Korban Tewas Serangan Rudal di Yaman Tembus 116 Orang
Serangan itu merupakan salah satu serangan tunggal paling mematikan selama perang Yaman berlangsung. Pasca-serangan, Kementerian Pertahanan Yaman menempatkan militer dalam kondisi siaga tinggi di pangkalan terdekat.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·4 menit baca
SANA\'A, SENIN -- Serangan rudal balistik atas sebuah kamp militer pemerintah Yaman di Marib, Provinsi Ma\'rib, Yaman, hingga Senin (20/1/2020), menewaskan sedikitnya 116 orang. Data jumlah korban ini diungkapkan oleh sumber-sumber militer dan medis kepada kantor berita AFP. Laporan sebelumnya menyebutkan, jumlah korban tewas tercatat 83 orang, sementara korban luka-luka 148 orang.
Abdu Abdullah Magli, juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, menyatakan bahwa serangan rudal balistik terjadi pada Sabtu (18/1/2020) malam. Rudal itu menghantam mesjid di kamp pelatihan militer al-Estiqbal. Kota Marib, yang kaya minyak tersebut, terletak sekitar 115 kilometer di timur Sana\'a, ibu kota Yaman. Kota tersebut dikuasai pasukan loyalis pemerintahan Presiden Abdurrabbuh Mansour Hadi.
Menurut dua sumber medis dan pasukan loyalis Hadi, saat serangan terjadi, banyak orang berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat. Serangan rudal itu adalah serangan paling besar di Marib sejak perang saudara di Yaman meletus mulai lima tahun silam. Serangan ini menandai eskalasi militer di tempat yang selama ini relatif stabil.
Pemerintah Yaman menuding kelompok pemberontak Yaman Houthi sebagai pelaku serangan tersebut. Belum ada konfirmasi atau tanggapan dari Houthi terkait tuduhan itu. Serangan tersebut merupakan salah satu serangan tunggal paling mematikan selama perang Yaman berlangsung.
Perang antara kelompok Houthi dan pasukan loyalis pemerintah Yaman, yang didukung koalisi pimpinan Arab Saudi, telah meluluhlantakkan negeri itu. Diperkirakan 100.000 orang tewas dalam perang itu. Perang Yaman juga menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Program Pangan Dunia (WFP) mencatat, lebih dari 11 juta warga Yaman kesulitan mendapatkan makanan, sementara 240.000 orang tinggal dalam kondisi seperti kelaparan.
Kecaman Presiden Hadi
Presiden Yaman Abdurrabbuh Mansour Hadi, Minggu (19/1/2020), mengecam serangan rudal milisi pemberontak Houthi yang menyasar kamp militer pemerintah di Provinsi Marib tersebut. Ia menyebut serangan itu sebagai tindakan "agresi terang-terangan" dan "pelanggaran hukum" yang dilakukan oleh pemberontak Houthi yang enggan untuk berdamai. Hadi juga mengecam pemberontak Houthi sebagai "alat" Iran di wilayah tersebut.
Kelompok Houthi menyangkal tuduhan bahwa mereka adalah "boneka" Iran. Mereka mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah untuk memerangi sistem yang korup. Houthi pun tidak segera mengklaim bertanggung jawab atas serangan hari Sabtu lalu.
Serangan tersebut merupakan salah satu serangan tunggal paling mematikan selama perang Yaman berlangsung.
Houthi menyebut bahwa serangan terbaru itu adalah kekalahan memalukan bagi pemerintah Yaman. Menurut Sharaf Lokman, pejabat Houthi, pasukan koalisi sepertinya belum mempelajari lima tahun konfrontasi militer di Yaman. Pasukan koalisi telah gagal secara politik, militer, dan moral.
Pasca-serangan mematikan itu, Kementerian Pertahanan Yaman menempatkan militer dalam kondisi siaga tinggi di pangkalan terdekat, mengarahkan pasukan untuk "mengambil tindakan pencegahan". Menurut Magli, serangan ini akan dibalas dengan serangan besar-besar di timur laut dan akan menewaskan puluhan pemberontak Houthi.
Peringatan PBB
Martin Griffiths, Utusan Khusus PBB untuk Yaman, menyampaikan peringatan keras terkait lonjakan serangan baru-baru ini dalam kegiatan militer di berbagai provinsi, termasuk serangan udara yang menghantam kamp militer. Menurut Griffiths, berbagai pihak telah melakukan upaya damai supaya ada kemajuan dalam konflik di Yaman.
Namun, serangan semacam itu menggagalkan kemajuan yang dibuat. "Kemajuan yang sulit diperoleh bahwa de-eskalasi yang dibuat Yaman sangat rapuh. Aksi-aksi semacam bisa bisa menggagalkan kemajuan ini," kata Griffiths, sembari mengimbau pihak-pihak untuk mengerahkan energi mereka pada urusan politik dan menjauhi medan pertempuran.
Perang saudara Yaman mulai meletus pada 2014 ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Sana\'a dan sebagian besar wilayah di utara Yaman, serta berupaya menggulingkan Presiden Mansour Hadi.
Konflik itu menjadi perang proksi regional beberapa bulan kemudian ketika koalisi pimpinan Saudi ikut turun tangan untuk membantu pemerintahan Mansour Hadi yang diakui secara internasional dan kini memerintah dari pengasingan di Riyadh, Arab Saudi.
Baik pemberontak Houthi dan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi telah dituduh melakukan kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia di Yaman. Serangan udara yang dilakukan oleh pasukan koalisi tanpa pandang bulu dan penembakan yang dilakukan pemberontak Houthi telah menuai kritik internasional karena juga menewaskan warga sipil, mengenai sasaran non-militer dan merusak upaya perdamaian.
Satu tahun setelah pihak-pihak yang bertikai di Yaman--atas mediasi PBB--menyepakati gencatan senjata di kota utama di tepi Laut Merah, Hodeidah, dan wilayah sekelilingnya, pertempuran di provinsi itu sebenarnya menurun. Namun, lambatnya implementasi kesepakatan menipiskan harapan atas penghentian konflik di Yaman. Kesepakatan penting antara pihak-pihak yang bertikai di Yaman ditandatangani di Swedia, Desember 2018.