Ujian bagi Upaya Pemberantasan Korupsi
Penuntasan kasus dugaan suap yang melibatkan politikus PDI-Perjuangan menjadi ujian integritas dan independensi pimpinan lembaga antikorupsi. Citra KPK pun dipertaruhkan.
Penuntasan kasus dugaan suap yang melibatkan politikus PDI-P menjadi ujian integritas dan independensi pimpinan lembaga antikorupsi. Citra KPK dipertaruhkan.
Perhatian publik atas kasus dugaan suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, tak juga surut meski penangkapan salah satu penyelenggara pemilu ini sudah dua pekan berlalu. Tak hanya Wahyu dan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku, yang menjadi tersangka pemberi suap, drama dalam kasus ini kini beralih fokus.
Nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly kini terbawa, khususnya terkait pemberian informasi keberadaan Harun yang simpang siur. Sebagian kalangan menilai Yasonna sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar mengenai hal itu.
Sejak operasi senyap berlangsung, KPK sebenarnya sudah mengalami beberapa kendala. Harun yang menjadi target operasi dan diduga bersama Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto lepas saat hendak diamankan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta. Dalam hal ini, Hasto sudah membantah berada di PTIK dan juga menepis dugaan keterlibatan dalam kasus itu.
"Kesulitan lain adalah upaya penyegelan ruangan di Kantor PDI-P pun gagal dilakukan. Setelah itu, persoalan geledah juga mencuat. Izin geledah dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) politikus PDI-P itu ternyata lama diajukan oleh pimpinan KPK kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK"
Kesulitan lain adalah upaya penyegelan ruangan di Kantor PDI-P pun gagal dilakukan. Setelah itu, persoalan geledah juga mencuat. Izin geledah dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) politikus PDI-P itu ternyata lama diajukan oleh pimpinan KPK kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dari penjelasan Dewas, ada jeda waktu antara penangkapan dan pengajuan izin penggeledahan.
Baca Juga: Wahyu Dicecar Seputar Pertemuan dengan Tio
Hilangnya Harun juga tak lekas direspons oleh pimpinan KPK. Hingga 13 Januari 2020, KPK bersuara bahwa Harun tengah berada di Singapura sejak 6 Januari 2020 sejalan dengan informasi yang diberikan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam jumpa pers pada hari yang sama. KPK pun menyambutnya dengan mengirimkan surat cegah.
Biasanya, surat pencegahan tersangka bepergian ke luar negeri segera disampaikan kepada instansi berwenang. Namun, dalam kasus ini, ada jeda sekitar empat hari setelah Harun ditetapkan sebagai tersangka. Ditjen Imigrasi juga menganggap pengajuan tak lagi relevan karena yang bersangkutan sudah di luar negeri. Hal ini pula yang kemudian dilegitimasi terus- menerus, baik oleh Menkumham Yasonna H Laoly, kepolisian, dan KPK sendiri.
Rabu (22/1/2020), fakta keberadaan Harun di Indonesia tak lagi bisa dibantah. Dengan dalih delay time dalam pemrosesan data pelintasan keimigrasian di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, Ditjen Imigrasi menyampaikan Harun sudah di Indonesia sejak 7 Januari 2020, tetapi tidak terdeteksi. Yasonna pun enggan menanggapi hal ini. KPK pun menindaklanjuti perkembangan informasi yang disampaikan imigrasi dan menyatakan akan mencari Harun bersama kepolisian.
Sementara itu, PDI-P terus bermanuver. PDI-P membentuk tim hukum pada 15 Januari lalu. Yasonna berada dalam acara pengumuman pembentukan tim hukum tersebut. Seperti diketahui, ia adalah Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDI-P.
Tim ini pun kemudian menemui berbagai pimpinan instansi. Dari KPU, Dewan Pengawas, Kepolisian, hingga Dewan Pers didatangi. Alasannya untuk berkonsultasi dan melaporkan terkait upaya penggeledahan di kantor PDI-P dan pemberitaan yang dinilai tak berimbang.
Bermuara pada UU
Kegagapan KPK
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang diwawancarai Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo untuk tayangan Satu Meja bertajuk “Adu Nyali Pemberantasan Korupsi” menuturkan, kondisi ini menunjukkan kegagapan yang dialami KPK. Hal ini tak dapat dilepaskan dari perubahan undang-undang dan perkara yang menyasar partai politik penguasa.
Acara bincang-bincang yang ditayangkan di Kompas TV pada Rabu (22/1/2020) ini, dihadiri secara langsung juga oleh Ahli Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar, Kepala Pemberitaan Tempo Media Arif Zulkifli, Tenaga Ahli KSP Donny Gahral Ardian, Ketua DPN Peradi Luhut Pangaribuan, advokat PDIP Teguh Samudera, dan Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari.
“Petaka itu berawal dari perubahan undang-undang. Sistem yang sudah ada, sudah rapi berjalan, hancur begitu saja lewat revisi undang-undang. Fakta yang terjadi dalam perkara komisioner KPU ini sangat menyakitkan dan menunjukkan KPK memang dilemahkan,” kata Zainal.
“Petaka itu berawal dari perubahan undang-undang. Sistem yang sudah ada, sudah rapi berjalan, hancur begitu saja lewat revisi undang-undang. Fakta yang terjadi dalam perkara komisioner KPU ini sangat menyakitkan dan menunjukkan KPK memang dilemahkan”
Kendali yang dulu hanya dipegang pimpinan KPK sehingga proses perjalanan perkara dari penangkapan, penetapan tersangka, sampai penggeledahan berjalan dalam satu waktu. Kini, izin ke Dewan Pengawas membuat langkah penanganan terhambat. Di sisi lain, pimpinan KPK juga tak terlihat serius dalam menangani perkara ini. Belum lagi, ada dugaan obstruction of justice yang dilakukan pihak tertentu dalam perkara ini.
Serampangan
Hal ini diamini oleh Arif. Revisi undang-undang yang digarap serampangan oleh anggota legislatif terbukti mematikan kinerja KPK. Ini terlihat kerepotan penyelidik dan penyidik saat bertugas pada operasi tangkap tangan terakhir. Pimpinan KPK tak banyak berbuat dalam kondisi semacam ini.
“Kondisi politis membuat Ketua KPK sekarang susah mengambil sikap,” ujar Arif.
Baca Juga: Pengganti Wahyu Perlu Segera Ditetapkan
Hal tersebut setidaknya terlihat dengan jelas dalam simpang siur keberadaan Harun. KPK lebih memilih mempercayai Ditjen Imigrasi yang nyatanya juga mengaku kecolongan karena ada delay time yang tidak lazim terjadi.
Sedangkan, Donny berpendapat kegagapan pada masa transisi ini terjadi karena belum ada aturan turunan yang lengkap dari undang-undang baru ini. Dengan demikian, KPK memang tak bisa menghindari adanya perlambatan dalam kinerjanya saat ini. Luhut juga menyampaikan hal serupa.
Sementara Taufik tetap berharap masyarakat mendukungKPK agar tidak mati. Dukungan itu mesti dipertanggungjawabkan oleh KPK dengan berani mengusut tuntas dan membongkar perkara ini, termasuk pihak-pihak yang diduga melindungi Harun.
Penanganan perkara ini menjadi taruhan besar bagi KPK untuk mempertahankan kepercayaan publik terkait tugas pemberantasan korupsi. Integritas dan independensi pimpinan KPK tengah diuji, begitu pula pemerintah dalam mengelola persoalan "kesalahan" informasi terkait keberadaan buron KPK, Harun Masiku.
Publik mengamati. Publik menanti.