Penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala spesifik sehingga sering terlambat disadari.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat didorong untuk aktif menjaga dan memeriksa kesehatan pribadi. Hal ini merupakan upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap penyakit tidak menular, salah satunya penyakit ginjal kronik.
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala spesifik sehingga sering terlambat disadari. Kini, diprediksi ada 10 persen penduduk di dunia menderita PGK. Sebanyak 9 dari 10 orang tidak menyadari PGK yang dialami.
”Akibatnya, pasien yang datang berobat sudah mengalami PGK stadium lanjut. Ada lima stadium gangguan ginjal. Tahap akhir, yaitu stadium kelima, disebut sebagai gagal ginjal. Kesadaran masyarakat akan kesehatan ginjal sangat diperlukan untuk mencegah PGK,” tutur Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Aida Lydia di Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Hal ini disampaikan dalam rangka memperingati Hari Ginjal Dunia (World Kidney Day). Hari tersebut dirayakan setiap Kamis minggu kedua bulan Maret. Hari Ginjal Dunia tahun ini diperingati pada Kamis, 12 Maret.
Angka kejadian PGK di dunia diperkirakan 11-13 persen. Mayoritas pasien berada di stadium ketiga. Adapun kasus gagal ginjal diderita 1 juta-5 juta orang di dunia.
”Angka ini diprediksi sebagai puncak dari fenomena gunung es. Angka PGK diperkirakan jauh lebih tinggi dari angka gagal ginjal. Padahal, PGK bisa dicegah,” kata Aida.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka prevalensi PGK adalah 2. Angkanya naik menjadi 3,8 pada 2018.
Adapun data Indonesian Renal Registry (IRR) 2018 menyatakan, penderita gagal ginjal yang memerlukan dialisis sebanyak 499 orang per sejuta penduduk. Sementara itu, penderita yang menjalani hemodialisis atau cuci darah berjumlah 77.892 orang dan pasien baru sebanyak 30.843 orang.
Bisa dicegah
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane mengatakan, faktor risiko PGK dan semua penyakit tidak menular bisa dicegah. Ini dilakukan dengan gaya hidup sehat, seperti menjaga asupan garam dan gula, olahraga 3-4 kali seminggu, menghindari konsumsi alkohol, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi obat tanpa resep dokter.
”Tekanan darah dan kadar gula darah juga harus dicek secara rutin. Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), 70 persen penyakit tidak menular bisa dicegah. Oleh sebab itu, memeriksa kesehatan dan deteksi dini itu penting sekali,” ujar Cut.
Faktor utama terjadinya PGK di Indonesia antara lain hipertensi (36 persen) dan diabetes (28 persen). Orang yang menderita obesitas juga berisiko terkena PGK.
Cut mengimbau masyarakat yang berisiko PGK untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Orang berisiko PGK adalah yang keluarganya menderita antara lain hipertensi dan diabetes. Pemeriksaan bisa dilakukan di pos pembinaan terpadu (posbindu) terdekat.
Tekanan darah dan kadar gula darah juga harus dicek secara rutin. Menurut WHO, 70 persen penyakit tidak menular bisa dicegah. Oleh sebab itu, memeriksa kesehatan dan deteksi dini itu penting sekali
Puskesmas pun berperan dengan mencatat riwayat kesehatan masyarakat dari rumah ke rumah (door to door). Program ini berlangsung sejak 2016. Menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan Saraswati, pencatatan riwayat kesehatan masyarakat telah mencapai 70 persen.
Beban ekonomi
Selain berdampak pada kesehatan, beban penyakit ginjal secara ekonomi pun signifikan. Dialisis menghabiskan dana terbesar keempat yang harus dibayar BPJS Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dana terbesar dialirkan untuk pengobatan penyakit jantung, dilanjutkan stroke dan kanker.
Penanganan penyakit ginjal menghabiskan 12 persen dana BPJS Kesehatan Rp 2,3 triliun pada 2018. Adapun 1.784.962 kasus gagal ginjal di periode tersebut. Pada 2014-2018, biaya yang dikeluarkan untuk penyakit gagal ginjal sebesar Rp 13 triliun.
Pengobatan PGK dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni hemodialisis atau cuci darah, peritoneal dialisis (continuous ambulatory peritoneal dialysis/CAPD), dan transplantasi ginjal. Sebanyak 98 persen penderita PGK menjalani hemodialisis, sedangkan sisanya CAPD dan transplantasi ginjal.
Transplantasi ginjal dinilai sebagai pengobatan PGK terbaik. Namun, transplantasi ginjal tergolong mahal dan donornya sulit dicari. Sebuah prosedur transplantasi ginjal dapat menghabiskan biaya ratusan juta rupiah.
Pengobatan dengan CAPD dinilai lebih efektif dan efisien daripada hemodialisis. CAPD dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dengan mengganti cairan pada perut sebanyak 3-4 kali sehari. Hemodialisis harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut (Kompas, 13/3/2019).
”Biaya pelayanan CAPD adalah Rp 7,5 juta per bulan. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan,” kata Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani.