Pasar telepon seluler pintar di Indonesia masih tumbuh, salah satunya ditandai peningkatan volume pengiriman dari produsen ke gerai distributor meskipun dibayang-bayangi produk selundupan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar telepon seluler pintar di Indonesia masih bertumbuh, salah satunya ditandai dengan peningkatan volume pengiriman dari produsen ke gerai distributor. Meski demikian, situasi pasar itu masih dibayang-bayangi kasus produk selundupan.
Volume pengiriman ponsel pintar dari produsen ke gerai distributor, sesuai riset International Data Corporation (IDC) Indonesia, mengalami kenaikan sejak 2015 hingga 2018. Tren ini salah satunya disebabkan oleh warga yang semakin terbiasa aktif menggunakan ponsel pintar untuk beraktivitas sehari-hari.
Berdasarkan laporan riset IDC Indonesia, pada 2015, volume pengiriman ponsel pintar mencapai sekitar 29,3 juta unit. Tahun berikutnya, volume pengiriman meningkat menjadi 30,3 juta unit. Pada 2017, volume pengiriman ponsel pintar naik tipis menjadi 30,4 juta unit. Lalu pada 2018 volume pengirimannya melonjak menjadi 34,8 juta unit.
”Perkiraan kami, volume pengiriman ponsel pintar masih tumbuh moderat, yaitu empat sampai lima persen pada 2019,” ujar analis IDC Indonesia, Risky Febrian, di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Proyeksi pertumbuhan moderat menunjukkan pasar ponsel pintar di Indonesia masih menarik. Meski demikian, dia mengingatkan adanya kecenderungan konsumen mengganti ponsel pintar lebih lama.
Momen high season, seperti Lebaran, biasanya jadi penentu strategi pemasaran merek manakah yang akan lebih efektif memikat konsumen.
Pada 2017, survei konsumen IDC Indonesia menemukan, secara makro, rata-rata lama waktu seorang konsumen ganti ponsel pintar yaitu 2,1 tahun. Survei kembali dilakukan pada 2018 dan hasilnya adalah rata-rata lama waktu bertambah menjadi 2,5 tahun. Salah satu penyebabnya yaitu pembaruan inovasi kurang signifikan.
”Momen high season, seperti Lebaran, biasanya menjadi penentu strategi pemasaran dari merek manakah yang akan lebih efektif memikat konsumen. Apabila ada merek yang berani menawarkan produk dengan harga kompetitif, fiturnya pun lebih unggul, konsumen lebih mudah pindah merek,” tuturnya.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Janu Suryanto mengatakan, pihaknya menengarai masih terjadi ”pasar gelap” ponsel pintar di Indonesia. Perkiraan kementerian, porsi volume ponsel pintar yang diperjualbelikan di ”pasar gelap” berkisar sampai 30 persen.
Porsi volume ponsel pintar yang diperjualbelikan di ”pasar gelap” diperkirakan mencapai 30 persen.
Untuk mengatasi persoalan itu, Kemenperin bersama Kemkominfo dan operator telekomunikasi seluler berkomitmen melakukan validasi pusat data nomor identitas asli ponsel (IMEI). Upaya ini sekaligus mencegah peredaran ponsel pintar ilegal, melindungi industri dalam negeri, dan konsumen.
”Kami sekarang mengejar finalisasi pembahasan peraturan menteri untuk memvalidasi IMEI setiap ponsel pintar. Kami sudah mempunyai perangkatnya,” ujar Janu.
Berdasarkan data Kemenperin, selama triwulan I-2019, volume produksi dalam negeri ponsel pintar mencapai 18.499.380 unit dan impor 1.910.062 unit.
”Tidak ada catatan pasti laporan peredaran ponsel pintar ilegal. Kehadiran ’pasar gelap’ juga merugikan pendapatan pajak. Pada bulan lalu, misalnya, ada kegiatan memusnahkan ponsel pintar dan komputer jinjing selundupan dengan potensi pajak yang hilang sekitar Rp 61 miliar,” tutur Janu.