Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia mendorong dibentuknya kawasan industri furnitur yang menyediakan bahan baku, tempat produksi, hingga pemasaran.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia mendorong dibentuknya kawasan industri furnitur yang menyediakan bahan baku, tempat produksi, hingga pemasaran. Kawasan tersebut diyakini dapat meningkatkan nilai ekspor furnitur tanah air yang masih tertinggal dengan negara tetangga.
Pembentukan kawasan tersebut terungkap dalam pembahasan rapat kerja nasional Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) 2020 di Hotel Santika Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/1/2020). Rapat tersebut dihadiri dewan pimpinan pusat (DPP) dan 16 dewan pimpinan daerah (DPD) HIMKI.
Wakil Ketua Umum HIMKI Wiradadi Soeprayogo mengatakan, kawasan industri furnitur (KIF) dapat memotong biaya produksi karena bahan baku seperti rotan, tempat pembuatannya, hingga penjualannya berada di satu kawasan. Selama ini, pengusaha harus mencari bahan baku ke luar daerah, bahkan menyeberang pulau. Akhirnya, ongkos produksi tidak efisien.
“November (2019) lalu, kami sudah berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk membuat kawasan tersebut. Lokasinya di Kabupaten Pemalang, Brebes, dan Purwodadi. Kami harap, bulan Maret sudah ada kepastian,” ujarnya. Lahan yang dibutuhkan untuk setiap daerah itu seluas 110 hektar untuk menampung 43 pabrik.
Jateng dipilih berdasarkan sejumlah pertimbangan, seperti upah minimum kabupaten yang kompetitif, ketersediaan perajin, dan kualitas sumber daya manusianya. Ketiga daerah tersebut memiliki upah minimum kota/kabupaten (UMK) lebih dari Rp 1,8 juta per bulan. Ini jauh lebih rendah dibandingkan Kabupaten Karawang yang mencapai Rp 4,5 juta per bulan.
Menurut Wiradadi, selain investor dalam negeri, KIF juga bakal ditawarkan untuk investor asal China yang kerap memproduksi furnitur dalam jumlah besar. China dapat menyerap bahan baku furnitur dalam negeri yang belum tergarap optimal. Dia mencontohkan, kayu jenis mahoni saja baru diserap industri dalam negeri sekitar 60 persen.
Investor China, katanya, diharuskan bermitra dengan pengusaha lokal sehingga industri mebel dan kerajinan dalam negeri bisa meningkat dalam hal produksi. Adapun, tenaga kerja yang dibutuhkan mencapai puluhan ribu untuk satu daerah. Pengusaha luar Jawa juga diuntungkan karena bahan baku mereka terserap.
“Jadi, orang kita enggak melongo saja. Bahkan, nilai ekspor mebel dan kerajinan bisa meningkat 25 persen per tahun,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur menambahkan, KIF merupakan salah satu kunci melesatnya industri furnitur Vietnam. Tahun lalu, nilai ekspor mebel dan kerajinan negara tetangga itu mencapai 11,5 miliar dolar AS.
“Sementara kita hanya 2,5 miliar dolar AS. Tahun sebelumnya 2,2 miliar dolar AS. Nilai ekspor kami hanya tumbuh sekitar 4 persen per tahun,” ungkapnya.
Sobur juga mendesak pemerintah untuk menghentikan penerapan sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) di hilir karena sudah dilakukan di sektor hulu. SVLK yang merupakan salah satu syarat ekspor, katanya, menambah ongkos produksi sehingga harga furnitur dalam negeri sulit bersaing dengan Vietnam dan Malaysia.
“Padahal, Presiden Joko Widodo sudah menyetujui untuk menghapus SVLK di hilir saat rapat terbatas Oktober lalu,” ujarnya.
Sementara kita hanya 2,5 miliar dolar AS. Tahun sebelumnya 2,2 miliar dolar AS. Nilai ekspor kami hanya tumbuh sekitar 4 persen per tahun. (Abdul Sobur)
Ketua Umum HIMKI Soenoto mengatakan, masalah lain yang dihadapi industri mebel dan kerajinan Indonesia adalah dugaan penyelundupan bahan baku. Industri mebel di Cirebon, misalnya, kerap kesulitan mendapatkan bahan baku dengan ukuran tertentu. Padahal, 85 persen rotan dunia ada di Indonesia.
“Berbagai hal ini perlu dibenahi. Kalau tidak, jangankan mendatangkan investor meningkatkan industri furnitur, investor yang ada saja akan pindah ke Vietnam,” katanya.