Menemukan Keasyikan
Sebuah desain grafis unik dikemas Marshela Jastine. Wujudnya berupa instalasi inkubator kentang. Susunannya ada lima lapis kotak. Dari kotak paling atas, ditaruh beberapa kentang dan ubi jalar tersemai di atas tanah.
Intuisi seni memberi kekuatan tak tertandingi di dalam merancang bentuk komunikasi visual sebuah desain grafis. Tidaklah salah jika sebuah pameran desain grafis ditujukan sebagai perayaan bersama mencari dan menemukan keasyikan demi memantik intuisi seni tadi.
Sebuah desain grafis unik dikemas Marshela Jastine. Wujudnya berupa instalasi inkubator kentang. Susunannya ada lima lapis kotak. Dari kotak paling atas, ditaruh beberapa kentang dan ubi jalar tersemai di atas tanah.
Ubi dan kentang-kentang itu utuh dan beraneka ukuran. Sumber karbohidrat ini dibiarkan tumbuh. Tunas dari titik-titik tumbuh umbian itu pun mulai bermunculan.
Di kotak bawahnya, Marshela memajang peralatan seperti kunci inggris, sendok, garpu, dan jeriken kecil. Di kotak berikutnya, Marshela menutup sebagian bidang dan membuat lubang intip ke dalamnya. Dari lubang itu terlihat rangkaian kabel listrik plus dan minus ditancapkan ke tubuh umbi kentang.
Marshela ingin menunjukkan bahwa kentang itu sumber energi pula. Lalu, di kotak berikutnya ia mengemas berbagai barang untuk rangkaian komersialisasinya. Ada tetikus, layar tablet pengganti monitor komputer, ilustrasi mesin cetak transaksi dan kertas cetakannya. Di kotak itu ditaruh pula potongan kentang goreng siap makan.
Kotak paling bawah atau paling akhir berisi sebuah kemasan vakum udara berisi kentang potong. Gagasan rancangan untuk desain grafis Marshela ini menarik karena menyempal dari kelaziman sebuah produk desain grafis.
”Gagasan saya, yang pertama karena saya suka sekali makan kentang goreng. Gagasan berikutnya tentang segala sesuatu memiliki proses,” ujar Marshela, Rabu (15/1/2020).
Marshella menjadi satu di antara 43 peserta kolektif dan individual untuk pameran desain grafis Seek-a-Seek #2 di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta. Pameran itu dilangsungkan selama dua bulan lebih, mulai 29 November 2019 hingga 31 Januari 2020.
Menurut pendiri Dia.Lo.Gue Artspace, Engel Tanzil, pameran Seek-a-Seek sebelumnya atau yang pertama digelar tahun 2016. Waktu itu jumlah pesertanya jauh lebih banyak, yakni 70 peserta.
”Perbedaan dengan pameran yang kedua, para peserta diberi ruang pajang karya dengan bentuk dan ukuran yang sama,” ujar Engel.
Ruang pajang itu berupa ruang kotak dengan struktur rangka kayu berukuran tinggi sekitar 2 meter dan lebar sisi masing-masing tak lebih dari 1 meter.
Para peserta sebagian membawa pulang rangka kayu itu untuk persiapan pemajangan karya. Sebagian tidak membawa pulang, tetapi langsung mendatangkan karya mereka untuk dipajang langsung di ruang pamer.
Para peserta sebagian besar menampilkan rekam jejak prestasi di bidang desain grafis masing-masing. Desain grafis menghasilkan alat komunikasi visual. Ragam elemen visual pun digunakan.
Misalnya, unsur ilustrasi dengan karya seni rupa dan tipografi diksi pilihan kata ringkas berdaya sihir kepada konsumennya. Ada pula yang menggunakan teknik komputasi dan fotografi demi membangun sebuah simbol.
Simbol itu menyuarakan pesan dari pihak yang berkepentingan. Bentuknya bisa sebagai logo atau merek sebuah perusahaan. Bisa pula hasil desain editorial untuk suatu buku atau majalah, situs web di internet, dan sebagainya.
Karya Marshela di pameran ini menjadi satu-satunya yang menampilkan sebuah gagasan menjadi karya desain grafis instalasi proses. Karya itu berbeda jauh dengan desain grafis yang menghasilkan logo, desain situs web, dan sebagainya.
Instalasi inkubator kentang menyeruak di sebuah pameran desain grafis. Intuisi seni Marshela membongkar konsep lama sebuah produk desain grafis.
