Dominasi Ganda Putra Tidak Menjamin Hasil Olimpiade
Dominasi pada kejuaraan Federasi Bulu Tangkis Dunia tidak membuat Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan jemawa. Mereka tetap mawas diri karena kini persaingan semakin ketat.
Oleh
Yulia Sapthiani & Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dominasi ganda putra Indonesia dalam turnamen bulu tangkis BWF tidak menjamin hasil saat berlaga di Olimpiade Tokyo 2020. Pemain ganda putra Indonesia tidak boleh cepat puas dan harus selalu memberikan yang terbaik dalam setiap kejuaraan.
Bermain di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Minggu (19/1/2020), pasangan ganda putra terbaik dunia Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon mencetak hat-trick juara Indonesia Masters. Ganda putra berjuluk ”Minions” ini mempertahankan gelar untuk kedua kalinya setelah mengalahkan senior mereka, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, 21-15, 21-16, pada laga final.
Pertemuan Minions dengan Hendra/Ahsan merupakan ulangan Indonesia Masters 2019 ketika mereka menang atas ganda senior Indonesia itu dengan skor 21-17, 21-11. Sementara pada 2018, Minions menaklukkan ganda putra China, Li Jun Hui/Liu Yu Chen, 11-21, 21-10, 21-16.
Keberhasilan Kevin/Marcus menjadi juara Indonesia Masters 2020 melengkapi sejumlah prestasi yang sudah mereka raih sebelumnya. Pada 2019, Minions menjadi pemain ganda putra paling dominan dengan mengantongi delapan gelar juara, termasuk di Indonesia Terbuka dan China Terbuka. Di bawah mereka adalah pemain Taiwan Lee Yang/Wang Chi-lin dengan empat gelar juara. Sementara Hendra/Ahsan mengantongi tiga gelar juara, termasuk All England.
Meski mendominasi pada turnamen BWF, menurut Kevin, perjalanan mereka ke Olimpiade Tokyo 2020 tidak akan mudah. ”Ganda putra sudah merata, kami juga beberapa kali kalah. Jadi, peluang kemenangan juga merata. Dominasi merata, semua punya kesempatan juara Olimpide,” ujarnya.
Senada dengan Kevin, menurut Hendra, meski ganda putra Indonesia cukup mendominasi di turnamen bulu tangkis BWF, itu tidak serta-merta menjamin hasil Olimpiade Tokyo 2020. ”Olimpiade itu berbeda dengan turnamen lainnya. Dari segi pressure berbeda, lapangan berbeda, suasana berbeda, semua berbeda. Jadi, menganggap biasa pun tidak bisa,” katanya.
Laga final antara Kevin/Marcus dan Hendra/Ahsan berjalan cukup singkat, yaitu hanya 32 menit. Pada gim pertama, ganda senior Indonesia berjuluk ”The Daddies” itu bermain cukup taktis. Hendra bisa menempatkan kok yang sulit dikembalikan oleh Kevin/Marcus. Hendra/Ahsan bisa merebut empat poin berturut-turut sehingga unggul 6-2.
Namun, situasi itu segera diubah oleh Kevin/Marcus. Mereka mempercepat dan meningkatkan pukulan yang sulit diatasi oleh Hendra/Ahsan. Setelah menang 21-15 pada gim pertama, dengan strategi menyerang, Kevin/Marcus juga mengemas kemenangan di gim kedua, 21-16. Dengan hasil ini, Kevin/Marcus memperlebar jurang kemenangan atas Hendra/Ahsan, menjadi 11-2.
Pertandingan melawan Hendra/Ahsan, menurut Kevin, tidak mudah karena lawan adalah pemain berpengalaman sehingga pukulan-pukulan koknya tidak mudah dimatikan. ”Mereka kalau dibiarkan sebentar saja langsung bisa mengejar poin banyak. Namun, kami berusaha menjaga konsistensi dan fokus agar mereka tidak bisa lepas dari tekanan kami,” ujarnya.
Kevin merasa sangat bersyukur bisa mempertahankan gelar juara Indonesia Masters. ”Kami berjanji setelah ini kami berusaha memberikan yang terbaik untuk Indonesia,” katanya seusai laga.
Sementara itu, Ahsan mengakui bahwa Kevin/Marcus masih menjadi pemain terbaik karena mereka unggul dalam hal kecepatan dan kekuatan. ”Kami sudah mencoba berbagai cara, berbagai strategi dan pola. Kami kalah juga bukan karena diam saja di lapangan. Kami sudah lihat cara main lawan yang mengalahkan Kevin/Marcus. Kami akan mencoba terus mengalahkan mereka,” tutur Ahsan.
Pada sektor ganda campuran, unggulan pertama Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong membuktikan keunggulan mereka dengan mengalahkan sesama pemain China, Wang Yi Lyu/Huang Dong Ping, 21-9, 21-9. Pertandingan bergulir hanya dalam waktu 25 menit. Sementara itu, tunggal putri Thailand Ratchanok Intanon mengalahkan juara Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Carolina Marin (Spanyol), 21-19, 11-21, 21-18.
Dengan kemenangan ini, Zheng tidak ingin cepat puas. ”Kami tidak mau besar kepala. Setiap kejuaraan bergulir di tempat dengan suasana berbeda, dengan lawan berbeda. Jadi, kemenangan tidak menjamin kami akan mendominasi di Olimpiade Tokyo. Kami tetap akan berusaha. Kalaulah di Tokyo nanti gagal meraih emas, kami tetap puas karena kami lebih menghargai proses,” paparnya.