Jalan Sunyi Jamal Khashoggi
”Saya telah mengambil keputusan yang berbeda.
Saya telah meninggalkan rumah, keluarga, dan pekerjaan.
Saya ingin menyuarakan pendapat saya.”
(Jamal Khashoggi, The Washington Post, 17 September 2017)
Kisah tentang seseorang yang berani menanggung konsekuensi atas pilihan hidupnya selalu menarik untuk diikuti, seperti Jamal Khashoggi, jurnalis senior Arab Saudi yang dilaporkan meninggal di dalam kantor konsulat negaranya di Istanbul, Turki. Sebelumnya, selama 18 hari keberadaan Khashoggi diselimuti misteri setelah masuk ke kantor konsulat tersebut pada 2 Oktober 2018.
https://kompas.id/baca/utama/2018/10/20/arab-saudi-akui-khashoggi-tewas-di-konsulat-di-istanbul/
Keputusan memilih menyuarakan pendapatnya bukan pilihan awal dalam hidupnya. Sebelumnya, ia menduduki posisi puncak berbagai media di Arab Saudi, bahkan bekerja sebagai konsultan media bagi pemerintah. Menurut pengakuannya, menyakitkan mengetahui bahwa banyak temannya ditangkap karena menyuarakan pendapat mereka, sedangkan di sisi lain, dirinya memilih diam seribu bahasa karena takut kehilangan pekerjaan, kebebasan, dan keluarga.
Khashoggi akhirnya memilih menyuarakan pendapat, mengorbankan rumah, keluarga, dan pekerjaannya. Hal itu dia wujudkan dengan meninggalkan Arab Saudi, bermukim di Amerika Serikat, dan menulis di surat kabar The Washington Post.
Dimulai dengan tulisannya berjudul ”Saudi Arabia wasn’t always this repressive. Now it’s unbearable” dimuat di The Washington Post, 17 September 2017, ia konsisten menyuarakan keresahan dan harapannya terhadap Pemerintah Arab Saudi.
Total ada 21 tulisan Jamal Khashoggi dari 17 September 2017 sampai dengan 17 Oktober 2018 yang dapat diakses di laman The Washington Post. Satu tulisan terakhir diterbitkan setelah dia dinyatakan menghilang.
Khashoggi membuka tulisan perdananya dengan perkenalan diri dan alasan dia melarikan diri ke Amerika Serikat. Ia menyatakan bahwa ketakutan, intimidasi, penangkapan, dan keengganan publik cendekiawan untuk menyuarakan pikiran mereka di Arab Saudi bukanlah rahasia baru.
Arab Saudi bersama dengan negara di Timur Tengah lainnya selalu berada di posisi akhir dalam hal kebebasan pers. Menurut pemeringkatan yang dibuat oleh Reporters without Borders, pada 2018 Arab Saudi berada di peringkat ke-168 dari 180 negara dalam hal kebebasan pers. Oleh karena itu, Khashoggi memutuskan keluar dari Arab Saudi agar bisa tetap menyuarakan pendapatnya dengan bebas.
Tulisan-tulisannya banyak mengkritik kebijakan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS). Bahkan, di beberapa tulisan, dengan terus terang, Khashoggi menempatkan diri sebagai orang yang lebih tua dan mengajari MBS untuk belajar dari sejarah serta belajar dari keberhasilan dan kegagalan negara dan kerajaan lain.
Sikap terus terang dalam tulisan-tulisannya itulah yang dianggap banyak pihak membahayakan hidupnya. Sejak masih tinggal di Arab Saudi, kritik Khashoggi langsung ditanggapi pemerintah dengan tegas. Dalam tulisan terakhirnya di koran The Washington Post yang berjudul ”Saudi Arabia’s reformers now face a terrible choice”, Khashoggi menceritakan bahwa dirinya telah diminta diam selama enam bulan sebelum akhirnya pindah ke Amerika Serikat pada Juni 2017.
Masih dalam tulisan tersebut, Khashoggi menyadari bahwa penulis seperti dirinya, yang menawarkan kritik dengan hormat (offer criticism respectfully), dianggap lebih berbahaya daripada oposan yang memprotes Pemerintah Arab Saudi dengan tindakan-tindakan keras di London.
Dalam pengasingan dirinya, demikian ia menyebut kepindahannya ke Amerika Serikat, Pemerintah Arab Saudi bertindak lebih serius, mengutus seorang pejabat tinggi untuk menemuinya dan memintanya pulang. Ia menolak dan tetap menyuarakan kritiknya lewat tulisan.
