Kerabat Istana di Panggung Pilkada
Benarkah keikutsertaan anak dan menantu presiden dan wapres dalam pilkada itu menegaskan keinginan untuk membangun dinasti politik?
Wakil Presiden Ma’ruf Amin terkejut, pertengahan tahun lalu, saat putri keempatnya, Siti Nur Azizah, menyatakan akan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Tangerang Selatan, Banten, pada Pilkada 2020. Begitupun Presiden Joko Widodo, saat jelang akhir 2019, putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, ingin maju sebagai Wali Kota Solo, Jawa Tengah.
Keterkejutan Jokowi bertambah saat menantunya, Bobby Nasution, juga menyatakan akan maju di pemilihan Wali Kota Medan, Sumatera Utara. Seperti diungkapkan salah satu kerabat dekat Jokowi, orang nomor satu di Republik ini pun bertanya-tanya, siapa yang ”membisiki” Gibran dan Bobby untuk maju.
Sebagai mantan Wali Kota Solo dua periode, Jokowi ingin sekali melihat Solo lebih maju. ”Namun, Pak Jokowi tak pernah berpikir anaknya meneruskan cita-citanya itu. Banyak yang bisa membawa Solo lebih baik lagi. Namun, apa boleh buat ketika Mas Gibran mengajukan diri sebagai calon. Pak Jokowi tak bisa menolak dan juga tak bisa mendorong,” kata kerabat di Solo.
Seorang pejabat di lingkungan Istana baru-baru ini juga menceritakan alasan Bobby terjun dalam kontestasi politik lokal di Medan. Kondisi Medan dan Sumut di mana kepala daerahnya banyak terlibat korupsi jadi tantangan bagi Bobby.
”Apalagi beberapa anggota keluarga Bobby di Medan dikenal sebagai politisi lokal dan nasional. Itulah yang mungkin membuat Mas Bobby mencoba jadi calon. Kan sebagai anak pengusaha besar (Erwin Nasution, mantan Direktur Utama PTPN IV di Sumut), sejak muda Bobby sudah malang melintang di banyak usaha, mulai dari bangun perumahan, memimpin klub sepak bola, dan lainnya. Tak heran jika Bobby sekarang ingin mencoba jadi calon Wali Kota Medan,” kata pejabat itu.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang pernah ditunjuk mewakili keluarga Jokowi di pernikahan putrinya, Kahiyang Ayu, saat dikonfirmasi juga mengatakan, Presiden Jokowi tak bisa berbuat apa-apa soal anak dan mantunya yang bersikeras maju ikut pilkada.
”Itu kan hak demokrasi ya. Kalau dilarang, anak dan mantunya belum tentu bisa menerima. Bapaknya juga bisa dianggap tidak demokratis jika melarang-larang. Jadi, yang saya tahu, kata Pak Jokowi biar saja nanti rakyat di Solo dan Medan yang menentukan sendiri,” katanya, awal tahun lalu.
Hal senada disampaikan juru bicara wapres, Masduki Baidlowi. Ia tak tahu-menahu soal putri Wapres Ma’ruf yang pernah disebut-sebut didorong oleh suaminya, M Rapsel Ali, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Nasdem, untuk mencalonkan diri sebagai Wali Kota Tangerang Selatan. ”Saya tidak tahu soal itu. Yang jelas Abah (Wapres) tidak bisa menolak putrinya maju dan juga tak bisa mendorongnya,” ujarnya.
Gibran dan Bobby belum bisa ditanya perihal niatnya itu. Namun, Azizah yang dihubungi Kompas, akhir pekan lalu, punya alasan.
”Saya ini pernah mengabdi kepada negara selama 18 tahun saat bekerja di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama dan sekarang saya ingin coba mengabdi untuk masyarakat Tangerang Selatan, apa tidak boleh? Kalau mereka (rakyat Tangerang Selatan) ingin memilih saya, kan tidak salah. Jika memilih yang lain, ya terserah mereka. Itulah demokrasi,” katanya.
Tak mudah
Masa pendaftaran calon Pilkada 2020 tinggal lima bulan lagi. Tak hanya partai politik yang disibukkan dengan proses perekrutan dan seleksi kandidat, para bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah pun mulai sibuk mendekati petinggi parpol dan masyarakat.
Gibran, Bobby, dan Azizah juga tak ketinggalan melakukan hal itu. Namun, perjalanan masih panjang. ”Akan ada dua survei lain memfinalkan (pencalonan) di Februari, serta survei terakhir di akhir Mei atau awal Juni sebelum pendaftaran pencalonan ditutup,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Arif Wibowo baru-baru ini.
Ibarat ada ”gula ada semut”, beberapa parpol pun ramai-ramai tertarik dengan kerabat anak petinggi tersebut. Partai Golkar, misalnya, memberi instruksi kemungkinan koalisi dengan PDI-P sebagai pengusung Gibran dan Bobby.
