Tidak Ada Pemangkasan Dana Alokasi Umum Tahun 2020
Transfer dana alokasi umum untuk pemerintah daerah tidak akan dipotong kendati penerimaan negara meleset dari target. Risiko fiskal akan dibebankan ke pemerintah pusat karena kapasitas fiskal daerah masih lemah.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transfer dana alokasi umum untuk pemerintah daerah tidak akan dipotong kendati penerimaan negara meleset dari target. Risiko fiskal akan dibebankan ke pemerintah pusat karena kapasitas fiskal daerah masih lemah.
Pada 2020, transfer ke daerah dan dana desa Rp 856,9 triliun, yang terdiri dari dana alokasi umum (DAU) Rp 427,1 triliun, dana alokasi khusus (DAK) nonfisik Rp 130,3 triliun, DAK fisik Rp 72,2 triliun, dana bagi hasil Rp 117,6 triliun, dana insentif daerah Rp 15 triliun, dana otonomi khusus Rp 22,7 triliun, dan dana desa Rp 72 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (14/1/2020), mengatakan, DAU seharusnya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah pusat. Jika pendapatan negara turun atau terdeviasi dari target, transfer DAU bisa dikurangi.
Pendapatan negara saat ini dihadapkan pada tantangan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Berkaca dari tahun 2019, penerimaan pajak yang meleset dari target (shortfall) mencapai Rp 245,5 triliun.
”Lesunya penerimaan dipengaruhi penurunan harga komoditas global, perlambatan kinerja ekspor, dan penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS. Risiko itu masih membayangi penerimaan pajak tahun 2020,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta.
Menurut Sri Mulyani, jika pendapatan negara turun, seharusnya dana yang dibagikan ke daerah turun. Namun, pemerintah daerah (pemda) belum siap menerima DAU dinamis.
Ketidaksiapan daerah menerima DAU yang bersifat dinamis karena kapasitas fiskalnya kecil. Kemampuan mengumpulkan pajak relatif rendah sehingga memengaruhi pendapatan asli daerah. Sejauh ini hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kapasitas fiskal relatif besar sehingga tidak mendapatkan DAU.
Atas pertimbangan itu, kata Sri Mulyani, skema transfer DAU tahun 2020 ditetapkan final. Besaran DAU untuk daerah tidak akan dipotong kendati pendapatan negara terkontraksi.
Seluruh risiko fiskal dibebankan ke pemerintah pusat. Skema DAU final ini dterapkan sejak 2019 atas permintaan pemda. ”DAU tahun 2020 bersifat final untuk memberikan kapastian daerah dalam pengelolaan APBD,” ujarnya.
Skema transfer DAU tahun 2020 ditetapkan final. Besaran DAU untuk daerah tidak akan dipotong kendati pendapatan negara terkontraksi. Semua risiko fiskal dibebankan ke pemerintah pusat.
Besaran DAU setiap daerah berbeda karena dihitung berdasarkan alokasi dasar dan celah fiskal daerah. Mulai 2020, ada DAU tambahan untuk bantuan pendanaan kelurahan, penggajian formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), dan penghasilan tetap perangkat desa.
Daerah yang menerima DAU harus memenuhi belanja wajib (mandatory spending) 25 persen untuk membiayai belanja infrastruktur di daerah.
Selain DAU, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga mengubah skema penyaluran dana desa mulai 2020. Penyaluran dana desa dibagi dalam tiga tahap, yakni tahap I 40 persen pada Januari-Juni, tahap II 40 persen pada Maret-Agustus, dan tahap II 20 persen pada Juli-Desember.
Dana mengendap
Sri Mulyani menambahkan, masalah pemda bukan hanya kapasitas fiskal yang kecil. Dana transfer dari pemerintah pusat masih mengendap di rekening pemda Rp 186 triliun per 30 November 2019. Padahal, realisasi sementara sampai akhir 2019 sebesar Rp 811,3 triliun.
Untuk itu, pemda terus didorong memperbaiki tata kelola keuangannya. Perencanaan harus benar-benar terencana sehingga penyaluran anggaran sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
”Pemda juga diberikan peringatan agar mengalokasi anggaran yang sifatnya mandatori, seperti pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bakti menambahkan, ada berbagai penyebab transfer ke daerah mengendap di rekening pemda, salah satunya karena pola belanja belanja setiap daerah berbeda.
”Ada daerah yang ditumpuk di akhir tahun dan ada juga yang disalurkan bertahap dengan nominal sangat kecil,” katanya.
Ada berbagai penyebab transfer ke daerah mengendap di rekening pemda. Ada daerah yang ditumpuk di akhir tahun dan ada juga yang disalurkan bertahap dengan nominal sangat kecil.
Dalam kesempatan yang sama, anggota DPD Komite IV, Ajiep Padindang, berpendapat, masalah pengendapan dan penyaluran anggaran bukan semata-semata kesalahan pemda. Ada beberapa aturan teknis di kementerian/lembaga dinilai menghambat kinerja pemda di hampir semua wilayah.
Salah satu aturan teknis yang menghambat adalah pola hubungan camat dan lurah terkait DAU untuk dana kelurahan. Bendahara anggaran berada di lingkup kecamatan, sementara penggunaan anggaran di kelurahan. Pola hubungan itu mengakibatkan sebagian dana mengendap sementara di rekening pemda.
”Permasalahan aturan teknis ini terjadi di hampir semua wilayah. Bukan pemda yang tidak kompeten, melainkan aturan acap kali menghambat,” kata Ajiep.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng berpendapat, transfer dana dari pusat yang mengendap di rekening pemerintah daerah jadi masalah klasik yang berulang setiap tahun. Pengendapan biasanya paling besar terjadi di akhir tahun anggaran.
Perencanaan anggaran daerah acap kali diselimuti intrik politik dan manipulasi sehingga proses belanja terhambat. Di sisi lain, aturan dan proses belanja memang rumit, misalnya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang. Hal itu mengakibatkan eksekusi program baru bisa dilakukan pada bulan keempat atau kelima.