Caroline Wozniacki merebut gelar juara Grand Slam-nya dari Australia Terbuka. Turnamen ini pula yang dipilihnya untuk berpisah dengan dunia yang telah membesarkan namanya, tanpa penyesalan.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Perjalanan hidup dan karier Caroline Wozniacki sebagai petenis profesional sangat terjal. Kini, 15 tahun setelah dikalahkan petenis nomor satu dunia, Patty Schnider, pada turnamen di Ohio, Amerika Serikat, 2005, Wozniacki akan meninggalkan kompetisi tenis. Australia Terbuka pada 20 Januari-2 Februari 2020 akan menjadi panggung terakhirnya.
Pertandingan melawan petenis AS, Kristie Ahn, di Melbourne Arena, Mebourne Park, Senin (20/1/2020), akan menjadi laga pertamanya pada Australia Terbuka kali ini. Wozniacki menyikapinya seperti ketika dia menghadapi setiap laga yang telah dilalui.
”Persiapannya sama, saya telah berlatih sebaik mungkin. Tetapi, tentu atmosfernya terasa berbeda karena ini menjadi turnamen terakhir, dan bisa jadi menjadi pertandingan terakhir saya. Saya akan menikmatinya dan berharap mendapat hasil yang baik, apalagi keluarga saya ada di sini,” tutur Wozniacki, Minggu.
Pada 7 Desember 2019, petenis peringkat ke-36 dunia itu mengumumkan rencana pensiun sebagai atlet. Dalam akun media sosialnya, Wozniacki mengatakan, mundur dari tenis profesional yang telah dijalani selama 15 tahun bukan berarti perpisahan kepada penggemar. ”Saya akan tetap berbagi perjalanan saya ke depan dengan kalian,” katanya.
Pengumuman itu disampaikan sekitar setahun setelah dia didiagnosis mengidap rheumatoid arthritis, penyakit terkait kekebalan tubuh yang berefek pada sendi, pada 2018. Masa pensiun, salah satunya, akan digunakan membantu publik membangun kesadaran akan rheumatoid arthritis.
Namun, penyakit tersebut bukan alasan petenis kelahiran Odense, Denmark, 11 Juli 1990, itu untuk mengakhiri kariernya. Wozniacki ingin menikmati indahnya hidup di luar tenis, salah satunya dengan membangun keluarga bersama suaminya, David Lee. Pebasket yang berlaga di NBA pada 2005-2017 dan menjadi juara NBA bersama Golden State Warriors pada 2015 itu menikahi Wozniacki pada Juni 2019.
Pernikahan dengan Lee menjadi salah satu cerita indah dalam kehidupan Wozniacki yang diwarnai drama. Dia pernah bertunangan dengan pegolf Irlandia Utara, Rory McIlroy, pada 2014, tetapi putus pada tahun yang sama.
Di lapangan tenis, Wozniacki yang menempati puncak peringkat dunia pada 11 Oktober 2010-13 Februari 2011 dan 21 Februari 2011-29 Januari 2012 harus menanti hingga Januari 2018 untuk meraih gelar pertama di arena Grand Slam. Pada final sesama petenis yang belum pernah juara Grand Slam, Wozniacki mengalahkan Simona Halep.
Dia pernah mencapai final AS Terbuka 2009 dan 2014, tetapi selalu kalah. Pada 2009, Wozniacki kalah dari Kim Clijsters (Belgia) yang justru akan ”comeback” pada 2020 setelah beristirahat dari kompetisi tenis selama tujuh tahun.
Pada final AS Terbuka 2014, Wozniacki ditaklukkan Serena Williams, yang juga sahabatnya. Bersama Serena pula dia memanfaatkan waktu terakhirnya di arena tenis untuk bersenang-senang.
Untuk pertama kalinya, mereka bermain sebagai ganda putri, selain tampil di nomor tunggal, pada WTA Auckland, Selandia Baru, 6-12 Januari. Duet Williams/Wozniacki bertahan hingga final. ”Itu adalah momen paling menyenangkan dalam karier tenis saya,” kata Wozniakci.
Lupakan kritik
Wozniacki berasal dari keluarga olahraga. Ayahnya, Piotr Wozniakci, adalah pesepak bola profesional yang melatihnya bermain tenis sejak usia tujuh tahun. Ibunya, Anna, atlet bola voli nasional Polandia.
Laga pertamanya di arena profesional terjadi hanya beberapa pekan setelah Wozniacki merayakan ulang tahun ke-15. Kekalahan dari Schnyder, 3-6, 0-6, ketika itu menghasilkan 1.260 dollar AS. Itu menjadi bagian dari total 35,2 juta dollar AS yang diraihnya hingga saat ini.
Setelah meraih gelar pertama pada 2008, final pertama Grand Slam didapat pada AS Terbuka 2009. Setahun kemudian, Wozniacki menjadi petenis Denmark pertama yang berhasil menempati puncak peringkat dunia.
Namun, apa yang diraihnya itu selalu menjadi bahan perbincangan. Bersama Dinara Safina (Rusia) dan Jelena Jankovic (Serbia), mereka dikritik karena menjadi petenis nomor satu dunia tanpa gelar Grand Slam. Posisi itu didapat karena mereka lebih sering tampil dalam turnamen.
Meski Wozniacki bisa melupakan kritik itu, tak demikian dengan ayahnya. ”Nama Caroline ada dalam sejarah tenis. Hanya butuh satu Grand Slam dan Caroline adalah legenda,” kata Piotr kepada The New York Times pada 2012.
Momen untuk membungkam kritik dan menjawab pertanyaan yang sangat sering diajukan kepadanya itu datang pada 2018 di Rod Laver Arena. Wozniacki menjadi bagian dari juara Grand Slam, status yang selalu dinantikan semua petenis. Gelar itu salah satu dari 30 gelar yang didapatnya.
”Saya masih ingin bekerja keras di tenis, tetapi saya ingin melakukan hal berbeda. Saya tidak akan menyesali keputusan ini karena telah bekerja keras untuk mencapainya,” kata Wozniacki. (REUTERS/IYA)