Menelusuri Jejak Siti Aisyah Mulai dari Batam hingga Kuala Lumpur
MELIPUT kasus high profile seperti pembunuhan Kim Jong Nam, saudara tiri penguasa Korea Utara, Kim Jong Il, jelas tidak mudah. Informasi harus dikumpulkan dan disusun bak puzzle untuk setidaknya sedikit memahami kasus itu dan mengetahui sedikit kebenaran.
Setelah terjadinya pembunuhan pada 13 Februari 2017 di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, liputan dilakukan dari berbagai sisi. Sejumlah jurnalis Kompas pun langsung mencari latar belakang kasus bahkan mengontak berbagai akses sumber di Korea Selatan, Jepang, Malaysia, dan Singapura.
Sejumlah lembaga dan narasumber perseorangan pun didatangi. Langkah pertama tentu saja mencari informasi awal dan menjalin komunikasi dengan Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Pejambon, Jakarta Pusat.
Sejumlah informasi dikumpulkan dari Direktorat PWNI-BHI Kemlu RI. Setelah itu, Kompas menyambangi sejumlah instansi terkait yang memiliki perwakilan di luar negeri, seperti Mabes Polri di bilangan Blok M hingga Mabes TNI di Cilangkap. Tidak ketinggalan pula mengontak beberapa kawan di beberapa lembaga swadaya masyarakat dan menghubungi kontak-kontak khusus di aparatur keamanan di Singapura dan Malaysia.
Melalui fasilitas komunitas jarak jauh, Kompas juga berdiskusi dengan sumber-sumber diplomatik di Korea Selatan dan Jepang untuk membahas kasus tersebut dari berbagai sudut latar belakang informasi.
Mulai bergerak
Setelah beragam informasi awal terkumpul, dan ada janji untuk bertemu dengan kontak lokal di aparatur pemerintah di Malaysia—terutama Reserse Kriminal atau CID dan Intelijen Kepolisian atau Special Branch (SB) telah disiapkan, tim Kompas pun mulai bergerak.
Jurnalis Kompas bergerak ke sejumlah tempat, seperti menuju kampung halaman Siti Aisyah di Serang, Banten; Batam di Kepulauan Riau; dan tentu saja Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam, pada hari Senin (10/4) malam, Kompas langsung menyambangi rumah kontrakan tempat Siti Aisyah pernah bermukim. Rumah kontrakan itu berada di belakang kantor Kecamatan Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau.
SM, ibu pemilik rumah kontrakan itu, hingga penjaga kios di Batam City Square (BCS) memberikan beragam informasi. Keterangan lebih awal juga sudah dikumpulkan Kris R Mada, wartawan Kompas di Batam, yang juga berhasil menggali keterangan dari DM, satu dari empat teman dekat Siti Aisyah di Batam. DM masih berhubungan baik dengan Siti Aisyah melalui media sosial hingga peristiwa pembunuhan Kim Jong Nam terjadi 13 Februari 2017.
Keterangan DM tentang aktivitas Siti Aisyah di Batam, yang pernah dipublikasikan media Korea Selatan dan Jepang, ternyata sesuai dengan sejumlah keterangan Siti Aisyah dalam BAP di Bukit Aman. Siti memang diperiksa di Bukit Aman, di Markas Besar Polis Diraja Malaysia (PDRM).
Berdasarkan keterangan DM, Kompas juga mendatangi Pasifica, tempat hiburan malam yang terkadang dikunjungi Siti Aisyah dan kawan-kawan untuk melepas kejenuhan. Sebelum bekerja di kios pakaian dalam di BCS, Siti Aisyah, DM, dan kawan-kawan bekerja di sebuah pabrik di Batam.
Selanjutnya penelurusan berlanjut ke Pelabuhan Ferry Batam Center. RN, pengemudi taksi yang mengikuti kehebohan kasus Siti Aisyah, mengatakan, para pekerja biasanya akan mengontak seorang perantara atau calo tiket yang biasa mengurus keberangkatan pekerja dari Batam Center ke Stulang Laut di Johor, Malaysia.
Para pekerja Indonesia—legal, apalagi yang ilegal—yang berangkat dari Batam Center memang terbiasa menggunakan jasa calo untuk mengurus tiket dan paspor. Biasanya, dari ongkos feri sebesar Rp 255.000, mereka memberikan uang Rp 500.000. Sisa uang itu menjadi rezeki sang calo yang mengurus WNI yang hendak menyeberang.
