintah. Sumber dana pengembalian berasal dari penyehatan perusahaan dan penyitaan aset.
Presiden Joko Widodo menargetkan dana klaim nasabah Jiwasraya yang telah jatuh tempo bisa dikembalikan kendati tidak dalam waktu singkat. Ini karena dana nasabah cukup besar mengingat kesalahan pengelolaan Jiwasraya berlangsung sejak 2006.
”Target saya selesai. Yang penting selesai, terutama untuk nasabah-nasabah kecil,” kata Presiden di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Presiden meyakini, pengembalian dana nasabah dan penyehatan Jiwasraya akan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Jiwasraya merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia dengan jumlah nasabah atau pemegang polis sekitar 5,2 juta orang. Akibat buruknya tata kelola, korupsi, dan sejumlah kecurangan terkait dengan pengelolaan investasi, berdasarkan hasil audit, Jiwasraya merugi sekitar Rp 15,83 triliun pada 2018 dan mengalami ekuitas negatif Rp 27,7 triliun per November 2019.
Ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019. Pada 2020, klaim nasabah yang akan jatuh tempo Rp 3,7 triliun. Dengan demikian total klaim jatuh tempo hingga akhir 2020 mencapai Rp 16,1 triliun.
Untuk menyelesaikan kasus Jiwasraya, termasuk mengembalikan dana nasabah, Presiden menginstruksikan agar penyelesaian secara ekonomi dan hukum dilakukan secara paralel. Presiden meminta Menteri Keuangan dan Menteri BUMN menyehatkan kembali Jiwasraya sehingga diperoleh dana untuk dikembalikan kepada nasabah. Dari sisi hukum, Presiden meminta Jaksa Agung segera menuntaskan kasus dugaan korupsinya, termasuk menelusuri aset-aset tersangka yang menjadi barang bukti.
Kementerian Keuangan menegaskan, pengembalian dana nasabah Jiwasraya tidak melalui dana talangan atau bail out, tetapi skema business to business (B2B). Dengan demikian, upaya penyelesaian kasus Jiwasraya tidak akan membebani APBN.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, penyelamatan Jiwasraya diarahkan untuk menjaga kesinambungan polis. Sejauh ini, opsi yang paling mungkin adalah menjual kepemilikan saham Jiwasraya di anak usaha Jiwasraya Putra kepada investor strategis.
Jiwasraya Putra didirikan September 2019 dengan melibatkan sejumlah mitra BUMN. Ada empat BUMN yang bergabung mendirikan Jiwasraya Putra, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero), PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (Persero).
”Dengan menjual kepemilikan saham di Jiwasraya Putra, Jiwasraya akan mendapat dana segar untuk membayar klaim polis jatuh tempo,” ucap Isa. Ada kemungkinan, lanjut Isa, dana segar untuk membayar klaim polis jatuh tempo dari penjualan kepemilikan saham itu kurang. Ini membuat Kementerian BUMN sedang mencari sumber pendanaan lain. Salah satunya dari pembentukan konsorsium asuransi yang akan mengambil alih beberapa polis asuransi Jiwasraya.
Terkait penyidikan kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menggeledah rumah salah satu tersangka dugaan korupsi Jiwasraya, Syahmirwan, di Duren Sawit, Jakarta Timur. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, penggeledahan rumah bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya itu dilakukan dari Kamis sore sampai tengah malam.
Seusai penggeledahan, jaksa menyita mobil Toyota Innova hitam bernomor polisi B 26 YRA dan Honda CR-V hitam B 1065. ”Jaksa juga mengamankan sertifikat tanah dan beberapa surat berharga berupa polis asuransi serta deposito,” ujar Hari.
Dengan demikian, hingga kini Kejagung telah menyita tujuh mobil dan satu sepeda motor Harley Davidson milik para tersangka. Jaksa juga telah meminta pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional atas 156 bidang tanah yang diduga milik Benny Tjokro, salah seorang tersangka. Jaksa juga meminta Otoritas Jasa Keuangan memblokir rekening para tersangka dan rekening perusahaan yang berkaitan dengan tersangka.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan lima tersangka. Mereka adalah bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro, komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Syahmirwan.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, Kejagung menelusuri dan menyita aset milik tersangka Jiwasraya dengan dugaan bahwa aset tersebut merupakan hasil kejahatan korupsi. Ketika kasus tersebut mulai disidangkan, aset itu akan menjadi barang bukti.
Kemudian, lanjut Fickar, saat pengadilan memutus terdakwa bersalah, aset itu akan disita untuk mengembalikan kerugian negara. ”Lalu aset yang disita negara itu dikembalikan ke Jiwasraya sebagai perusahaan BUMN dan korporasilah yang lalu mengembalikan uang nasabah,” ucapnya.
Asabri
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, dugaan penyimpangan di tubuh PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) cukup kuat. Hal ini tecermin dalam kurun satu tahun, modal Asabri turun Rp 17,4 triliun-Rp 17,6 triliun. Penurunan modal itu tengah diselidiki.
Kendati demikian, menurut Mahfud, pemegang polis Asabri tidak perlu khawatir karena likuiditas perusahaan cukup kuat untuk membayar klaim.