Menjaga Telur Asin Brebes
Produsen dan pedagang telur asin di jalur pantura Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, sedang menjalani ujian. Tak sedikit yang tutup karena sepi pembeli menyusul operasi Tol Trans Jawa yang kian tersambung. Namun, Dinah (50), menolak kalah. Telur asin tak boleh jadi kisah pahit.
Dinah melanjutkan usaha suaminya, almarhum Komarudin, yang lebih dari 30 tahun hidup dari telur asin. Seperti produsen dan pedagang lain di sentra telur asin itu, Dinas berjuang mempertahankan usaha.
Seperti dialami sejumlah kios dan toko lain, toko telur asin HTM Jaya di Jalan Diponegoro Brebes, Jawa Tengah, milik Dinah, tak seramai dulu. Pengoperasian Tol Pejagan-Brebes Timur sejak tahun 2016 membuat pelintas di jalan utama Tanjung, Bulakamba, dan Ketanggungan berkurang.
Produksi telur asin yang dulu mencapai 3.000 butir per hari, anjlok hingga kurang dari 1.000 butir per hari. Pekerja yang sebelumnya mencapai delapan orang kini tersisa empat orang.
Keluhan yang sama dialami oleh lebih dari 50 toko telur asin di jalur pantura di kawasan itu. Padahal, sebelum tol terhubung, ruas itu ramai pedagang telur asin. Apalagi saat masa mudik.
Prinsipnya, pengunjung tidak boleh membeli ‘kucing dalam karung’.
Akan tetapi, banyak pedagang tak mampu bertahan. Ada yang berpindah lokasi jualan dengan menyewa kios di area peristirahatan (rest area) di dalam tol. Sebagian berpindah ke lokasi lain yang lebih strategis.
Bersama suaminya, Dinah tidak ingin larut dalam masalah. Bagi dia, perubahan itu jadi tantangan, rasa dan layanan tetap harus prima. Dia menyajikan contoh telur asin rebus, asap, dan panggang ke pengunjung.
Aneka olahan telur itu gratis untuk dicoba. Prinsipnya, pengunjung tidak boleh membeli ‘kucing dalam karung’. “Lebih dari 90 persen pengunjung yang coba pasti beli,” ujarnya.
Tradisional
Saat dicicip, rasa khas telur asin Brebes yang gurih dan masir melekat. Komarudin dan Dinah juga mengajak pengunjungnya mengobrol sambil menunggu penilaian atas produknya. Pengunjung juga bisa bertanya cara membuat telur asin. Tidak sekadar beli lalu pergi.
Kedekatan Dinah, juga suami, dengan para pelanggannya tampak di meja beralas kaca yang berisi seratusan kartu nama. Para pelanggan meninggalkan alamat dan nomor kontaknya. Bahkan, ada pelanggan yang kerap numpang mandi saat melintasi pantura.
Baca juga: https://kompas.id/baca/ekonomi/2018/03/06/siasat-telur-asin-agar-tak-dikalahkan/
Saat macet luar biasa di Brebes Timur (Brexit) 2016 lalu, ia menjadikan tokonya sebagai tempat istirahat pemudik. Kata dia, banyak teman banyak rezeki.
Terkait mutu produk, seperti almarhum Komarudin, Dinah tidak ingin main-main. Cara membuat telur asin memakan waktu 20 hari. Semakin lama dibuat, menurut dia, semakin lama pula daya tahan telur asin. Terkait ini, sebagian produsen dan pedagang memilih mempercepat proses pembuatan hingga sepekan untuk mengeruk untung lebih besar.
Telur itik dari peternak awalnya dicuci bersih sebelum proses pengasinan. Dinah dan Komarudin tidak menggunakan campuran lumpur sebagai cetakan, tetapi masih menerapkan cara tradisional, yakni abu bata, abu gosok, dan garam.
