BPPT Kembangkan Pembangkit Listrik Sampah Sistem Termal
Oleh
Yuni Ikawati
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sampah dari perkotaan di Indonesia umumnya dihasilkan dalam jumlah besar dan tidak terolah dengan baik sehingga menimbulkan soal lingkungan di lokasi tempat pembuangan akhir. Salah satu solusi mengatasinya adalah memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, Kamis (14/2/2019), menjelaskan, proyek percontohan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) itu dirintis pembang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang Bekasi, Jawa Barat.
Pembangkit listrik itu memakai pengolahan sampah sistem termal. Pembangkit listrik berkapasitas 50-100 ton per hari itu menghasilkan daya listrik hingga 700 kilowatt. Pembangkit listrik tenaga sampah ini merupakan yang pertama di Indonesia.
Pengolahan sampah sistem termal tersebut dapat berfungsi dengan baik untuk pembangkitan listrik. ”Dengan demikian, penerapan teknologi ini menjadi solusi untuk mengatasi masalah timbunan sampah di perkotaan, khususnya di DKI Jakarta,” ujar Hammam.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DKI Jakarta Isnawna Adji mengatakan, sampah menjadi masalah yang belum terpecahkan. Selama ini sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir di luar DKI Jakarta, yaitu di Bantargebang, Bekasi. Penampungannya di areal seluas 110 hektar. Sampah yang dikirim ke daerah ini hampir 7.000 ton setiap hari.
”Pengolahan sampah dengan teknologi termal ini dapat memusnahkan sampah dalam waktu cepat,” kata Hammam. Teknologi pengolahan sampah ini juga ramah lingkungan.
Pengolahan sampah dengan teknologi termal ini dapat memusnahkan sampah dalam waktu cepat.
Pembangunan PLTSa di Bantar Gebang didukung oleh industri dalam negeri, sehingga nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) juga tinggi. Penerapan teknologi pengolahan sampah sesuai dengan Perpres PLTSA dengan TKDN yang tinggi.
”Model PLTSa ini diharapkan menjadi rujukan bagi PLTSa di perkotaan. Pengkajian dan pengembangan akan dilakukan untuk menghasilkan model terbaik dan dapat diterima oleh masyarakat untuk menunjang Society 5.0,” ujar Hammam.