Delapan dari 10 calon lulus menjadi hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung. Salah satu pimpinan Komisi III DPR menyebutkan, jika acuannya kualitas, tidak ada calon yang layak lulus.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat meloloskan delapan dari 10 calon hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan pada 21-22 Januari 2020. Padahal, sebelumnya, ada keraguan pada kapasitas dari para calon tersebut.
Dari delapan calon hakim yang lolos itu, lima hakim akan mengisi posisi hakim agung, yaitu Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Banjarmasin Soesilo, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Dwi Sugiarto, Panitera Muda Perdata Khusus pada Mahkamah Agung (MA) Rahmi Mulyati, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kupang Busra, dan Hakim Militer Utama Pengadilan Militer Utama Brigadir Jenderal Sugeng Sutrisno.
Soesilo akan mengisi kamar pidana, Dwi dan Rahmi mengisi kamar perdata, Busra kamar agama, serta Sugeng kamar militer.
Adapun dua calon hakim lainnya, calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) pada MA, adalah Agus Yunianto, Hakim Ad Hoc Tipikor Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Surabaya, dan Ansori, Hakim Ad Hoc Tipikor Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah.
Kemudian, satu calon hakim tersisa, calon hakim ad hoc hubungan industrial pada MA, yaitu Sugiyanto, Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Semarang. Sugianto berangkat dari unsur serikat pekerja/buruh.
Adapun dua calon yang tidak lolos adalah Sartono, Wakil Ketua III Pengadilan Pajak Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim, yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan untuk posisi hakim agung, dan Willy Farianto, advokat dari Farianto dan Darmanto Law Firm, untuk posisi calon hakim ad hoc hubungan industrial pada MA dari unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia.
”Delapan nama yang lolos dan dua yang tidak lolos ini kami putuskan secara musyawarah mufakat,” ujar Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Herman Hery di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan telah mempertimbangkan segala aspek dalam menilai ke-10 calon.
Terkait Sartono yang tidak lolos, Arsul membenarkan dia tak lolos karena diduga melakukan plagiarisme. Sartono diduga mengutip bagian jurnal akademik dan artikel opini di media massa tanpa menyertakan sumber. Akibatnya, uji kelayakan dan kepatutan terhadap Sartono pada Rabu (22/1/2020) dihentikan sebelum tuntas.
Ini bukan kali pertama Sartono gagal lolos. Sebelumnya, persisnya Mei 2019, dia pernah mengikuti ujian yang sama. Saat itu, Komisi III DPR tidak meloloskannya karena dinilai tidak memenuhi standar kompetensi sebagai hakim agung.
Lolosnya para calon menjadi hakim agung dan hakim ad hoc terbilang mengejutkan. Sebab, sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa menilai, semua calon hakim yang diajukan Komisi Yudisial itu masih jauh dari harapan.
Namun, karena MA dihadapkan pada persoalan kurangnya hakim, harus ada yang diloloskan. Sebelumnya, MA mengajukan 11 hakim agung.
”Kalau mau Komisi III benar, tidak ada satu pun lolos,” ujar Desmond.
Di samping soal plagiarisme, menurutnya, jawaban yang diberikan para calon selama uji kelayakan dan kepatutan tidak memuaskan. Kemudian, berdasarkan penelusurannya atas putusan yang pernah dibuat para calon, putusan-putusan itu dinilainya jauh dari rasa keadilan.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyayangkan diloloskannya para calon menjadi hakim ketika ada keraguan di internal Komisi III. Padahal, MA membutuhkan hakim yang berintegritas dan berkualitas yang mampu menangani beragam kasus dari seluruh Indonesia.
”Kapasitas hakim juga diperlukan agar mereka dapat menimbang putusan yang adil. Sebagaimana diketahui, banyak hukum di Indonesia tidak selaras atau saling berbenturan sehingga butuh kapasitas untuk menghadirkan keadilan dalam kasus-kasus tersebut,” katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengapresiasi keputusan Komisi III yang telah meloloskan delapan calon di tengah persoalan kekurangan hakim yang dihadapi MA. Kehadiran mereka diharapkan mampu meningkatkan kerja MA dalam mengadili perkara.
MA, menurut dia, tak akan mempersoalkan kualitas mereka yang lolos menjadi hakim sekalipun sempat ada keraguan di internal Komisi III DPR. ”MA percaya bahwa mereka sudah diproses dan melalui proses yang benar,” ujar Abdullah.