Kritik Khashoggi yang dilakukan dengan santun dapat ditemukan jejaknya dalam 21 tulisannya di Washington Post. Khashoggi menyatakan bahwa sebagai warga negara Arab Saudi, dirinya tidak melawan Pemerintah Arab Saudi. Ia menegaskan bahwa dirinya bukan musuh bagi Pemerintah Arab Saudi. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa dirinya mendukung reformasi dan visi 2030 yang diusung MBS, bahkan berharap bahwa visi tersebut dapat segera terwujud.
Kritik yang dilakukan dengan hormat itu juga tampak dalam salah satu tulisannya yang memperingatkan Arab Saudi untuk tidak bergembira di atas gerakan protes di Iran. Gerakan protes yang terjadi di Iran ditanggapi positif oleh publik Arab Saudi karena dianggap berpotensi menggulingkan pemimpin tertinggi Iran. Akan tetapi, hal itu dianggap ironis oleh Khashoggi. Kebebasan berpendapat yang diwujudkan dalam protes oleh warga Iran bisa jadi akan menyebar dan menjadi tuntutan warga Arab Saudi.
Segala kritik Khashoggi, bahkan yang ad hominem kepada Putra Mahkota Kerajaan Al-Saud, diletakkan dalam kerangka kecintaannya terhadap negara Arab Saudi. Kritiknya kepada pemerintah di bawah MBS dapat dikelompokkan dalam empat hal besar yang semuanya dihubungkan dengan janji reformasi yang diserukan sang pangeran.
Pertama, Khashoggi menekankan perlunya transparansi dalam perang melawan korupsi. Ia mengkritik tindakan penahanan yang dilakukan pemerintah, baik terhadap mereka yang dianggap kritis maupun penahanan kepada para taipan Arab Saudi, bahkan kepada para pangeran yang dianggap korup.
Menurut Khashoggi, tindakan penahanan, bahkan kepada mereka yang korup, harus melalui pengadilan yang adil. Dalam hal ini, ia mengajukan contoh penangkapan dan pengadilan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye karena kasus korupsi. Khashoggi menuliskan kritiknya dalam tulisannya yang berjudul ”What Saudi Arabia could learn from South Korea about fighting corruption” pada 8 Januari 2018.
Pengadilan terhadap kasus korupsi Park Geun-hye dilakukan dengan terbuka di muka umum dan hasilnya diserahkan sepenuhnya kepada pengadilan. Dengan kepastian hukum yang demikian, kegiatan bisnis dan pasar tidak terganggu. Khashoggi berharap, situasi keterbukaan di Korea Selatan dapat juga terwujud di dalam reformasi di Arab Saudi, terutama pemberantasan korupsi, yang sedang dijalankan MBS.
Menurut Khashoggi, di Arab Saudi, perang terhadap korupsi selama satu tahun terakhir diselimuti dengan kegelapan. Tak ada transparansi dan pengadilan yang terbuka terhadap penahanan para taipan, bahkan terhadap para pangeran yang didakwa melakukan korupsi. Hal itu dianggap malah membuat ketidakpastian bagi kalangan usaha. Pesan yang ingin disampaikan oleh Khashoggi jelas. Apabila para pangeran saja dapat diperlakukan dengan semena-mena, apalagi pebisnis yang tak berhubungan dengan keluarga kerajaan.
Dengan keras, dalam tulisan yang lain, Khashoggi menyamakan tindakan MBS dengan Putin. Kesamaan yang dianggap mencolok adalah bahwa MBS dianggap melakukan penangkapan tebang pilih. Penangkapan para pangeran mungkin tampak sebagai berita gembira karena untuk pertama kalinya para anggota kerajaan diperlakukan layaknya rakyat kebanyakan.
Akan tetapi, di sisi lain bisa dibaca, tindakan itu sebagai pemusatan kekuasaan sang penguasa daripada keinginan untuk memberantas korupsi. Bahkan, dalam tulisannya yang lain, Khashoggi melihat tindakan MBS merupakan pembersihan terhadap anggota kerajaan yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Raja Abdul Aziz.
Terhadap usaha perang terhadap korupsi, Khashoggi memberikan saran kepada MBS untuk tetap menjaga dua hal bagi perekonomian di Arab Saudi: kepercayaan terhadap negara dan peran perusahaan nasional.
Kategori kedua, Khashoggi menegaskan bahwa sebuah reformasi tak dapat berjalan beriringan dengan tindakan represi. Sejak tulisannya yang pertama, Khashoggi gigih menentang cara-cara penahanan yang dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Ia menggambarkan gelombang besar penahanan terhadap orang-orang yang berpengaruh di Arab Saudi, termasuk terhadap rekan-rekannya. Rekan Khashogi banyak dibungkam karena keberanian mereka mengekspresikan pendapat yang bertentangan dengan kepemimpinan di Arab Saudi.
