Masyarakat Jangan Panik, Menkes Pastikan Indonesia Masih Aman
Saat ini ada satu pasien yang terduga tertular virus korona jenis baru. Pasien berinisial R berusia 35 tahun ini memiliki riwayat perjalanan dari China dan telah dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Virus korona jenis baru dari Wuhan, China, dipastikan belum menyebar ke Indonesia. Masyarakat pun diimbau tidak panik. Meski begitu, kewaspadaan akan penularan virus tersebut terus ditingkatkan, termasuk untuk mendeteksi gejala sejak dini.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan hal ini seusai mengunjungi Gedung BRI 2 di Jakarta, Kamis (23/1/2020), setelah dikabarkan ada salah satu karyawan yang diduga mengalami gejala infeksi virus korona jenis baru. Dalam kesempatan itu, ia memastikan karyawan tersebut tidak tertular virus yang telah menyebabkan 17 orang meninggal di China.
”Masyarakat tidak perlu panik. Kewaspadaan memang harus dilakukan. Pemerintah sudah mengantisipasi secara terus-menerus, mulai dari pintu masuk negara, baik yang masuk lewat udara, laut, maupun lintas darat. Edukasi pada masyarakat juga terus dilakukan,” ucap Terawan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang menambahkan, pemerintah daerah sudah diminta melakukan pemantauan lebih lanjut kepada masyarakat yang berisiko tinggi tertular virus korona jenis baru. Apabila ada warganya yang memiliki riwayat bepergian dari daerah yang memiliki kasus penyakit menular, seperti infeksi virus korona terbaru ini, perlu dipantau sampai masa inkubasi virus berakhir yang lamanya sekitar 14 hari.
Ia mengatakan, seusai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemerintah belum memberikan larangan ataupun pembatasan perjalanan dari dan ke China. Namun, masyarakat yang hendak bepergian ataupun datang dari China diimbau tetap waspada jika mengalami gejala penularan infeksi virus korona tipe baru tersebut.
Gejala yang perlu diperhatikan antara lain demam, batuk, pilek, dan sesak napas. ”Jika ada riwayat bepergian dari negara yang ada kasus penularan (virus korona jenis baru) segera periksa ke fasilitas layanan kesehatan. Jika ada dugaan penularan, perlu dipastikan lebih lanjut melalui pemerikssan laboratorium,” kata Vensya.
Virus korona jenis baru yang pertama kali diidentifikasi di kota Wuhan, China, merupakan jenis beta virus korona yang memiliki galur (strain) yang belum pernah ditemukan pada manusia. Virus ini diketahui memiliki kesamaan dengan virus pemicu sindrom pernapasan Timur Tengah (Mers-CoV) dan sindrom pernapasan akut parah (SARS-CoV).
Informasi terkait virus korona jenis baru ini masih terbatas. Namun, virus ini sudah bisa terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium yang mumpuni. Indonesia pun sudah mampu untuk melakukan deteksi tersebut melalui laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Siswanto menuturkan, pemeriksaan laboratorium dilakukan lewat kultur dahak (sputum) dari pasien. Dari sampel yang diteliti tersebut kemudian dicocokkan dengan genom dari virus korona jenis baru dari Wuhan. Hasil dari pemeriksaan ini bisa didapatkan setelah dua hari.
Otoritas kesehatan China sebelumnya sudah memasukkan genom lengkap dari virus korona jenis baru dalam portal Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Data ini bisa digunakan untuk membantu mendeteksi virus korona jenis baru.
Terduga tertular
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworontu mengatakan, saat ini terdapat satu pasien yang terduga tertular virus korona jenis baru. Pasien berinisial R dengan usia 35 tahun ini memiliki riwayat perjalanan dari China dan kini telah dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso.
”Keadaan umumnya baik. (Pasien) ini masih terduga, masih ada tahapan yang harus dilakukan. Setelah hasil laboratorium menunjukkan hasil positif, baru bisa dikatakan ada penularan. Jadi, ini masih suspect (dicurigai) sehingga kami masukkan dalam pengawasan yang sama dengan MERS-CoV,” katanya.
Menurut Wiendra, tata laksa yang dilakukan pada pasien tersebut sama dengan tata laksana pada MERS-CoV. Pemantauan secara intensif akan terus dilakukan.