Jejaring intelijen Bea dan Cukai Batam, yang dihubungi dan dimintai bantuan, dalam hitungan dua jam berhasil menemukan dan menghubungi pria yang dimaksud RN. Sayang sekali, pria tersebut menolak untuk bercerita dan mengaku tidak mengenal sosok Siti Aisyah. Dia bahkan mengaku tidak mendengar kasus pembunuhan Kim Jong Nam.
Menyeberang ke Malaysia
Setelah memesan tiket Ferry Mirangga Alpha, yang ditumpangi Siti Aisyah ke Stulang Laut, perjalanan pun dilanjutkan ke Johor. Setiba di Pelabuhan Stulang Laut, rute yang ditempuh Siti Aisyah adalah perjalanan darat naik bus dari Terminal Larkin di pusat Bandar Johor Bahru ke Kuala Lumpur. Rute perjalanan itu pun kembali diikuti oleh Kompas.
Selama di perjalanan, komunikasi dengan kontak lokal di Singapura dan Kuala Lumpur terus dilakukan. Ada aturan tidak tertulis di komunitas intelijen untuk saling bertukar latar belakang informasi. Singapura juga memiliki komunitas intelijen dari berbagai latar belakang kebangsaan. Banyak mantan aparatur keamanan dan pertahanan dari Persemakmuran Inggris yang bekerja sebagai konsultan keamanan di Singapura dengan cakupan kerja wilayah Asia Tenggara. Salah satu diantaranya, biasa berhubungan dengan Kompas.
Akses dari jaringan tersebut menjanjikan untuk memberikan latar belakang informasi dalam sebuah pertemuan tertutup di Kuala Lumpur.
Selama lima jam, perjalanan darat Johor-Kuala Lumpur ditempuh melalui Tol North-South Highway sejauh lebih dari 500 kilometer. Sebagian dari jalan tol itu dikerjakan kontraktor Indonesia pada zaman Orde Baru. Sudah menjadi rahasia umum bahwa operator tol Malaysia dulu belajar dari Jasa Marga.
Bus berhenti di Bandar Tasik Selatan (BTS), bukan lagi di Stasiun Bus Pudu dekat Penjara Pudu di pusat Kuala Lumpur, yang tidak jauh dari Jalan Alor dan Bukit Bintang. Dari BTS, perjalanan menuju tempat tinggal dan bekerja Siti Aisyah ditempuh dengan kereta ke KL Sentral. Dari KL Sentral, perjalanan dilanjutkan dengan monorel Kelana Jaya jurusan Kelana Jaya-Gombak ke Stasiun Masjid Jamek. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan monorel jurusan Sentul Timur-Ampang dan turun di Stasiun Cempaka.
Penelusuran selama beberapa hari di jaringan aparatur Malaysia memang membuahkan beberapa informasi latar. Akan tetapi, kontak aparat Malaysia tidak memberikan keterangan yang dapat meringankan Siti Aisyah dalam persidangan. Aparat Malaysia juga tidak memberikan kontak teman-teman dekat Siti Aisyah yang warga Malaysia di seputaran Kuala Lumpur, Petaling-Selangor, hingga di Tanjong Malim, Negara Bagian Perak.
Beberapa informasi penting akhirnya justru didapat dari para ”godfather” di pecinan Kuala Lumpur. Masyarakat Tionghoa di Kuala Lumpur, yang terdiri atas berbagai kelompok dialek, masing-masing memiliki para patron yang mengetahui informasi apa pun, termasuk soal kasus Siti Aisyah.
Berbekal informasi itu, Kompas pun akhirnya bertemu dengan FJM, teman dekat Siti yang mengantarkannya ke Bandara Internasional Kuala Lumpur pada 13 Februari 2017. FJM bersaksi bahwa Siti Aisyah adalah seseorang yang baik.
Menurut FJM, Siti Aisyah punya impian untuk terjun dalam dunia hiburan. Perbuatan yang dilakukan Siti Aisyah adalah bagian dari rekaman video lelucon (funny prank video) yang sebelumnya sudah dua kali dia lakoni dengan tanpa masalah.
Para pejabat KBRI Kuala Lumpur dari sejumlah satuan kerja tentu saja turut memberikan berbagai bantuan dan melengkapi kepingan dalam liputan kasus Siti Aisyah. Apalagi, mengingat Siti Aisyah—terlepas dari apa pun yang dia lakukan—adalah juga warga negara Indonesia.
Beragam informasi itulah yang kemudian terangkum menjadi satu dalam laporan khusus Kompas tentang kasus pembunuhan Kim Jong Nam dengan terdakwa Siti Aisyah dan Duong Minh Hoang, warga Vietnam. (LUK/RAZ/JOS/BAY)
Laporan khusus Kompas terkait pembunuhan Kim Jong Nam dapat juga dibaca di: