JAKARTA, KOMPAS – Inflasi inti pada Mei 2018 tercatat 2,75 persen secara tahunan dan tergolong rendah dibandingkan periode awal Ramadhan atau satu bulan sebelum Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, rendahnya inflasi inti dinilai bukan karena melemahnya daya beli.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti secara tahunan pada Mei 2017 sebesar 3,2 persen, dan Juni 2016 atau satu bulan sebelum Lebaran 2016 sebesar 5,04 persen. Bank Indonesia (BI) dan pemerintah menampik rendahnya inflasi inti menjadi tanda melemahnya daya beli masyarakat.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Reza Anglingkusumo di Jakarta, Selasa (5/6/2018) menyatakan, rendahnya inflasi komponen inti saat menunjukkan struktur permintaan dan penawaran yang sehat. Daya beli masyarakat masih tumbuh.
"Saat ini Indonesia masih inflasi. Artinya, ada kenaikan harga yang terjadi akibat interaksi permintaan dan penawaran. Artinya, daya beli masyarakat masih ada," ujarnya.
Jika daya beli rendah, maka harga turun. Namun, harga-harga masih meningkat dan menyebabkan inflasi. BPS mencatat, inflasi Mei 2018 terjadi karena adanya kenaikan harga pada seluruh indeks kelompok pengeluaran, baik bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan.
Saat ini Indonesia masih inflasi. Artinya, ada kenaikan harga yang terjadi akibat interaksi permintaan dan penawaran
Senada dengan Reza, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan Adriyanto dan Asisten Deputi Moneter Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi P Pambudi menyatakan, pemerintah tidak melihat adanya gejala melemahnya daya beli masyarakat. Keduanya berpendapat, komponen inti yang tumbuh melambat disebabkan oleh preferensi dalam belanja konsumsi rumah tangga.
Menahan belanja
Tingkat inflasi terdiri dari komponen inti, harga pemerintah, dan barang bergejolak. Menurut Lana Soelistianingsih, dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, komponen inti pada inflasi menunjukkan fluktuasi permintaan. Sementara dua komponen lain menjadi indikator fluktuasi penawaran.
Pada awal Ramadhan tiga tahun terakhir, kata Lana, komponen inti inflasi tumbuh melambat. "Hal ini menunjukkan adanya gejala daya beli masyarakat tumbuh melambat," ujarnya.
Komponen inti inflasi pada awal Ramadhan 2017 tumbuh 3,2 persen. Menurut Lana, salah satu faktor pelambatan itu ialah Lebaran yang waktunya berdekatan dengan awal tahun ajaran baru. Tanpa adanya tambahan pendapatan, konsumen cenderung menahan belanja Lebaran karena akan dialokasikan ke biaya pendidikan.
Secara makro, Lana memaparkan, 35 persen masyarakat Indonesia merupakan petani, peternak, dan pekerja kebun. "Alokasi dana desa untuk tunjangan hari raya bagi mereka dapat memicu belanja Lebaran dari kelompok ini," katanya.
Terkait itu, Menteri Bidang Perekonomian Darmin Nasution di sela acara buka puasa bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Senin (5/6/2018) petani menilai, angka inflasi bulanan sebesar 0,21 persen pada Mei 2018 sebagai hal yang bagus. Sebab, target inflasi bulanan pemerintah paling tinggi 0,3 persen atau 3,6 persen dalam setahun. Angka inflasi dinilai sejalan dengan target pemerintah.
"Tadinya kita khawatir harga daging ayam. Ternyata hanya naik sedikit. Namun telur, beras, dan pendidikan bagus. Yang perlu kita jaga di akhir Ramadhan itu harga tiket pesawat (naik tinggi)," kata Darmin.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan, angka inflasi tersebut sudah bagus meski pemerintah tetap berharap inflasi bisa lebih rendah lagi. Khusus untuk harga daging ayam yang masih tinggi, pihaknya akan segera memasok daging ayam beku ke pasar. Dia berharap harganya bisa turun.
Sementara untuk harga cabe rawit, kenaikan hanya terjadi di beberapa daerah, yakni 62 kota/kabupaten. "Tapi semua rata-rata stabil. Jadi tidak ada masalah dan akan kita jaga terus," kata Enggartiasto.
Kelompok bahan makanan diperkirakan bakal menyumbang andil pada inflasi Juni 2018
Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, pemerintah perlu mewaspadai gejolak harga daging dan telur ayam. Harga kedua komoditas itu naik sejak awal Mei 2018. "Permintaannya akan tinggi hingga Lebaran," ujarnya.
Daging dan telur ayam memiliki andil terbesar pada kenaikan harga kelompok pengeluaran bahan makanan. Daging ayam menyumbang 0,07 persen, sementara telur ayam menyumbang 0,06 persen.
Kelompok pengeluaran bahan makanan diperkirakan bakal menyumbang andil pada inflasi Juni 2018. Bulan ini diprediksi sebagai salah satu puncak karena bersamaan dengan hari raya Idul Fitri.