JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertanian Amran Sulaiman tidak hadir dalam rapat terbatas tentang metodologi perhitungan data produksi beras di Kantor Wakil Presiden. Rapat dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Hadir dalam kesempatan itu, antara lain, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto.
Sesaat sebelum membuka rapat, Wapres Kalla menanyakan keberadaan Amran kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi yang hadir mewakili Amran.
”Ke mana (Menteri Pertanian)?” tanya Kalla sebelum membuka rapat kepada Agung.
Menurut Agung, Amran berhalangan hadir karena harus menghadiri rapat kerja dengan DPR. Tak dijelaskan lebih lanjut soal agenda rapat di DPR.
Rapat terbatas itu membahas perbaikan metodologi perhitungan data produksi beras menggunakan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA).
Metodologi mendasarkan pada Peta Citra Satelit yang dikeluarkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Secara berurutan, data ini kemudian diolah oleh Badan Informasi Geospasial untuk memutakhirkan Lahan Baku Sawah.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang lalu memvalidasinya untuk kemudian menetapkan Luas Baku Lahan Sawah melalui Surat Keputusan Menteri ATR.
Dari sini, BPS bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menghitung estimasi luas panen padi. Termasuk di dalamnya adalah mengecek langsung kondisi lapangan sesuai koordinat.
Metodologi baru ini diharapkan memberikan gambaran yang jauh lebih akurat tentang proyeksi produksi beras. Selama ini, proyeksi produksi beras diterbitkan BPS secara berkala menggunakan data dari Kementerian Pertanian.
Namun, banyak pihak mengkritik data dari Kementerian Pertanian yang dianggap jauh melampaui kondisi faktual. Per 2016, BPS tidak lagi mengeluarkan data yang bersumber dari Kementerian Pertanian tersebut.
Persoalan akurasi data produk beras menjadi masalah besar. Sebab, hal ini menyangkut persediaan beras di pasar dan masyarakat. Rentetannya kemudian adalah harga beras. Harga beras elastis terhadap angka kemiskinan. Sebab, porsi terbesar pengeluaran masyarakat miskin adalah untuk pembelian beras.