Sopir Bus Diduga Hilang Kendali Saat Melaju di Turunan
Kecelakaan bus Purnama Sari yang menewaskan 8 orang diduga karena pengemudi mengabaikan faktor keselamatan. Pengemudi tidak mampu mengendalikan kendaraan saat melintasi turunan dengan kecepatan tinggi.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
SUBANG, KOMPAS — Kecelakaan bus Purnama Sari bernomor polisi E 7508 W di jalur Bandung-Subang di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020), diduga karena pengemudi mengabaikan faktor keselamatan. Pengemudi tidak mampu mengendalikan kendaraan saat melintasi turunan dengan kecepatan tinggi.
Bus yang dikemudikan Dede Purnama (41) itu membawa 58 penumpang dari Depok, Jawa Barat. Mereka hendak pulang ke Depok setelah berwisata di Tangkuban Parahu, Bandung. Akibat kecelakaan itu, 8 orang tewas, 10 orang luka berat, dan 20 orang luka ringan.
Tim menggunakan alat 3D laser scanner atau sistem pemindai laser tiga dimensi.
Dede tewas dalam kejadian itu. Korban tewas lainnya adalah Maya Susilawati (43), Maria Khristina Khrisniaty (42), Riri Apriyanti (37), Fitriyah Mahri (57), Diah Larasati (51), Nahruyati (57), dan Eni Indrayani (46).
Pada Minggu (19/1) pagi, Tim Analisis Kecelakaan Lalu Lintas (Traffic Accident Analysis/TAA) Direktorat Lalu Lintas Polda Jawa Barat, Korps Lalu Lintas Polri, Polres Subang, dan sejumlah instansi lain melakukan olah tempat terjadinya perkara. Tim menggunakan alat 3D laser scanner atau sistem pemindai laser tiga dimensi.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Komisaris Besar Eddy Djunaedi menyebutkan, kepolisian masih menyelidiki penyebab kecelakaan. Pemindaian dilakukan untuk memberikan gambaran utuh tentang peristiwa itu melalui simulasi dengan perangkat lunak.
Ada 12 titik yang menjadi fokus pemindaian, dimulai dari titik pertama yang berada sekitar 200 meter dari lokasi tergulingnya bus. Supaya mendapatkan gambaran utuh, ruas jalan disterilkan sementara. Kegiatan ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam.
Dari hasil penyelidikan sementara di lokasi, Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Kushariyanto mengatakan, tim tidak menemukan ada bekas rem dari bus tersebut di sepanjang titik pemindaian. ”Di titik pertama, tidak ada tanda upaya pengereman. Kalau ada, pasti ada bekasnya. Apakah karena sopir gugup atau bagaimana, nanti dilihat hasil akhirnya,” ucapnya.
Kushariyanto menambahkan, pengemudi diduga melaju dengan kecepatan tinggi saat melintasi jalan turunan. Kemudian, pengemudi memasuki jalur berlawanan lalu oleng karena ada perbedaan ketinggian antara aspal dan bahu jalan. Menurut dia, ada kelalaian dari sopir tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari pihak perusahaan bus, lanjut Kushariyanto, Dede, pengemudi bus tersebut, sudah terbiasa melintasi jalur ini. Artinya, Dede diasumsikan telah hafal dan paham kondisi jalan.
Karakteristik jalan penghubung Bandung-Subang di Kampung Nagrog, Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Subang, itu memiliki lintasan berkelok yang didominasi tanjakan dan turunan. Pada tikungan di titik kecelakaan, mayoritas pengendara memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas 50 kilometer per jam. Kondisi aspal bagus dan halus.
Dengan kontur jalan seperti itu, menurut Kushariyanto, kelihaian pengemudi dalam berkendara sangat penting. ”Mereka harus bisa mengantisipasi permainan gigi mesin saat menanjak dan menurun,” ucapnya.
Beberapa menit sebelum kecelakaan, Anjas Sandi Prianto (20), barista Kedai Wah Kopi, tengah duduk santai di depan kedainya. Jarak antara kedai kopi dan titik kecelakaan tak kurang dari 20 meter. Ia ingat betul saat bus tersebut melaju dengan kecepatan tinggi di depan matanya. ”Hanya hitungan detik, bus sudah oleng dan terseret ke pojokan,” ucapnya.
Bagian depan bus remuk. Kaca jendela pun pecah dan mengenai penumpang. Anjas mendengar suara teriakan minta tolong dari dalam bus. Anjas pun bergegas mengevakuasi korban. ”Ini kali kedua kecelakaan serupa. Namun, ini yang terparah,” kata Anjas.