Pengarsipan karya musik dan berbagai faktor penunjang dalam proses bermusik merupakan hal penting bagi musisi. Selain sebagai ajang rekoleksi memori, pengarsipan juga dapat menguntungkan pelaku seni.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengarsipan karya musik dan berbagai faktor penunjang dalam proses bermusik merupakan hal penting bagi musisi. Selain sebagai ajang rekoleksi memori, pengarsipan juga dapat menguntungkan pelaku seni. Sayangnya, aktivitas itu masih jarang dilakukan oleh kebanyakan musisi lokal.
Topik tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Pentingnya Pengarsipan untuk Orang Musik” di Gedung Aksara, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2019) malam. Sejumlah musisi dan para manajer musik mengungkapkan kegelisahannya terkait pengarsipan musik di Indonesia.
Felix Dass, Manajer Grup Musik AriReda, mengatakan, kebanyakan pelaku musik kurang menghiraukan pengarsipan musik dalam konteks dokumen tertulis, foto-foto, dan barang-barang fisik lain yang disusun secara sistematis. Hal ini ia amati selama dua dekade terakhir dirinya berkarier di dunia musik.
”Selama dua dekade lebih, pengarsipan musik kita masih belum banyak dilakukan. Padahal, adanya pengarsipan rilisan musik beserta dokumentasi pendukungnya ini dapat menjadi medium pembelajaran bagi para musisi di masa mendatang,” kata Felix.
Felix mencontohkan sejumlah pengarsipan musik di luar negeri yang pernah ia kunjungi. Grup musik Pink Floyd, misalnya, mengumpulkan arsip musik, sampul album, berikut foto, dan catatan para personelnya saat perhelatan pameran.
”Dari pameran Pink Floyd itu, saya jadi tahu penjelasan terkait sampul album, sejarah sebuah foto panggung, atau makna dari lagu yang musisi itu bawakan. Melalui pengarsipan semacam inilah para pelaku musik bisa belajar. Industri musik, kan, tidak ada sekolahnya,” ucapnya.
Felix menambahkan, pengarsipan musik yang lengkap dalam taraf tertentu juga dapat membantu meningkatkan nilai produk musik secara finansial. Ini karena penggemar umumnya mencari faktor obyek kasih sayang (object of affection) dari setiap produk yang dijajakan oleh musisi.
Indra Amenk, manajer grup musik White Shoes & the Couples Company, setuju dengan pendapat tersebut. Sebagian hasil rilis album yang ia tangani berusaha memanfaatkan foto dan catatan perjalanan untuk menambah nilai jual.
Amenk mencontohkan, salah satu produk itu adalah jurnal perjalanan South to the North yang ditulis seusai perjalanan White Shoes & the Couples Company ke Australia pada 2013 lalu. Buku tersebut berusaha menawarkan sisi lain musisi selama perjalanan tur, yang kebetulan ditulis oleh Felix juga.
Dari buku tersebut, Felix menuturkan pengalaman para musisi yang tidak banyak diketahui para penggemar. Terutama cerita-cerita selama perjalanan, menurut dia, umumnya banyak diminati.
”Jadi, dalam jurnal tersebut, ada cerita menarik saat para personel harus sewa mobil selama perjalanan Melbourne-Sydney karena budget pas-pasan. Ada juga cerita saat mereka tidur di apartemen dan pakai sleeping bag. Sementara di Indonesia, mereka menjadi salah satu band yang tarifnya terhitung tinggi ketika manggung. Ada pengalaman berbeda yang ingin mereka cari di perjalanan tur tersebut,” ungkap Felix.
Lebih berkesan
Felix dan Amenk sepakat bahwa berbagai arsip berbentuk fisik justru lebih memberi kesan daripada dalam format digital. Menurut mereka, arsip fisik inilah yang dapat menambah nilai jual perilisan musik sebagai karya seni.
Felix menyayangkan, di era digital ini banyak musisi muda mendokumentasikan foto dan video musik, tetapi hanya digunakan sebagai bahan publikasi di media sosial.
Menurut dia, sebagian karya foto yang dicetak atau diterbitkan dalam buku jurnal foto lebih baik dibandingkan sekadar publikasi di media sosial.
”Sayang sekali apabila foto dan video tersebut hanya berhenti di media sosial, yang nantinya juga akan tertumpuk oleh berbagai konten digital lain di internet. Umur foto itu jadi pendek, berbeda dengan karya yang dicetak dalam buku jurnal, misalnya,” tutur Felix.
Reda Gaudiamo, musisi grup AriReda, meyakini sebuah ungkapan bahwa sesuatu yang dapat disentuh pasti dapat memberi kesan. Keyakinan ini pula yang mendorongnya untuk menyimpan arsip-arsip perjalanan musik grupnya, mulai dari foto, pakaian, tiket konser, hingga kliping tulisan koran.
”Barang-barang yang dapat disentuh lebih memberi kesan bagi penggemar. Dalam konteks personal, arsip fisik juga menjadi momen rekoleksi memori bagi saya. Di kliping koran, misalkan, membuat saya jadi mengingat kalau pernah ada di koran ini bersama AriReda,” kata Reda.