Bentara Budaya Dihadirkan Menjaga dan Merawat Keindonesiaan
Selama 38 tahun kehadirannya, Bentara Budaya diakui sebagai ruang yang menumbuhkan, menjaga, dan merawat kebinekaan dan keindonesiaan. Keberadaan Bentara Budaya menjadi arus tengah.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Selama 38 tahun kehadirannya, Bentara Budaya diakui sebagai ruang yang menumbuhkan, menjaga, serta merawat kebinekaan dan keindonesiaan. Keberadaan Bentara Budaya menjadi arus tengah yang juga memberikan ruang bagi seni dan seniman yang berada di pinggiran.
”Bentara Budaya adalah model bagaimana sebuah lembaga bergerak untuk menjaga dan memastikan kebinekaan tetap ada,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana dalam perbincangan bertema ”38 Tahun Bentara Budaya, Sebuah Refleksi Seni dan Budaya” dalam acara Teras Bentara, program yang ditayangkan langsung melalui akun Instagram Bentara Budaya Bali, Rabu (9/9/2020). Tema Teras Bentara itu berangkaian keberadaan 38 Tahun Bentara Budaya.
Dalam perbincangan yang dipandu sastrawan Warih Wisatsana, Kun Adnyana bertutur tentang kedekatan dirinya dengan Bentara Budaya, baik dengan lembaganya maupun dengan orang-orang di lingkungan Bentara Budaya.
Bentara Budaya adalah model bagaimana sebuah lembaga bergerak untuk menjaga dan memastikan kebhinekaan tetap ada (Wayan Adnyana)
Kun Adnyana mengakui hubungan yang terjaga lama tersebut turut memberikan pengaruh terhadap dirinya, baik sebagai akademisi maupun sebagai aparatur Pemerintah Provinsi Bali.
Kun Adnyana menambahkan, Pemprov Bali mengapresiasi kehadiran dan kiprah Bentara Budaya Bali dengan menganugerahkan penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha pada 2019.
Kehadiran Bentara Budaya Bali sejak 2009, menurut Kun Adnyana, sejalan dengan perhatian dan kebijakan Pemprov Bali terhadap kehidupan dan pengembangan seni dan budaya di Bali. Kun Adnyana menyatakan keberadaan Bentara Budaya turut menguatkan ekosistem seni dan budaya di Indonesia, termasuk di Bali.
Jacob Oetama berpulang
Mengawali perbincangan di Teras Bentara edisi Rabu (9/9/2020) itu, turut pula disampaikan ucapan belasungkawa dan rasa duka cita atas berpulangnya Jakob Oetama, salah satu pendiri Kompas Gramedia dan juga Bentara Budaya.
Bentara Budaya, yang berarti utusan budaya, didirikan di Yogyakarta pada 26 September 1982, dan diresmikan Jakob Oetama. Bentara Budaya dihadirkan dengan tujuan menampung dan menampilkan budaya bangsa dari beragam latar belakang dan berbagai kalangan yang berbeda. Setelah kehadiran Bentara Budaya Yogyakarta didirikan Bentara Budaya Jakarta, lalu Bentara Budaya Solo Balai Soedjatmoko.
Adapun Bentara Budaya Bali merupakan Bentara Budaya keempat. Bentara Budaya Bali diresmikan pada 9 September 2009.
Warih menyatakan, Bentara Budaya juga mengangkat dan mengapresiasi seniman dan seni yang jarang atau belum pernah terekspose selain memberikan ruang apresiasi bagi para maestro dan karya unggul. Bentara Budaya juga menjembatani berlangsungnya alih pengetahuan dari generasi ke generasi yang bertujuan memperluas kebudayaan, di antaranya, melalui kegiatan lokakarya serangkaian pameran.
Kun Adnyana juga mengatakan, ideologi dan gaya Bentara Budaya sebagai bagian dari Kompas tidak dapat dilepaskan dari cara pandang para pendiri Kompas terhadap kebangsaan, kebinekaan, dan keindonesiaan.
Para pendiri Kompas, menurut Kun Adnyana, meyakini pluralisme dalam dunia seni dan dunia kebudayaan di Indonesia dan membangun Bentara Budaya dengan cita rasa keindonesiaan.
Kun Adnyana menyatakan, penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha dari Pemprov Bali kepada lembaga atau komunitas, termasuk Bentara Budaya Bali, menjadi bentuk apresiasi dan harapan agar Bentara Budaya tetap tegak dan tetap menjadi bagian dalam penguatan budaya bangsa.