Hingga Sabtu (22/2/2020) malam, total 10 korban tewas dalam susur sungai di SMP Negeri 1 Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Proses hukum dijalankan jika ditemukan kelalaian yang menyebabkan kematian.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendorong kepolisian menyelidiki kasus hanyutnya sejumlah siswa SMP Negeri 1 Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait dengan kegiatan susur sungai yang dilakukan. Apabila dari hasil penyelidikan diketahui ada kelalaian pihak sekolah, proses hukum perlu dijalankan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (22/2/2020), menilai, kejadian yang menyebabkan sejumlah siswa hanyut dalam kegiatan susur sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bentuk kecerobohan yang dilakukan pihak sekolah. Kegiatan itu diduga dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi cuaca, jalur evakuasi, serta risiko yang bisa terjadi.
”Kegiatan susur sungai bagi anak-anak usia SMP tidak tepat, apalagi dilakukan di musim hujan seperti saat ini. Pihak sekolah diduga ceroboh karena tidak menghitung secara masak faktor risiko penyelenggaraan kegiatan susur sungai ini,” katanya.
Data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) pada Sabtu, pukul 11.45, melaporkan, total siswa SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman, DIY, yang mengikuti kegiatan susur sungai berjumlah 249 orang. Rinciannya terdapat 124 siswa kelas VII dan 125 siswa kelas VIII. Dari jumlah itu, 216 siswa selamat, 23 siswa luka-luka, 8 siswa meninggal, dan 2 siswa lainnya belum terkonfirmasi.
Pada perkembangan terakhir, Sabtu malam, dua siswa itu juga ditemukan meninggal. Dengan demikian, korban tewas dalam peristiwa itu menjadi 10 orang.
Insiden ini bermula ketika sejumlah siswa yang tergabung dalam kegiatan Pramuka melakukan penyusuran Sungai Sempor, Sleman. Sejumlah siswa terseret arus sungai ketika arus menjadi deras dan volume air sungai yang meluap secara tiba-tiba.
Retno menambahkan, KPAI mendorong pemerintah daerah melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melakukan pemulihan psikologi terhadap anak-anak yang selamat. Mereka berisiko mengalami trauma dan masalah psikologis akibat insiden tersebut.
”KPAI juga mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi terhadap kebijakan kepramukaan. Kebijakan yang awalnya berniat baik untuk membentuk kompetensi sosial peserta didik malah merusak esensi pendidikan kepramukaan itu sendiri,” ujarnya.
KPAI berencana melakukan pengawasan langsung ke SMPN 1 Turi, Sleman. Pengawasan ini akan dilakukan pada Selasa (25/2/2020). Adapun untuk proses pemeriksaan kepada kepala sekolah dan jarjarannya, Retno mengatakan dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS serta UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menuturkan, tim gabungan dari 45 lembaga masih melakukan pencarian dan evakuasi terhadap siswa yang hanyut di Sungai Sempor. Setidaknya ada 180 orang yang bekerja dalam proses evakuasi ini.
”Upaya pencarian dilakukan melalui penyisiran sungai dari tempat kejadian yang dibagi dalam empat sektor. Sektor pertama berjarak 6,71 kilomenter untuk penyisiran. Kemudian, sektor kedua berjarak 5,59 kilometer, sektor ketiga berjarak 7,91 kilometer, dan sektor keempat berjarak 4,98 kilometer. Pos pencarian dan evakuasi berada terpisah dari posko, yaitu di Dusun Dukuh Donokerto, Turi, Sleman, DIY,” kata Agus.