Belum Ada Laporan Korban Maupun Kerusakan di Sulut-Gorontalo
Gempa bumi berkekuatan M 6,2 di lepas pantai Bolaang Mongondow Selatan, Sulut, yang terasa hingga Provinsi Gorontalo dan Sulteng, Senin (20/1/2020) dini hari, tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan bangunan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Gempa bumi berkekuatan M 6,2 di lepas pantai Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara, yang terasa hingga Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah, Senin (20/1/2020) dini hari, tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan bangunan. Aktivitas masyarakat berlangsung seperti biasa pada pagi hari.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, gempa terjadi pada pukul 00.58 Wita dengan pusat berjarak 57 kilometer di selatan Kecamatan Bolaang Uki, Bolaang Mongondow Selatan. Gempa berkedalaman 126 kilometer ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Manado Edward Henry Mengko menyatakan, catatan itu merupakan hasil revisi. Awalnya, BMKG mencatat gempa berkekuatan M 6,6 dengan kedalaman 95 km. Pusat gempa awalnya diperkirakan terletak sekitar 64 km dari Bolaang Uki.
Jadi, gempa yang terasa semalam adalah akibat subduksi di Teluk Tomini.
“Gempa terjadi karena aktivitas subduksi di Lempeng Laut Maluku yang terletak di antara Sulut dan Maluku Utara. Lempeng Laut Maluku menyubduksi ke barat, ke bawah lengan utara Pulau Sulawesi yang menyatu dengan Lempeng Teluk Tomini. Jadi, gempa yang terasa semalam adalah akibat subduksi di Teluk Tomini,” katanya.
Menurut catatan BMKG, gempa akibat aktivitas Lempeng Maluku Utara juga terjadi pada 15 November 2019. Saat itu, gempa yang dirasakan di Bitung (Sulut) serta Jailolo dan Ternate (Maluku Utara) itu merusak enam rumah di Bitung. Sebaliknya, belum ada laporan kerusakan bangunan maupun korban jiwa akibat gempa kali ini.
Dihubungi dari Manado, Reinhart Garang, staf khusus Bupati Bolaang Mongondow Selatan Bidang Pariwisata, mengatakan, gempa terasa cukup kuat semalam. Sesaat setelah gempa, warga berhamburan ke luar rumah. Sebagian mengecek pantai untuk melihat potensi tsunami.
“Semalam saya sedang di perjalanan, dan memang terasa. Setelah ada pengumuman (dari BMKG) bahwa tidak berpotensi tsunami, warga kembali ke rumah masing-masing,” katanya.
Pagi ini, aktivitas masyarakat pun berjalan lancar, sementara acara-acara pemerintah juga tetap berlangsung. Tidak ada kerusakan fasilitas publik maupun laporan kerusakan rumah warga.
Hingga Senin tengah hari, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolaang Mongondow Selatan Daanan Mokodompit menyatakan, belum ada laporan kerusakan maupun korban jiwa. Personel BPBD masih berkeliling untuk memastikan keadaan. "Gempa cukup kuat semalam, kira-kira 10 detik terasa. Tapi, tidak sampai menyebabkan kerusakan. Kami terus memantau," katanya.
Sementara itu, gempa sempat membuat warga Kabupaten Bolaang Mongondow panik karena terasa cukup kuat. Namun, Kepala BPBD Bolaang Mongondow Haris Dilapanga mengatakan, durasi gempa cenderung pendek, tidak sampai 10 detik. Tidak ada laporan kerusakan bangunan maupun korban jiwa di Bolaang Mongondow.
Dari Kota Gorontalo, episentrum gempa berjarak 113 kilometer. Riza Pahlevi (23), warga Tamalate, Kecamatan Kota Timur, Gorontalo, sedang tidur saat gempa terjadi. Sekalipun kekuatan gempa tergolong besar, ia tidak terjaga dari tidurnya.
“Saya baru tahu ada gempa dari grup WhatsApp kos-kosan dan kantor di pagi hari. Ini beda dari gempa Desember lalu yang pusatnya di Boalemo. Kala itu, meskipun magnitudonya kecil (M 4,9), saya sampai terbangun karena episentrum di daratan lebih dangkal (61 km),” katanya.
Saat berangkat ke tempat kerja, Riza tidak melihat ada kerusakan di sekitar kos maupun kantornya. Kantornya pun beraktivitas seperti biasa. Tidak ada pegawai lain di unitnya yang absen akibat gempa.
Catatan BMKG, gempa juga terasa cukup kuat di Luwuk (Sulawesi Tengah) dengan Skala Mercalli IV-V MMI. Artinya, gempa bumi membuat perabotan di rumah warga bergetar atau bahkan pecah. Adapun di Luwu (Sulawesi Selatan), Gorontalo, hingga Kotamobagu, Bitung, dan Manado (Sulawesi Utara), gempa hanya dirasakan sebagian orang dengan skala II-III MMI.
Tekait hal ini, Edward Henry dari BMKG mengatakan, wilayah di sekitar Lempeng Laut Maluku adalah daerah rawan gempa sejak ribuan tahun lalu. Karena itu, masyarakat harus selalu siaga akan kemungkinan terjadinya gempa. “Masyarakat harus sering dilatih untuk mengevakuasi diri. Walau jalur-jalur evakuasi sudah dibuat, percuma kalau tidak pernah dilatih. Selain itu, harus ada regulasi untuk memastikan bangunan tahan gempa,” katanya.