China dan Myanmar mempercepat implementasi koridor ekonomi China-Myanmar. Koridor ekonomi sepanjang 1.700 kilometer itu adalah akses penting China ke Samudra Hindia.
Oleh
·3 menit baca
China dan Myanmar mempercepat implementasi koridor ekonomi China-Myanmar. Koridor ekonomi sepanjang 1.700 kilometer itu adalah akses penting China ke Samudra Hindia.
NAYPYIDAW, SABTU— Koridor ekonomi China-Myanmar menjadi satu dari 33 kesepakatan yang dicapai dalam kunjungan dua hari Presiden China Xi Jinping ke Naypyidaw, Myanmar, dan berakhir Sabtu (18/1/2020). Kesepakatan-kesepakatan tersebut ditandatangani kedua belah pihak setelah Xi bertemu dengan Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi pada Sabtu pagi.
Zona ekonomi khusus Kyaukpyu di Teluk Benggala, yang dilengkapi pelabuhan laut dalam, menjadi ujung dari koridor itu. Konsesi dan kesepakatan atas zona ekonomi khusus tersebut dinilai sebagai kesepakatan paling signifikan dalam kunjungan Xi. Koridor ekonomi itu menghubungkan Yunan-Teluk Benggala sejauh 1.700 kilometer. Jalur itu menjadi akses penting bagi China ke Samudra Hindia untuk memperpendek jalur suplai gas dan minyak dari Timur Tengah tanpa melewati Selat Malaka.
Koridor tersebut menjadi salah satu skema penting megaproyek Beijing dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan China. Perjanjian lain China-Myanmar juga mencakup proyek terpisah terkait dengan rencana koridor itu, antara lain jaringan pipa minyak dan gas, proyek jalan, serta kereta api dari China selatan melalui berbagai wilayah di Myanmar ke Kyaukpyu.
Sebagaimana diketahui, Prakarsa Sabuk dan Jalan China dirancang untuk membangun jaringan jalur kereta api, jalan raya, pelabuhan, dan infrastruktur lain yang menghubungkan China dengan titik- titik lain di Asia, Eropa, dan Afrika.
”Kami sedang menyusun peta jalan masa depan yang akan menghidupkan hubungan bilateral berdasarkan kedekatan saudara dan saudari untuk mengatasi kesulitan bersama dan memberikan bantuan satu sama lain,” kata Xi pada upacara penyambutan kedatangannya di Myanmar, Jumat. Ia menyebut hubungan China-Myanmar memasuki era baru.
Kunjungan Xi ke Myanmar menandai peringatan 70 tahun hubungan diplomatik di antara kedua negara. Kunjungan itu sekaligus juga menguatkan pengaruh Beijing di mana China menggunakan kekuatan diplomatik dan ekonominya untuk memperluas pengaruh di kawasan Asia Tenggara.
Pola lama
Hubungan tersebut mengikuti pola yang dibuat Pemerintah Myanmar era sebelumnya di bawah junta militer. Saat itu, Myanmar serasa dikucilkan, termasuk oleh banyak negara Barat terkait penindasan junta militer terhadap demokrasi, dan catatan hak asasi manusia yang buruk. Beijing hadir dan menyediakan alternatif pilihan sebagai pihak yang bersedia dan mampu sebagai investor, mitra dagang, sekaligus potensi sebagai pemasok senjata.
Pemerintahan Suu Kyi yang dipilih secara bebas pada tahun 2016 awalnya membawa harapan atas reformasi demokrasi dan ekonomi. Namun, belakangan pemerintahnya mendapatkan aneka kecaman luas atas catatan buruk terkait dugaan praktik pelanggaran hak asasi manusia. Praktis posisi Suu Kyi berada dalam posisi yang sama dengan pendahulunya di militer karena menghadapi kemungkinan sanksi ekonomi Barat.
Hal itu terutama terkait dengan tindakan brutal oleh militer Myanmar untuk meredam pemberontakan. Langkah itu menyebabkan lebih dari 700.000 warga minoritas Muslim Rohingya di Myanmar mengungsi ke Bangladesh. Bulan lalu, dakwaan genosida di Myanmar mulai disidangkan Mahkamah Internasional di Belanda.
Pembelaan China
Atas berbagai dinamika terkait dengan Myanmar itu, China telah membela pemerintahan Suu Kyi. Hal itu dilakukan Beijing termasuk dalam forum- forum seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Myanmar pun telah membalas budi dengan mengikuti posisi Beijing dalam masalah seperti klaim China atas wilayah di Laut China Selatan. Beijing menawarkan jaring pengaman jika negara-negara Barat memberlakukan sanksi.
Meskipun demikian, banyak warga Myanmar curiga atas niat tetangga besar di utara itu. Suu Kyi dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa bisa saja menghadapi tuduhan menjual negara saat mereka menghadapi pemilihan umum akhir tahun ini. ”Kesan secara keseluruhan Myanmar berhati-hati tentang investasi China, terutama menjelang pemilihan akhir tahun ini,” kata Richard Horsey, analis International Crisis Group yang berbasis di Yangon. (AFP/AP/BEN)