Mencari dan menemukan Engel menjelaskan, pameran desain grafis bertajuk ”seek-a-seek” ini untuk dibaca sebagai padanan kata ”asyik-asyik” dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, ini sekaligus untuk dimengerti sesuai kata ”seek” dalam bahasa Inggris. Kata itu bermakna mencari dan menemukan.
Tim kurator meliputi Hermawan Tanzil, Ismiaji Cahyono, Rege Indrastudianto, Max Suriaganda, dan Fandy Susanto. Mereka menetapkan tema Konjungsi yang bermakna sebagai penyambung. Para kurator merumuskan tema ini sebagai respons terhadap isu-isu dan paradigma baru yang dihadapi di dalam bidang desain grafis kini dan mendatang.
Isu dan paradigma baru itu dikaitkan dengan disrupsi, revolusi industri 4.0, dan era digital. Pameran desain grafis Seek-aSeek itu kemudian dirancang sebagai pemersatu pelaku desain grafis Indonesia.
Semangat zaman
Para peserta pameran dibekali nilai dan semangat dalam menampilkan karya. Ada nilai inovasi, semangat kebaruan, dan cerminan semangat zaman (zeitgeist). Selain itu, pameran ini juga menegaskan sosok desainer diperlukan.
”Peluang desainer grafis di masa kini dan mendatang akan sangat tinggi. Ini mengingat pangsa pasarnya makin berkembang di era digital,” ujar Engel.
Ia mencontohkan makin bergeliatnya industri pariwisata berupa perjalanan ke tempat-tempat wisata. Produk desain grafis sangat menentukan pilihan bagi konsumen.
Papan nama bagi sebuah kota tujuan wisata menjadi contoh produk desain grafis yang tidak bisa dianggap sepele. Kemudian tata ruang kota diwarnai beragam produk. Ini juga membutuhkan desain grafis untuk beragam produk tadi.
Sentuhan intuisi seni yang memikat menjadi kunci sebuah produk desain grafis bisa mendarat mulus di hati para pemirsanya. Salah satu peserta pameran, Cempaka Surakusumah, menampilkan karya desain grafis berlatar pengalaman yang sangat personal.
”Karya-karya saya berlatar pengalaman anxietas atau gangguan kecemasan berlebihan pada diri saya,” ujar Cempaka.
Kecemasan berlebih itu sebelumnya menjadi gangguan perilaku yang sulit dimengerti orang di sekelilingnya. Namun, pada akhirnya Cempaka menyadari dan menepis gangguan itu dengan cara memahami dan menyampaikan setiap isi pikirannya kepada orang lain.
Cempaka menempuh profesi desainer grafis yang pada akhirnya menetapkan metode penciptaan karya tersendiri. Ia membangun sebuah abstrak geometris dengan penciptaan yang didasarkan pada sebuah emosi.
Emosi diraih melalui sebuah lagu. Cempaka biasa mendengar lagu berulang-ulang hingga melahirkan inspirasi bentuk abstrak geometris untuk produk desain grafis yang bisa ditawarkan kepada konsumennya.
Para peserta lain memberi warna pameran desain grafis ini. Mereka diberi pilihan untuk menampilkan konsep karya sesuai tema Konjungsi atau portofolio biro desain grafis masing-masing. Para peserta pameran ini lintas generasi, lintas genre, disiplin, gaya, dan lahan usaha.
Sebut saja Artnivora, Nusae, SOS J, JED Creative, Maika Collective, Gema Semesta, Biko Group, Antikode, Malt, Cempaka Surakusumah, Eko Bintang, Makki Makki, Leboye, Videostarr, Hilarius Jason, Another Design Co., The 1984, Studiorama, 7per8, Table Six, Feat Studio, Miebi Sikoki, Marshella Jastine, Bobobobo, Footurama, Studio 1212, SWG, Satu Collective, Tokotype, Bitgroup Asia, Thinking Room, Studio Kudos, Mata Studio, Makna Creative, Karyarupa, Visious, SUNVisual, Whir Graphicemotion, Each Other Company, Wanara, Yasser Rizky, Sandy Karman, Rubicube Creative, DM ID/WIR Group, dan Butawarna.
Seiring berkembangnya teknologi industri dan kebutuhan manusia, intuisi seni para desainer grafis menentukan pilihan para konsumen. Tidak salah mereka bertemu untuk bersama-sama mencari dan menemukan keasyikan demi intuisi seni.