Penguatan kapasitas nelayan untuk mengisi zona perairan rawan pencurian ikan merupakan bagian dari pertahanan rakyat. Namun, upaya ini terhambat keterbatasan ukuran kapal, sejalan pembatasan yang berlaku sejak 2015.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Klaim sepihak China terhadap Laut Natuna Utara yang merupakan hak berdaulat Indonesia di zona ekonomi eksklusif atau ZEE perlu disikapi dengan upaya pemerintah memperkuat kedaulatan ekonomi di perairan. Zona rawan pencurian harus diisi oleh nelayan-nelayan Indonesia.
Ahli hukum dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Mas Achmad Santosa, di Jakarta, Senin (6/1/2019), berpendapat, penguatan kapasitas nelayan untuk mengisi zona-zona perairan rawan pencurian merupakan bagian dari pertahanan rakyat untuk menjaga kedaulatan hukum dan ekonomi.
Terkait hal itu, sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di kepulauan terluar Indonesia, termasuk di Selat Lampa Natuna, harus terus diperkuat untuk mendukung kehadiran dan okupansi nelayan Indonesia di wilayah laut yang rawan pencurian kapal asing.
”Bila perlu, nelayan-nelayan itu dilengkapi alat perekam gambar, alat komunikasi dengan aparatur hukum, dan latihan bela diri,” ujarnya.
Indonesia menyatakan China melanggar kesepakatan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) dengan melanggar ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara. Klaim Indonesia atas ZEE di Laut Natuna Utara berdasarkan UNCLOS 1982 (Kompas, 4/1/2019).
Mas Achmad mengemukakan, perbuatan kapal-kapal ikan asing China masuk ke wilayah ZEE Indonesia telah berulang kali. IOJI mencatat upaya invasi itu setidaknya sejak 2016.
Upaya China memaksakan kehendak tanpa dasar hukum internasional yang kuat, sekalipun China telah meratifikasi UNCLOS, didasarkan kekayaan sumber daya perikanan di Laut Natuna Utara. Laut Natuna Utara yang memiliki 3.365 spesies ikan merupakan lima besar zona penangkapan ikan paling produktif di dunia serta menyumbang 12 persen hasil tangkapan dunia.
”Kebutuhan China terhadap ikan untuk konsumsi domestik dan ekspor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Laut mereka tidak seluas Indonesia dan beberapa bagian laut sudah mengalami eksploitasi berlebih dan penangkapan ikan berlebih yang kronis,” katanya.
Upaya mencegah invasi China juga perlu dilakukan dengan meningkatkan intensitas dialog dan diplomasi dengan Pemerintah China. ”Harga diri RI sebagai negara besar jangan dikorbankan karena alasan investasi ekonomi China di Indonesia. Sekali kita memberikan toleransi, China akan terus mengokohkan posisi di Laut Natuna Utara,” katanya.
Pembatasan kapal
Anggota Komisi IV DPR, Ono Surono, menilai, Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya ikan di ZEE Indonesia akibat turunnya kapasitas kapal perikanan. Hal ini sejalan aturan pembatasan ukuran kapal ikan, yakni maksimal 150 gros ton (GT) sejak 2015. ”Indonesia ibarat rumah, tetapi tak berpenghuni sehingga maling leluasa mencuri isinya,” kata Ono.
Perlu kapal besar untuk menangkap ikan di perairan 25- 200 mil (40,23-321,87 kilometer) sebagaimana ketentuan ZEE. Selain itu, perlu pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal serta hasil tangkapan.
Pembatasan ukuran kapal penangkapan dan pengangkut ikan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 1234/DJPT/ 2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada SIUP/SIPI/SIKPI tanggal 31 Desember 2015. Ukuran kapal penangkap ikan dibatasi paling besar 150 GT dan kapal pengangkut ikan berukuran paling besar 200 GT. Pembatasan ini hanya berlaku untuk surat izin baru.
Saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang mengkaji ulang aturan tersebut, sebagai bagian dari revisi terhadap 29 aturan yang dinilai menimbulkan polemik dan menghambat usaha perikanan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar mengemukakan, pihaknya menerima usulan dari sejumlah pihak untuk mengubah batasan ukuran kapal.
Kepala Divisi Hukum Asosiasi Tuna Indonesia Muhammad Billahmar berpendapat, kebijakan pemanfaatan perairan dan laut lepas harus 100 persen modal dalam negeri perlu dipertahankan. Tujuannya menutup celah pemodal asing masuk ke usaha perikanan tangkap dan memanfaatkan sumber daya ikan Indonesia.