JAKARTA, KOMPAS — Keterbukaan informasi mengenai pemilik sebuah perusahaan akan meningkatkan transparansi. Jika tidak ada transparansi, peluang terjadinya korupsi, pencucian uang, dan pendanaan terorisme lebih besar. Indonesia sedang menyiapkan peraturan presiden mengenai keterbukaan kepemilikan perusahaan ini.
”Intinya adalah ingin menegaskan pentingnya kepemilikan, terutama di sektor pertambangan. Mengapa penting karena banyak di negara berkembang tidak transparannya kepemilikan di sektor industri pertambangan berpotensi menimbulkan korupsi. EITI ini mendorong negara yang kaya sumber daya alam seperti Indonesia juga negara-negara di Afrika seperti Nigeria untuk menerapkan transparansi ini,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro ketika membuka Extractive Industries Transparancy Initiatives (EITI) International di Jakarta, Senin (23/10). Konferensi internasional tersebut dihadiri perwakilan dari sejumlah negara.
Di negara yang kaya sumber daya alam sering kali terjadi peredaran uang yang tidak jelas siapa pemiliknya, juga transaksi-transaksi perusahaan yang tidak dapat diidentifikasi. Situasi seperti ini rawan dimanfaatkan untuk pencucian uang, penghindaran pajak, serta korupsi dan berbagai kejahatan lainnya.
Wakil Presiden Nigeria Yemi Osinbajo yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan, kepemilikan perusahaan yang tidak jelas dapat membahayakan negara, terutama negara berkembang. Dia mengatakan, ada beberapa kisah sedih tentang negara di Afrika dan negara berkembang lainnya yang terkait dengan rahasia kepemilikan perusahaan. Osinbajo mengutip laporan pada 2014 berjudul Skandal Satu Triliun Dollar yang mengklaim bahwa negara-negara berkembang kehilangan 1 triliun dollar AS per tahun karena kejahatan korporasi, antara lain karena kegiatan perusahaan yang kepemilikannya tidak dapat ditelusuri.
Bambang mengatakan, secara prinsip, Indonesia sudah menerapkan keterbukaan penuh. ”Sudah ada road map soal keterbukaan ini, tidak hanya di tambang. Tinggal implementasinya secara penuh. Hal ini penting supaya mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata Bambang lagi.
Implementasi keterbukaan ini memang tidak mudah dijalankan. Zainab Shamsuma Ahmed, Menteri Federal Negara Kementerian Anggaran dan Perencanaan Nigeria, mengakui, ada banyak pihak yang terlibat dalam hal ini, seperti masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan parlemen. ”Di negara kami, sulit meloloskan undang-undang baru di parlemen,” ujar Ahmed.
Dia mengatakan, pendekatan yang dilakukan untuk sosialisasi keterbukaan ini berbeda-beda, tergantung dari pihak yang dilibatkan. Pendekatan kepada kelompok pengusaha berbeda dengan pendekatan kepada masyarakat setempat. ”Tetapi, kami yakin, transparansi ini membuat negara kami lebih menarik bagi para investor,” katanya. Nigeria telah mulai mengimplementasikan keterbukaan kepemilikan perusahaan.
Siapkan perpres
Sebagai payung hukum untuk menegaskan tentang keterbukaan tersebut, dalam waktu dekat akan dikeluarkan peraturan presiden (perpres) mengenai keterbukaan kepemilikan. Dengan perpres ini akan terlihat siapa pemilik perusahaan yang terkadang tidak diketahui karena kepemilikan yang berlapis-lapis.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Syarif mengatakan, keterbukaan ini penting. Deputi Informasi dan Data KPK Hari Budiarto menambahkan, pada beberapa kasus pencucian uang, jika tidak ada kejelasan mengenai kepemilikan sebuah perusahaan, penyelidikan sulit dilakukan karena terdapat kepemilikan perusahaan yang berlapis-lapis.