Satu per satu telur dilumuri adonan tersebut sebelum dimasak menggunakan kayu bakar, bukan minyak atau gas elpiji. Selain lebih hemat, kayu bakar dianggap membuat rasa asin lebih meresap pada telur. Lalu, telur dimasukkan ke ruang khusus pengeraman sebelum pengemasan. Pengunjung dapat melihat proses pembuatannya. Tidak ada yang ditutupi oleh Dinah.
Kegigihannya melayani konsumen sekaligus menjaga mutu telur asin khas Brebes membuahkan hasil.
Berbagai usaha dan inovasi ditempuh untuk menghidupkan usaha telur asin. Mereka ikut pameran sampai ke luar kota. Pernah ia pameran di Jakarta Convention Center (JCC) yang difasilitaasi PT Telkom. Dalam tiga hari, terjual 15.000 butir telur.
Sebelum meninggal dunia pada 24 Juli 2018, Komarudin juga membuka lapak di marketplace. Salah satunya di Bukalapak sejak tiga tahun lalu. Hasilnya, dia bisa menjual 500 butir per minggu, antara lain dikirim ke Jakarta dan luar pulau seperti Kalimantan. Saat arus mudik, Dinah bisa meraup omzet hingga Rp 6 juta per hari.
Kegigihannya melayani konsumen sekaligus menjaga mutu telur asin khas Brebes membuahkan hasil. Pelanggan setia yang awalnya mencoba jalan tol kini mulai keluar melalui gerbang Brebes Barat untuk menuju tokonya. Omzetnya pun naik hingga 20 persen pada 2017.
Di tokonya yang luasnya hanya 3 meter x 5 meter, tidak hanya aneka telur asin yang dijual. Bawang merah, termasuk produk bawang merah khas Brebes, juga tersedia. Aneka produk itu merupakan produk anggota forum usaha kecil menengah Brebes.
Sebagai mantan ketua paguyuban telur asin Brebes, (alm) Komarudin, sempat mengajak pedagang dan perajin telur asin untuk berkelompok. Awalnya, hanya 30-an anggota, tetapi kini lebih dari 100. Bagi dia, para pelaku usaha kecil menengah perlu saling dukung dalam kondisi sulit.
Oleh karena itu, Dinah dan Komarudin tidak pernah keberatan ketika ada pengusaha kecil belajar ke tempatnya. Mereka antara lain datang dari Tegal, Sulawesi, juga Maluku.
Lokasi usahanya juga jadi tempat kunjungan anak sekolah. Kunjungan-kunjunga tersebut tampak di berbagai plakat penghargaan dari sejumlah institusi. "Ini salah satu cara melestarikan telur asin khas Brebes," ucapnya.
Gerobak
Dinah berkeyakinan bahwa permintaan akan selalu ada. Perubahan situasi menuntut inovasi, termasuk dengan membuka lapak di kios virtual. "Ada permintaan, saya tangkap. Enggak ada, ya saya cari," kata Komarudin pada Maret 2018 lalu.
Komarudin pernah bercerita. Orangtuanya, Haji Tarifah Mukmin (yang kemudian menjadi nama toko HTM), menjual telur asin di gerobak. Tak diduga sebelumnya, telur-telur asinnya laris terjual.
Dari delapan bersaudara, hanya Komarudin yang melanjutkan usaha. Usahanya berkembang. Dari telur asin, tamatan sekolah menengah atas itu jadi pemenang lomba kreasi produk peternakan tingkat Jawa Tengah tahun 2006. Dia juga mengantarkan putrinya, Anisa Saini (25), ke jenjang strata dua (S2).
Komarudin dan Dinah yang ‘keras kepala’ menolak kalah hanya karena kehadiran jalan tol. Tidak sekadar mempertahankan usaha dan sumber penghidupan, keduanya menjaga "identitas" oleh-oleh khas Brebes. Sudah puluhan tahun telur asin menghidupkan Brebes. Apalagi, kini telur asin juga dijual di luar Brebes, seperti di jalur pantai utara Tegal dan Slawi.