”Di Medan, kami komunikasi intensif sejak awal dengan Bobby. Bobby bahkan dua kali ke kantor Golkar, begitu juga kemungkinan ikut mengusung Gibran,” kata Ahmad Doli Kurnia, pengurus Partai Golkar. Bobby pun telah mendaftarkan diri sebagai bakal kandidat ke Partai Golkar awal Desember.
Partai Gerindra juga membuka peluang koalisi dengan PDI-P mengusung Gibran dan Bobby. Bahkan, akhir Desember lalu, Bobby bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pencalonan Bobby termasuk hal yang dibicarakan. Di lain kesempatan, Presiden Jokowi, ditemani Kaesang (bukan Gibran seperti tertulis di edisi cetak) menerima Prabowo bersama putranya pada 1 Januari 2020 di Gedung Agung, Yogyakarta. Gerindra juga mulai membuka komunikasi menjajaki koalisi, salah satunya untuk Azizah.
Meski saat ini orangtua mereka berkuasa, langkah mereka untuk jadi calon kepala daerah tetap tak mudah. Baik Gibran, Bobby, maupun Azizah harus melalui prosedur yang ditetapkan parpol dan juga sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Gibran, misalnya, sempat mendapat penolakan dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo. Ini karena DPC PDI-P Solo memutuskan untuk mengusung Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo. Gibran pun akhirnya mendaftar lewat DPD PDI-P Jateng.
Tak hanya itu, Gibran pun menemui sejumlah tokoh PDI-P, termasuk Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Pramono Anung, mantan Sekjen PDI-P yang kini jadi Sekretaris Kabinet, untuk menyampaikan kesungguhannya maju pilkada melalui PDI-P.
Azizah juga mendatangi sejumlah tokoh politik, termasuk Prabowo, akhir tahun lalu, untuk menyampaikan niatnya mengikuti kontestasi di Tangerang Selatan. Komunikasi dengan PPP Tangerang Selatan pun telah dijalin saat Azizah mendatangi kantor DPC PPP.
Politik dinasti
Benarkah keikutsertaan anak dan menantu presiden dan wapres dalam pilkada itu menegaskan keinginan untuk membangun dinasti politik? Presiden Jokowi menampik tudingan itu.
”Ini kompetisi, bukan penunjukan. Beda. Tolong dibedakan,” ujar Presiden, Desember lalu.Dalam kompetisi, katanya, bisa menang tetapi bisa pula kalah. ”Terserah rakyat mau memilih siapa. Kalau rakyat enggak memilih bagaimana? Tentu tidak akan jadi,” ujarnya.
Yang jelas, Presiden Jokowi menegaskan tak akan membantu Gibran dan Bobby mencari partai pengusung ataupun ikut kampanye. Begitu pula dengan Wapres Ma’ruf yang menyatakan tak pernah mendorong putrinya jadi calon kepala daerah.
”Saya tidak mengarahkan keluarga saya, anak saya, untuk jadi wali kota. Saya tidak mendorong (maju). Namun, kalau masyarakat meminta, ya saya hanya Tut Wuri Handayani saja, mengikuti maunya masyarakat,” katanya.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Jakarta, Hendri Satrio, mengatakan, tak ada pelanggaran aturan jika kerabat petinggi negeri ini ingin ikut dalam pilkada. Hanya saja, pencalonan mereka bisa dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat. ”Hanya soal fairplay saja,” katanya.
Dalam konteks ini, nama Jokowi dan Ma’ruf tentu bisa berdampak positif bagi elektabilitas para calon nanti. Kendati tak akan membantu berkampanye, rakyat, khususnya pemilih loyal, akan tetap memilih kerabat Jokowi dan Ma’ruf.
Namun, Hendri mengingatkan, pencalonan Gibran, Bobby, dan Azizah berpotensi memengaruhi citra ayah dan mertua mereka saat memerintah. Pasalnya, selama ini rakyat menganggap Jokowi atau Ma’ruf berbeda dengan pemimpin lainnya, tetapi ternyata dianggap sama dan menginginkan kerabatnya merasakan kekuasaan, serta membawa perubahan di daerah.
Apa pun, bau politik dinasti terasa kental dan tak terelakkan saat anak, menantu, atau kerabat lain mendekati ayah dan mertuanya yang kini tengah memegang tampuk kekuasaan. Nasib mereka kembali ke tangan pemilih. Rakyat Solo, Tangerang Selatan, dan Medan akan menjawab di bilik suara pada 23 September nanti.
Catatan koreksi:
Pada pertemuan dengan Menhan Prabowo di Gedung Agung Yogyakarta, Presiden Jokowi didampingi oleh Kaesang, bukan Gibran. Terjadi kesalahan dalam penulisan ini. Mohon maaf atas ketidakakuratan ini.