Reformasi yang dibarengi dengan represi, penahanan, dan pembungkaman kebebasan berpendapat bukanlah reformasi yang ia harapkan dari pemerintahan MBS. Ia menagih janji reformasi yang disampaikan Putra Mahkota MBS yang akan membuat Arab Saudi lebih terbuka dan bersikap lebih toleran.
Dalam salah satu tulisannya, Khashoggi menyebut Pangeran Mohammed bertindak benar saat ingin melawan para ekstremis, tetapi dia salah sasaran. Khashoggi menyebutkan bahwa MBS malah menempatkan mereka yang ia anggap berpikiran ekstrem di posisi-posisi penting di pemerintahan. Oleh karena itu, Khashoggi mempertanyakan, bagaimana mungkin Arab Saudi akan dibawa ke arah moderat apabila cara pandang ekstrem malah ditoleransi.
Dalam mengelola perbedaan pendapat, Khashoggi meminta MBS belajar dari Ratu Elizabeth II. Ia membandingkan Ratu Inggris yang semakin terbuka dan mau mendengar rakyatnya setelah kematian Putri Diana dan menjamin tumbuhnya kebebasan berpendapat.
Ketiga, Arab Saudi harus belajar dari sejarah dan berperan aktif menjaga perdamaian di kawasan Timur Tengah. Menurut Khashoggi, kebijakan Arab Saudi di kawasan Timur Tengah telah menciptakan persoalan bagi dirinya sendiri. Di Lebanon, Arab Saudi telah menjauhkan diri dari sekutunya, yaitu Suni di Lebanon.
Di lain kesempatan, Khashoggi menilai bahwa keterlibatan Arab di Yaman demi membendung ekspansi Iran menjadikan Yaman bergerak menjadi negara dengan tingkat kelaparan paling tinggi di dunia.
Dalam hal ini, Arab Saudi perlu bertanggung jawab dengan cara menghentikan keterlibatannya dan belajar dari Raja Faisal pada 1965. Saat itu, Raja Faisal mampu memimpin negosiasi damai dan berhasil mengakhiri perang dengan mengundang kedua belah pihak yang bertikai ke istananya. Menurut Khashoggi, MBS perlu lebih terbuka mendengar nasihat para seniornya yang lebih matang.
Sebagai satu satunya negara di Timur Tengah yang paling stabil secara ekonomi dan politik, Arab Saudi tak perlu menaikkan tensi dengan menambah musuh di daerah Teluk. Bahkan, seharusnya mampu menggunakan kekayaannya untuk berperan konstruktif membawa kedamaian di kawasan Teluk.
Khashoggi menyejajarkan kritiknya dengan bantuan film Black Panther yang menunjukkan adanya kerajaan yang kaya raya dan mampu mengerahkan kekayaannya demi kedamaian di kawasannya.
Keempat, menjaga visi reformasi agar tidak terjebak dalam pembangunan hal-hal megah dan fisik, tetapi terus mengupayakan pembangunan manusia di dalamnya.
Untuk menjaga visi reformasi MBS, Khashoggi menyarankan agar MBS mengunjungi Detroit. Detroit dianggap sebagai kota yang berhasil bangkit dari kebangkrutan.
Akan tetapi, di balik keberhasilan Detroit, tersimpan persoalan besar kemiskinan yang terus membesar. Hal itu disamakan dengan situasi di Arab Saudi saat ini. Khashoggi mewanti-wanti, jangan sampai proyek-proyek raksasa, misalkan terwujudnya Zona Laut Merah, hanya berhenti sebagai proyek yang tak menyentuh sebagian besar penduduk Arab Saudi.
Dari Detroit, Khashoggi menyampaikan pesan bahwa revitalisasi dan pemulihan daerah urban adalah hal yang mungkin dilakukan, tetapi pertama-tama investasi di bidang sumber daya manusia, perumahan, dan pekerjaan bagi rakyat perlu dikerjakan secara serius.
Dalam tulisannya di The Washington Post pada 21 Mei 2018, ”Saudi Arabia’s reformers now face a terrible choice”, Khashoggi menyampaikan harapan terakhirnya. Ia sangat rindu akan kampung halamannya di Arab Saudi. Akan tetapi, melankoli itu tertutupi saat dia memikirkan bahwa reformasi di Arab Saudi tak boleh mengorbankan ruang publik yang tersedia untuk berdiskusi dan berdebat.
Harapan Khashoggi untuk bangun setiap pagi dan berharap pulang ke kampung halamannya mungkin tak lagi dapat terpenuhi. Akan tetapi, suara yang ia tuangkan lewat tulisan telah didengar dunia: represi dan intimidasi tidak dapat berjalan beriringan dengan reformasi. (LITBANG KOMPAS)