Dunia penuh risiko global. Kolaborasi dan tindakan konkret dalam menghadapi risiko itu diwujudkan melalui Prakarsa Risiko Global dan Cara Hidup Baru Dunia. Namun, hal yang lebih penting adalah merealisasikannya.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
Awal tahun ini, sejumlah lembaga internasional mengirim pesan pengingat. Isinya: kondisi dunia tengah tak menentu dan butuh upaya penyelamatan bersama.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebut upaya itu sebagai Prakarsa Risiko Global (Global Risks Initiative). WEF mengajak pelaku bisnis, pemerintah, dan pemangku kepentingan untuk ambil bagian. Tujuannya, mengembangkan solusi berkelanjutan dan terintegrasi dalam menghadapi tantangan paling mendesak dunia.
Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggaungkannya sebagai kolaborasi global untuk melahirkan Cara Hidup Baru Dunia. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres meminta setiap negara membangun cara hidup yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi kian membaik sambil memastikan perlindungan terhadap bumi.
Setiap negara perlu membangun cara hidup yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi semakin membaik sambil memastikan perlindungan terhadap bumi.
Dalam Laporan ”Risiko Global 2020: Dunia Makin Tak Menentu”, WEF menunjukkan lima risiko jangka pendek yang dikhawatirkan meningkat tahun ini. Kelima risiko itu adalah konfrontasi ekonomi (78,5 persen), polarisasi politik domestik (78,4 persen), gelombang panas ekstrem (77,1 persen), kehancuran ekosistem sumber daya alam (76,2 persen), dan serangan siber (76,1 persen).
Departemen Ekonomi dan Sosial PBB (UN DESA) juga menyebutkan risiko serupa. UN DESA lebih menekankan pada risiko geopolitik, geoekonomi, dan perubahan iklim.
Saat ini dunia sedang fokus menghadapi risiko geopolitik dan geoekonomi yang menjadi sumber utama ketidakpastian global. Bank Dunia memperkirakan ekonomi global pada 2019 tumbuh 2,4 persen dan pada 2020 sebesar 2,5 persen. Adapun UN DESA memperkirakan ekonomi global pada 2019 merosot dan hanya tumbuh 2,3 persen.
Angka pertumbuhan ekonomi 2019 merupakan angka terendah sejak krisis finansial 2008-2009. Tahun ini, ekonomi global diperkirakan tumbuh 2,5 persen dengan sejumlah syarat, yaitu ketegangan geopolitik dan geoekonomi segera diatasi.
Perlambatan ekonomi global terjadi berbarengan dengan peningkatan ketidakpuasan terhadap kualitas sosial dan lingkungan dari pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini muncul di tengah ketidaksetaraan yang meluas dan krisis iklim yang semakin dalam.
Bahkan, ketika ketegangan perdagangan global mulai mereda, potensi ketegangan masih ada. Penyebabnya, sejumlah persoalan penting belum ditangani secara tuntas. Hal ini menunjukkan dunia lebih khawatir pada kemerosotan pertumbuhan ekonomi ketimbang kemerosotan lingkungan dan kualitas hidup manusia.
Ini menunjukkan dunia lebih khawatir pada merosotnya pertumbuhan ekonomi ketimbang kemerosotan lingkungan dan kualitas hidup manusia.
Kondisi ini akan menghambat upaya setiap negara mengurangi kemiskinan, mengatasi dampak perubahan iklim, menciptakan lapangan kerja yang layak, memperluas akses energi, dan merealisasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Pekan lalu, saat menjadi pembicara kunci di Peterson Institute for International Economics, Washington DC, Amerika Serikat, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyatakan, semua orang tahu ketidakpastian merusak kepercayaan bisnis, investasi, dan pertumbuhan. Akan tetapi, ketidakpastian ini bukanlah ketidakpastian yang dipikirkan jutaan orang setiap hari.
Mereka lebih banyak berpikir tentang ketidakpastian untuk dapat membayar tagihan pada akhir bulan. Ada juga ketidakpastian soal kesehatan dan kesejahteraan keluarga pada masa depan. Mereka juga takut dan cemas untuk hidup sebagai kaum tertinggal terus-menerus.
Ini bukan ketidakpastian yang dipikirkan jutaan orang setiap hari. Mereka lebih banyak berpikir tentang ketidakpastian untuk dapat membayar tagihan pada akhir bulan.
Mari menjadikan tahun ini sebagai tahun tindakan, bukan sekadar omongan.
Hampir semua lembaga dunia berharap setiap negara mengedepankan semangat kolaborasi. Hal yang tak kalah penting, setiap negara perlu memiliki keterampilan tugas ganda dalam menghadapi beragam risiko global. Tak hanya melihat beragam persoalan, tetapi juga bertindak.
Menutup pidatonya, Georgiva mengutip kata-kata bijak novelis Amerika Serikat, F Scott Fitzgerald, ”Tindakan adalah Karakter”. Artinya, apa yang Anda lakukan lebih penting dari apa yang Anda katakan.
Mari menjadikan tahun ini sebagai tahun tindakan, bukan sekadar omongan.