Sejumlah elemen organisasi buruh menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan rancangan UU itu.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja menggelar unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) dan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Aksi ini digelar di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2019).
Ribuan buruh yang berunjuk rasa itu berasal dari wilayah Jabodetabek dan tergabung ke dalam beberapa serikat pekerja, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Serikat Pekerja, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Mereka memulai aksi dengan dengan berjalan dari area Parkir Timur Senayan menuju Kompleks Parlemen.
”Kami serikat pekerja menyuarakan sikap pekerja Indonesia yang menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan,” kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono.
Setidaknya ada lima penolakan serikat pekerja terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Pertama, serikat pekerja tidak dilibatkan dalam pembahasan draf RUU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, ada kekhawatiran timbul bentuk hubungan kerja baru di luar perjanjian kerja waktu tetap (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tetap (PKWTT).
Ketiga, ada penolakan terhadap usulan sistem upah per jam dan menggantikan upah minimum yang dinilai menjadi jaring pengaman. Keempat, ada usulan agar RUU Cipta Lapangan Kerja mempertimbangkan seluruh program jaminan sosial. Kelima, RUU Cipta Lapangan Kerja mengakomodasi kerja dan upah layak bagi pekerja.
Aksi buruh ini berlangsung di tengah guyuran hujan. Mereka tetap bersemangat menyuarakan aspirasinya. Dari mobil komando, orator menyemangati para buruh dengan yel-yel.
Para buruh mengenakan jas hujan terus mengibarkan bendera serikat pekerja dan mengacungkan poster bertuliskan antara lain ”Tolak Omnibus Law” dan ”Omnibus Law Cilaka Menghilangkan Pesangon”.
Salah satu buruh, Rudiansyah (32), mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja menghilangkan hak buruh, seperti pesangon dan upah minimum, sehingga sangat merugikan.
”Janganlah Omnibus Law melindungi pengusaha. Upah minimum diganti jam kerja per hari. Tentunya kami sangat dirugikan,” kata Rudi.
Untuk itu, para buruh ingin beraudiensi dengan DPR. Melalui audiensi, buruh ingin mengetahui latar belakang pembuatan undang-undang itu sekaligus memberikan masukan-masukan.
Untuk mengamankan aksi ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengerahkan 6.000 personel selama unjuk rasa berlangsung. Selama waktu itu pula, polisi menutup ruas Jalan Gatot Subroto arah Slipi.