Setwapres Klarifikasi Tidak Beri Izin Komaruddin Hidayat Menjabat Komisaris Independen BSI
Sekretariat Wakil Presiden menyatakan tidak pernah memberikan izin kepada Komaruddin Hidayat, Rektor UIII, untuk menjabat sebagai Komisaris Independen BSI. Perihal rangkap jabatan ini, Komaruddin enggan menanggapi.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekretariat Wakil Presiden atau Setwapres memberikan klarifikasi terkait dengan pernyataan Rektor Universitas Islam Indonesia Internasional Komaruddin Hidayat yang mengaku telah mendapatkan izin dari Setwapres untuk penunjukkan dirinya sebagai Komisaris Independen Bank Syariah. Setwapres menyatakan tidak punya keterkaitan dalam penunjukkan seseorang menjadi Komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Kepala Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Mohamad Oemar dalam keterangan pers tertulis pada Kamis (8/7/2021) menyatakan Setwapres tidak memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi, izin, restu, atau apa pun yang terkait dengan penunjukan seseorang untuk menjadi komisaris dalam BUMN atau perusahaan umum lainnya.
Pernyataan Komaruddin terkait izin yang diberikan oleh Setwapres ini telah dikutip dan diberitakan di beberapa media massa. ”Bersama ini dapat disampaikan bahwa hal tersebut tidak benar,” tambah Oemar.
Jadi, sekali lagi kami tegaskan bahwa Sekretariat Wakil Presiden tidak memiliki keterkaitan apapun dalam penunjukan seseorang menjadi Komisaris BUMN atau perusahaan umum lainnya.
Tugas dan fungsi Sekretariat Wakil Presiden telah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020 tentang Kementerian Sekretariat Negara. Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa Sekretariat Wakil Presiden mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan teknis dan administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, serta analisis kebijakan kepada Wakil Presiden dalam membantu Presiden menyelenggarakan pemerintahan negara.
”Jadi, sekali lagi kami tegaskan bahwa Sekretariat Wakil Presiden tidak memiliki keterkaitan apa pun dalam penunjukan seseorang menjadi Komisaris BUMN atau perusahaan umum lainnya. Demikian, semoga penjelasan ini dapat menjadi klarifikasi atas pemberitaan yang berkembang,” tambah Oemar.
Saat dihubungi terpisah, Komaruddin mengaku tidak akan mengomentari keterangan pers yang dikeluarkan oleh Sekretariat Wakil Presiden. ”No comments. Saya akan menaati semua peraturan pemerintah. Kerja secara profesional dan akuntabel,” tambah Komaruddin.
Cendekiawan Islam, Komaruddin Hidayat dilantik menjadi Rektor UIII yang pertama untuk periode 2019-2024 pada Kamis (13/6/2019) oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta. UIII yang berlokasi di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, itu didirikan pada 2016 dengan tujuan menjadi pusat studi Islam kelas dunia yang mengajarkan religiositas sekaligus nasionalisme dan kenusantaraan.
UIII beserta perguruan tinggi agama Islam lainnya diharapkan bisa menjadi rumah moderasi Islam yang merupakan bagian dari visi dan implementasi moderasi beragama. Pembangunan UIII ditargetkan rampung pada 2021 dan perkuliahan bisa dimulai pada September 2021. Pada tahun pertama, UIII akan membuka empat jurusan, yakni studi Islam, ilmu politik, ekonomi dan keuangan Islam, serta ilmu hukum dan humaniora. Komaruddin menambahkan saat ini ia fokus untuk terus bekerja dan bekerja.
Pertanyakan integritas
Terkait rangkap jabatan Komaruddin sebagai Rektor UIII dan Komisaris Independen BSI, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji meminta Komaruddin untuk mengundurkan diri dari jabatan rektor. Komaruddin dinilai melanggar Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2019 tentang Statuta UIII yang melarang Rektor UIII memegang jabatan di BUMN/Perusahaan Swasta.
”Melangggar statuta itu menjadi catatan soal integritas. Enggak mungkin enggak sadar telah rangkap jabatan. Soal integritas yang dipertanyakan,” ujar Ubaid.
Terkait klarifikasi dari Setwapres yang tidak berwenang memberi izin rangkap jabatan bagi Komaruddin, Ubaid semakin mempertanyakan tentang integritas Komaruddin sebagai rektor UIII. ”Integritasnya dicoret. Ada cacat integritas di situ. Rektor sebagai simbol perguruan tinggi melakukan kebohongan publik,” tambahnya.
Selanjutnya, JPPI bertekad akan mengawal kasus rangkap jabatan ini sampai ada tindakan jelas. JPPI berencana menggelar audiensi dengan Setwapres ataupun Kementerian Agama. ”Kami akan melakukan pembicaraan dengan pihak terkait. Ini kampus yang digadang sebagai kampus peradaban Islam internasional di Indonesia,” kata Ubaid.
Terkait klarifikasi dari Setwapres yang tidak berwenang memberi izin rangkap jabatan bagi Komaruddin, Ubaid semakin mempertanyakan tentang integritas Komaruddin sebagai rektor UIII. (Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia)
JPPI juga siap menampung informasi dari masyarakat jika ada rektor di perguruan tinggi lain yang juga rangkap jabatan di institusi pendidikan tinggi. Pengawasan dan partisipasi masyarakat dinilai sangat penting dan vital.
”Integritas harus jadi teladan peserta didik di kampus. Ini pelanggaran moral dan kode etik dan harus mengundurkan diri. Soal integritas harus dipegang bersama terutama para pemimpin kita. Kampus jadi teladan soal pendidikan karakter dan integritas. Enggak bisa ditoleransi,” tambah Ubaid.