Pemerintah Siapkan Insentif Tambahan untuk Korban PHK
Pemerintah menyiapkan insentif tambahan bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Insentif akan diberikan dalam bentuk upah lanjutan selama enam bulan berturut-turut semenjak resmi terkena PHK.
Oleh
Anita Yossihara
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Skema baru ketenagakerjaan disiapkan pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang merupakan omnibus law atau penyederhanaan berbagai regulasi. Pemerintah juga menyiapkan insentif tambahan bagi korban pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Skema baru ketenagakerjaan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam rapat terbatas membahas perkembangan penyusunan omnibus law Cipta Lapangan Kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019) pagi.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, seusai rapat terbatas, menjelaskan, skema baru ketenagakerjaan itu telah disepakati untuk diatur dalam RUU Cipta Lapangan Kerja yang tengah disusun pemerintah. Ketenagakerjaan merupakan satu dari sebelas kluster yang diusulkan diatur dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.
”Dalam pembahasan mengenai cipta lapangan kerja, sedang dipersiapkan skema baru untuk bidang ketenagakerjaan terkait dengan unemployment benefit,” kata Airlangga.
Saat ini, pemerintah memang tengah menyusun naskah akademik dan draf RUU Cipta Lapangan Kerja. RUU tersebut merupakan omnibus law atau penyederhanaan dari 74 undang-undang yang terdiri atas lebih dari 1.200 pasal. Sesuai perintah Presiden Joko Widodo, sebanyak 74 undang-undang itu disederhanakan dan diselaraskan oleh satu undang-undang baru, yakni UU Cipta Lapangan Kerja.
Airlangga menjelaskan, unemployment benefit merupakan fasilitas khusus yang diberikan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, baik karena PHK maupun kehilangan pekerjaan lantaran perusahaannya pailit atau gulung tikar. Namun, insentif hanya diberikan bagi korban PHK yang sudah terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Insentif diberikan dalam bentuk upah lanjutan selama enam bulan berturut-turut semenjak resmi terkena PHK. Tidak hanya itu, korban PHK juga akan mendapatkan pelatihan sekaligus penempatan kerja di tempat baru.
”Bagi mereka yang kehilangan pekerjaan karena perusahaan itu tutup atau tidak bisa bersaing, akan mendapatkan upah lanjutan enam bulan, kemudian akan ada pelatihan dan job replacement,” ujarnya.
Untuk keperluan itu, menurut Airlangga, pemerintah akan mengubah regulasi yang mengatur Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sebab, sebelumnya UU SJSN hanya mengatur jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pensiun. Jaminan kehilangan pekerjaan itu akan diatur secara rinci dalam perubahan UU SJSN.
Secara terpisah, Ketua Bidang Polirik dan Hubungan Antar-Lembaga Dalam Negeri DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Puji Santoso mengatakan, ada beberapa persoalan yang harus dijelaskan sebelum menerapkan insentif tambahan bagi korban PHK.
”Pertama, perlu dipertegas terlebih dahulu siapa penyelenggara program. Jangan sampai begitu di-launching, instrumen untuk pelaksanaan belum jelas. Ini bisa seperti yang sudah-sudah, saling lempar antarlembaga,” tuturnya.
Tak hanya itu hal yang perlu diperjelas adalah iuran BPJS Ketenagakerjaan, apakah akan dinaikkan seiring dengan tambahan manfaat BPJS Ketenagakerjaan atau tidak. Hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah adalah jangan sampai penerapan tambahan manfaat BPJS Ketenagakerjaan justru membebani pekerja lantaran iurannya dinaikkan.
Mekanisme pemberian pelatihan, lanjut Puji, juga harus diperjelas. Konsep ataupun teknis pelaksanaan pelatihan perlu diatur lebih rinci agar implementasinya sesuai harapan. Hal yang tak kalah penting, menurut SPN, adalah pertimbangan dari salah satu pemangku kepentingan ketenagakerjaan, yakni Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional. Para penggagas program, yakni pemerintah, diharapkan bisa menerima masukan serta saran dari berbagai pihak, khususnya Tripartit Nasional.
Sementara itu, Presiden Jokowi meminta semua kementerian dan lembaga berhati-hati dalam menyusun naskah akademik dan draf RUU Cipta Lapangan Kerja. Ketentuan dalam RUU onimbus law itu harus sesuai dengan kerangka kerja serta visi penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi masyarakat. Rancangan regulasi baru itu diharapkan sudah selesai disusun dan diserahkan kepada DPR pada pertengahan Januari 2020.