Joserizal Jurnalis, Pejuang Kemanusiaan Contoh Ideal Dokter Indonesia
Sebagai dokter spesialis ortopedi, Rizal tidak hanya bekerja di balik meja operasi rumah sakit. Jiwa kemanusiaannya yang tinggi menuntunnya membantu masyarakat di lapangan, khususnya dalam situasi darurat.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepergian pendiri Medical Emergency Rescue Committee, Joserizal Jurnalis, Senin (20/1/2020) dini hari, menyisakan praksis implementasi nilai-nilai kemanusiaan inklusif bagi banyak orang. Meski sulit ditandingi, kiprahnya dalam dunia medis, terutama di daerah konflik, menjadi contoh ideal bagi dokter di Indonesia.
Joserizal Jurnalis menghembuskan napas terakhir dalam usia 56 tahun di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, tepatnya pada Senin pukul 00.38, karena penyakit jantung. Almarhum dimakamkan di TPU Pondok Ranggon pada Senin siang.
Rizal pergi meninggalkan ajaran tentang kemanusiaan di mata keluarga, sahabat, rekan, sukarelawan, dan masyarakat secara luas. Sebagai dokter spesialis ortopedi, Rizal tidak hanya bekerja di balik meja operasi rumah sakit. Jiwa kemanusiaannya yang tinggi menuntunnya membantu masyarakat di lapangan, khususnya dalam situasi darurat.
Kiprah Rizal tidak hanya dikenang di dalam negeri saat membantu menangani para korban bencana alam di sejumlah daerah. Ia dikenal sebagai sosok yang berani menembus daerah konflik di Palestina untuk menangani para korban perang di Jalur Gaza.
”Almarhum sering mengingatkan kami untuk membantu siapa pun tanpa melihat latar belakang. Bahkan, saat ada musuh yang menyerah dan membutuhkan bantuan, beliau tolong,” kenang Abdillah Onim, sahabat Joserizal, yang juga aktivis kemanusiaan Indonesia di Palestina.
Onim menjadi saksi kegigihan almarhum saat bersama-sama menjadi sukarelawan di Jalur Gaza. Ia mengungkapkan bagaimana Rizal langsung menuju Rumah Sakit As Syifa segera setelah tiba di Palestina. Di sana, ia langsung menangani korban patah tulang, bahkan mengamputasi.
Menurut Onim, jiwa kemanusiaan Rizal memang tiada banding. Kemauannya menolong musuh dalam situasi perang sulit ditiru sukarelawan lain. Baginya, Indonesia telah kehilangan aset yang sangat berharga.
”Nama Indonesia harum di Palestina, salah satunya karena beliau selalu mengatasnamakan Indonesia selama di sana, bukan lembaga,” tambah Onim.
Kemudian, jasa Rizal yang paling dikenal adalah saat ia bersama Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) membangun Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza pada 2010. Bangunan rumah sakit tersebut saat ini sudah memiliki empat lantai.
Saat dirawat, anggota presidium MER-C, Farid Thalib, memberikan informasi tentang kemajuan pembangunan rumah sakit. Rizal merespons dengan mengacungkan jempol.
”Semalam saya mau sampaikan kalau izin berkunjung kami ke Gaza keluar. Namun, kondisinya malah kritis. Sekitar tiga menit saya sampai di sana, beliau wafat,” katanya.
MER-C yang didirikan Rizal merupakan organisasi nonprofit sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang kegawatdaruratan medis pada 14 Agustus 1999. Mereka sudah mengerjakan sedikitnya 124 misi kemanusiaan, baik di dalam maupun luar negeri.
Didikan keluarga
Joserizal Jurnalis lahir di Padang, Sumatera Barat, 11 Mei 1963. Ia merupakan putra pasangan akademisi, Jurnalis Kamil dan Zahara Idris. Kamil pernah menjabat Rektor Universitas Andalas, Padang, dan Zahara pernah menjabat Dekan IKIP, Padang.
”Meski kedua orangtuanya profesor, almarhum tidak membiasakan diri dalam glamor dan kesenangan,” ujar Zulfarman, sepupu Rizal.
Di mata keluarga, Joserizal juga tak pernah berhenti mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Saladin S Jurnalis, putra ketiga almarhum, mengungkapkan, ayahnya selalu mengajarkan kepada anaknya untuk peduli terhadap sesama, apa pun latar belakangnya.
”Apa pun agama, suku, dan partai politik yang dianut, kami diajarkan membantu tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Saladin mengungkapkan, ayahnya mulai sakit sepulang dari Padang untuk menangani korban gempa bumi pada 2009. Saat itu, almarhum didiagnosis mengalami hipertensi. Kondisinya kembali menurun pada 2010, tepatnya setelah menjalankan ibadah haji.
Semenjak itu, Rizal terus menjalani perawatan di RS Harapan Kita. Kemudian, pada 2016, istri dan rekan-rekannya di MER-C menyarankan untuk berobat ke Kuala Lumpur, Malaysia. Di sana, Rizal dipasangi Cardiac Resynchronization Therapy Defibrillator (CRT-D) untuk mengatur irama jantungnya.
”Ayah masuk ICU RS Harapan Kita pada 27 Desember 2019. Beliau sempat sadar pada Januari 2020, tetapi kembali menurun akibat infeksi berat,” kata Saladin.
Rizal meninggalkan satu istri, yakni Dian Susilawati, serta tiga anak. Ketiganya adalah Aisha S Jurnalis, Nabila S Jurnalis dan Saladin S Jurnalis.
Tak mampu menyamai
Beberapa tokoh turut menghadiri pemakaman Rizal dan mengucapkan belasungkawa. Salah satunya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih. Ia menilai, tidak ada satu pun dokter yang mampu menyamai pengabdian almarhum dari sisi kemanusiaan.
Ia berharap, sosok Rizal dapat menjadi teladan bagi semua semua dokter di Indonesia. Menurut dia, Rizal adalah potret ideal seorang dokter, di mana harus menjunjung tinggi dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.
”Selain mengucapkan dukacita, dalam kesempatan ini, kami mohon izin memberikan penghargaan kepada beliau meski tak sanggup mengganti pengabdiannya selama ini,” katanya.
Uncapan belasungkawa juga disampaikan President of Palestine Scholars Association in The Diaspora South East Asia Ahed Abu Alatta yang mengenal Rizal selama berkiprah di Palestina. Ia berharap perjuangan beliau akan diteruskan sosok lainnya di Indonesia.
”Kami sampaikan kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa Anda semua telah memiliki seorang mujahid yang berjasa bagi seluruh bangsa dan umat Islam di dunia,” katanya.
Ahed mengungkapkan, rumah sakit yang didirikan Rizal telah berjasa membantu masyarakat dan mujahid di Palestina untuk berjuang mempertahankan wilayahnya. Tidak sedikit korban yang berdatangan untuk meminta pertolongan ke rumah sakit tersebut.