Nama Cekungan Bandung sebagai kawasan wisata di Jawa Barat tak diragukan. Banyak pengunjung datang untuk menikmati pesonanya. Belakangan, tak hanya menjaring wisatawan, ajakan sadar bencana juga tumbuh di lokasi wisata itu.
Sabtu (11/1/2020), tiba hari yang ditunggu Yani (25), warga Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sejak lama buruh pabrik itu ingin mengunjungi Tebing Keraton, Bandung Barat, sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Bandung. Ia hendak membuktikan pemandangan Kota Bandung yang katanya sangat indah jika dilihat dari tempat itu.
Pagi itu, ia buktikan kebenarannya. Sembari bersila di dekat area pandang dengan hawa segar, ia disuguhi hamparan perbukitan hijau sekaligus hutan beton kota. Pengetahuan Yani pun disegarkan. Dari papan informasi, ia dapat info, Tebing Keraton tepat di atas Sesar Lembang, fenomena alam potensi bencana di Jabar.
Sesar Lembang melintang 29 kilometer dari Kecamatan Ngamprah, Bandung Barat, hingga Gunung Bukittunggul, Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Pergerakan sesar tektonik itu lebih kurang 3 milimeter per tahun. Jika sesar ini bergerak bersamaan, energinya bisa memicu gempa berkekuatan magnitudo 7. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), gempa besar terakhir kali terjadi sekitar abad ke-16 dan ke-60 Sebelum Masehi.
”Selama ini saya hanya mendengar dari media. Tidak menyangka potensi bencananya M 7. Katanya, kalau sampai sebesar itu, bahaya sekali,” ujarnya. Papan informasi itu dipasang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 26 April 2019. Tujuannya mengedukasi wisatawan. Sembari menikmati keindahan, pengetahuan bencana dipaparkan secara populer.
Itu evolusi penting menjamu wisatawan di Tebing Keraton. Tak hanya disuguhi keindahan, semua yang datang terus diingatkan pada risiko bahaya. Data Badan Pusat Statistik Jabar 2018, jumlah wisatawan di kawasan Bandung Raya pada 2016 mencapai 9,88 juta jiwa. Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto mengatakan, siklus prediksi gempa bumi Sesar Lembang ini terjadi 170-670 tahun. Diperkirakan, akumulasi terakhir gempa bumi pada kurun 560 tahun.
Meski demikian, gempa belum bisa diprediksi. Oleh karena itu, ancaman gempa Sesar Lembang yang mengancam lebih dari 3 juta orang di Bandung Raya harus diwaspadai. Tidak hanya sumber gempa yang dekat Kota Bandung. Eko menjelaskan, kawasan Bandung Raya yang terdiri dari tanah dan sedimen lunak dari endapan danau purba menjadikan daerah ini juga sensitif pada guncangan gempa.
Penelitian Ayu Retnowati, Irwan Meilano, Akhmad Riqqi, dan Rahma Hanifa dari Institut Teknologi Bandung pada 2017 mencatat, kerugian ekonomi jika terjadi gempa di Sesar Lembang bisa mencapai Rp 51 triliun. Itu hanya dari kerusakan bangunan permukiman. Berdasarkan perhitungan, ada sekitar 2,5 juta rumah warga yang berisiko terdampak. Rusak ringan 1 juta rumah, rusak total 500.000 rumah, dan selebihnya atau 1 juta rumah rusak sedang (Kompas, 10/1/2019).
Segarkan ingatan
Dengan risiko bencana sebesar itu, ingatan pada bencana mutlak harus disegarkan. Selain papan peringatan, Eko mengatakan, LIPI berencana membangun delapan stasiun pengamatan di sepanjang patahan. Setiap stasiun memiliki tiga peralatan pengukur pergeseran lempeng. Hasil pengamatan akan menjadi bahan referensi menggambarkan kondisi Sesar Lembang. Itu guna memberi data aktual sehingga pemangku kebijakan bisa menjawab setiap keresahan jika aktivitas sesar terasa berupa gempa.
Langkah itu menambah upaya mitigasi yang telah ada, seperti pemasangan papan peringatan di jalan rute Bandung-Lembang yang memotong sesar. Papan itu menyebut ”50 Meter Lagi Anda Melalui Garis Sesar Lembang”. ”Stasiun pengamatan Sesar Lembang ini nantinya bisa dikunjungi wisatawan dan memberi informasi terkait sejarahnya dengan penyuguhan sederhana dan menarik. Dekat obyek wisata Kampung Daun dan Tebing Keraton, harapannya jadi wisata edukasi menarik,” tutur Eko.
Keberadaan informasi dan sistem pengamatan gempa itu juga diharapkan melindungi Sesar Lembang dari pemanfaatan kawasan wisata minim mitigasi. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Bandung Barat Agus Rudianto mengatakan, pemerintah dan para pemangku kebijakan sebaiknya mempertimbangkan banyak aspek sebelum menjadikan kawasan Sesar Lembang destinasi wisata.
Bagaimanapun kesadaran pada risiko bencana harus tersebar luas. Cici (60), warga Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, misalnya. Ia baru sadar bahwa tempat tinggalnya yang berada sekitar 500 meter dari Tebing Keraton masuk dalam zona Sesar Lembang.
Selama ini ia hanya tahu Tebing Keraton tempat berkumpul, mulai dari pencinta alam sampai pesepeda gunung. ”Da- ri cerita orangtua, tak ada yang menyebut gempa atau long- sor. Semoga dari sini makin banyak yang paham,” ujarnya. Di geliat zaman serba internet, sepatutnya informasi cepat didapat dan disebarkan. Semakin paham risiko, dampak buruk bencana bisa ditekan. Juga di Cekungan Bandung.