Gerakan Aksi#Berjarak untuk Melindungi Perempuan dan Anak
Perempuan dan anak rentan terdampak Covid-19. Untuk melindungi mereka, gerakan Aksi#Berjarak menggiatkan bantuan dan pelatihan untuk para perempuan dan anak agar lebih berdaya di tengah pandemi korona sekarang ini.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk melindungi perempuan dan anak dari dampak Covid-19, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melakukan berbagai langkah nyata. Salah satunya adalah dengan membentuk Aksi#Berjarak, yang menyasar kempok rentan terdampak Covid-19 di sejumlah daerah.
”Aksi#Berjarak adalah bagaimana kita bersama dinas-dinas di daerah bisa berkontribusi pada masa pandemi ini, tetapi secara spesifik perempuan dan anak. Jadi, kita bisa mempunyai nilai lebih, kita bisa karena bentuk-bentuk intervensi atau bentuk-bentuk kegiatan yang akan kita lakukan,” ujar Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Daerah Gerakan#Berjarak Lenny N Rosalin dalam Rapat Koordinasi Gerakan#Berjarak Pokja Daerah melalui daring, Selasa (14/4/2020).
Pokja Gerakan#Berjarak atau Aksi#Berjarak dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dengan menggerakkan semua Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di daerah beserta jaringan KPPPA. Aksi#Berjarak sudah dimulai pekan ini.
Rakor Gerakan#Berjarak Pokja Daerah dibuka Sekretaris Menteri PPPA Pribudiarta Nur Sitepu dihadiri Deputi Perlindungan Anak Nahar, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Vennetia R Danes, Kepala Biro Perencanaan dan Data Fakih Usman, serta Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Woro Srihastuti Sulistyaningrum, dan sejumlah pejabat Kementerian PPPA, serta sejumlah Kepala Dinas PPPA.
Menurut Lenny, yang juga Deputi Tumbuh Kembang Anak KemenPPPa, ada 10 jenis Aksi#Berjarak yang dikoordinasi Kementerian PPPA bersama Dinas PPPA di seluruh Tanah Air, yakni Aksi#1 Tetap di Rumah, Aksi#2 Hak Perempuan dan Anak Terpenuhi, Aksi#3 Aksi Perlindungan Diri Tersedia, Aksi# Jaga Diri, Keluarga, dan Lingkungan, Aksi#5 Membuat Tanda Peringatan. Selanjutnya Aksi#6 Menjaga Jarak Fisik, Aksi#7 Mengawasi Keluar Masuk Orang dan Barang, Aksi#8 Menyebarkan Informasi yang Benar, Aksi#9 Aktivasi Media Komunikasi Online, dan Aksi#10 Aktivasi Rumah Rujukan.
Dari 10 Aksi#Berjarak tersebut, lima aksi pertama (Aksi# 1-5) merupakan bagian dari upaya Pencegahan dan lima aksi terakhir (Aksi# 6-10). Dari semua aksi tersebut, menurut Lenny, yang paling penting adalah Aksi#2 yakni Penuhi Hak Perempuan dan Anak.
Dari Aksi#2 langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberikan bantuan berupa sembako, makanan, vitamin, dan lain-lain, dan memberikan layanan pengaduan terkait Covid 19 bagi perempuan dan anak. Selain itu, melakukan pemberdayaan perempuan seperti pelatihan (manajemen, pemasaran), bantuan alat dan bahan, fasilitasi pemasaran produk, pemberdayaan ekonomi berbasis potensi lokal. Langkah tersebut dilakukan secara daring, tatap muka (tetap mengikuti protokol kesehatan) dengan target perempuan dan anak.
Karena itu, dalam aksi tersebut, sasaran paling utama adalah Kelompok Rentan Terdampak (KRT) Covid-19. ”Jadi sangat penting untuk mengetahui data KRT yang ada di setiap keluarga,” ujar Lenny.
”Seperti apa data KRT yang dibutuhkan? Yakni jika ada perempuan yang suaminya meninggal, kemudian mendadak harus menjadi kepala keluarga, keluarga miskin, diberhentikan dari pekerjaan, pekerja harian, perempuan lanjut usia, perempuan disabilitas, dan lain-lain yang dapat diidentifikasi lebih rinci lagi,” ujar Lenny.
Data penting lainnya adalah apakah ada anak yang ayah atau ibunya meninggal, ayah atau ibunya dalam isolasi (tidak berada dalam satu rumah lagi), anak disabilitas, dan data lainnya. ”Dengan kita memiliki data KRT, kita bisa berkontribusi untuk tindak lanjut, memberikan kebutuhan spesifik perempuan dan anak, serta kebutuhan ekonomi dan non-ekonomi,” jelas Lenny.
Contoh kasus lain, adalah ayahnya meninggal karena Covid-19, ibunya pasien dalam pemantauan (PDP) sehingga diisolasi, sementara di rumah tinggal anak-anaknya. Dalam kasus tersebut, Dinas PPPA harus turun memberikan dukungan bagaimana pengasuhan pengganti dengan cara mencarikan keluarga terdekat, melakukan tes, serta memastikan kebutuhan spesifik anak terpenuhi.
Pada rakor tersebut, Vennetia berharap dinas-dinas di daerah memperhatikan isu-isu spesifik yang terkait perempuan dan anak pada masa pandemi Covid-19, termasuk kelompok rentan seperti lanjut usia dan disabilitas. Dia juga mengingatkan kondisi yang dihadapi perempuan saat ini seperti kekerasan dalam rumah tangga, diberhentikan dari pekerjaan (pemutusan hubungan kerja/PHK), termasuk di dalamnya pekerja migran Indonesia yang dipulangkan dari luar negeri.
”Kita tahu bersama bahwa hampir seluruh dengan kondisi ini tidak ada masukan, tidak ada produksi, dan yang di-PHK dari pekerjaannya. Dan itu rata-rata pekerja ini adalah perempuan sehingga ini adalah beban yang cukup berat yang harus mereka tempuh,” papar Vennetia.
Tidak hanya itu, baik Vennetia maupun Woro, mengingatkan ada perempuan-perempuan yang meninggalkan keluarga karena berjuang di garis depan melawan covid-19 dengan bertugas sebagai tenaga-tenaga medis.