Jaksa Telusuri Pinjam Nama dalam Transaksi Saham Tersangka Jiwasraya
Total 13 saksi diperiksa Kejaksaan Agung pada Selasa (21/1/2020) ini sebagai lanjutan upaya kejaksaan mengusut dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Bersamaan dengan itu, kejaksaan terus memburu aset para tersangka.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya terus berlanjut. Sepanjang Selasa (21/1/2020), Kejaksaan Agung memeriksa 13 saksi. Sebagian dari saksi yang diperiksa digunakan namanya untuk transaksi saham tersangka. Bersamaan dengan itu, penyidik terus menelusuri aset para tersangka.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sejauh ini sudah menetapkan dan menahan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Jiwasraya. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, serta Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat. Kelima tersangka ini masuk dalam 13 daftar orang yang dilarang pergi ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, Selasa malam, di Gedung Kejagung, Jakarta, menjelaskan, dari 13 saksi yang diperiksa, lima orang adalah karyawan PT Bumi Nusa Jaya Abadi. Mereka bertugas mengelola saham milik Benny Tjokro.
Adapun lima saksi lainnya merupakan orang yang namanya dipakai untuk proses transaksi saham atau pinjam nama oleh tersangka. ”Nah, proses pemakaian namanya oleh siapa dan tersangka yang mana, itu sudah masuk materi penyidikan,” katanya.
Sementara tiga saksi tersisa adalah pengelola apartemen yang diduga milik tersangka. Untuk ini pun Hari masih merahasiakannya.
”Intinya, penyidik memeriksa 13 saksi ini terkait pengetahuannya tentang dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka,” katanya.
Aset tersangka
Selain memeriksa saksi, menurut Hari, penyidik terus menelusuri aset para tersangka.
Dalam catatan Kompas, ada tujuh mobil dan satu sepeda motor Harley Davidson milik tersangka yang saat ini berada di Kejagung. Jaksa juga telah meminta pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional atas 156 bidang tanah yang diduga milik Benny Tjokro. Jaksa juga meminta Otoritas Jasa Keuangan memblokir rekening para tersangka dan rekening perusahaan yang berkaitan dengan tersangka.
Menurut Hari, jaksa masih mendata aset lainnya milik Benny Tjokro. Sebab, kuat dugaan Benny juga memiliki kompleks perumahan. Jaksa juga masih melacak kemungkinan adanya aset tersangka di luar negeri. Pengacara Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, yang datang ke Kejagung pada Selasa sore, menjelaskan, rumah dan kantor kliennya sudah digeledah oleh jaksa. Ada sejumlah dokumen yang disita, antara lain dokumen peralihan saham.
Ia menghormati langkah Kejagung itu. Ia belum berencana untuk melakukan praperadilan lantaran masih mencermati proses penyidikan kliennya.
”Ya, untuk sementara saya menyimpulkan, yang dilakukan Pak Heru masih sebatas aksi korporasi. Bahwa ini, kan, soal usaha, investasi tentu ada aturan-aturan yang sudah dilalui. Kalau sekarang terjadi dugaan kesalahan, itu yang kami juga belum tahu. Itu aturan mana yang dilanggar, kami ikuti dululah. Karena ini masih awal,” tuturnya.
Dalam rapat kerja antara Komisi III dan Kejagung, Senin, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, berharap, pengungkapan Jiwasraya oleh Kejagung pada muaranya dapat memberikan keadilan bagi nasabah.
”Ibarat kata pepatah, ular (koruptor) mati, ranting (nasabah) tak patah. Jangan sebaliknya, ular tidak mati, tapi rantingnya malah yang patah,” katanya.
Ibarat kata pepatah, ular (koruptor) mati, ranting (nasabah) tak patah. Jangan sebaliknya, ular tidak mati, tapi rantingnya malah yang patah.
Berdasarkan catatan Kompas, Jiwasraya merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia dengan jumlah nasabah atau pemegang polis sekitar 5,2 juta orang. Akibat buruknya tata kelola, korupsi, dan sejumlah kecurangan terkait dengan pengelolaan investasi, berdasarkan hasil audit BPK, Jiwasraya merugi sekitar Rp 15,83 triliun pada 2018 dan mengalami ekuitas negatif Rp 27,7 triliun per November 2019.
Ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019. Pada 2020, klaim nasabah yang akan jatuh tempo Rp 3,7 triliun. Dengan demikian, total klaim jatuh tempo hingga akhir 2020 mencapai Rp 16,1 triliun.