Pasca-penyerahan RUU Cipta Kerja, Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia berkomitmen memuluskan implementasinya. Untuk itu, setiap DPRD di wilayah masing-masing akan menyinkronkan sejumlah peraturan daerah yang ada.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia berkomitmen memuluskan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja. Untuk itu, setiap DPRD di wilayah masing-masing akan menyinkronkan sejumlah peraturan daerah.
Menjawab pertanyaan pers seusai beraudiensi dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Jakarta, Jumat (14/2/2020), Ketua Umum Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) Armuji menyatakan, Adeksi berkomitmen untuk memuluskan implementasi UU Cipta Kerja. Dengan demikian, setiap DPRD akan menyinkronkan peraturan daerah di wilayahnya masing-masing dengan UU Cipta Kerja.
Oleh sebab itu, Armuji melanjutkan, Adeksi dalam waktu dekat akan memetakan peraturan daerah yang tidak relevan, sekaligus merencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyiapkan sinkronisasi. ”Ya, otomatis kita harus mengikuti karena kebijakan pusat itu ialah suatu kebijakan yang harus diimplementasikan di daerah-daerah,” katanya.
Ya, otomatis kita harus mengikuti karena kebijakan pusat itu ialah suatu kebijakan yang harus diimplementasikan di daerah-daerah.
Adeksi akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional V di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 10-13 Maret 2020. Dalam kesempatan itu, menurut Armuji, Wakil Presiden Ma’ruf Amin diharapkan membuka sekaligus memberikan pemahaman mengenai UU omnibus law agar seluruh DPRD kota di seluruh Indonesia memiliki pemahaman yang sama sehingga bisa melakukan sinkronisasi yang tepat.
Wakil Ketua Adeksi Didi Sumardi menambahkan, prinsipnya, peraturan daerah harus menyesuaikan dengan kebijakan perundang-perundangan nasional. Oleh karena itu, peraturan daerah akan menyesuaikan dengan UU omnibus law.
Adeksi, menurut Ketua DPRD Kota Mataram tersebut, berkomitmen mempercepat implementasi UU Cipta Kerja di daerah guna mendorong penciptaan lapangan kerja melalui peningkatan investasi di daerah. Termasuk di dalamnya melakukan langkah-langkah debirokratisasi dan mempermudah perizinan di daerah. ”Semuanya itu tentu di daerah harus diatur di peraturan daerah,” kata Didi.
Ada sejumlah hal dalam undang-undang, menurut Didi, yang langsung bisa diimplementasikan di daerah. Namun, ada pula yang perlu instrumen peraturan daerah untuk pelaksanaannya. ”Di situlah konteksnya kepentingan kita, DPRD, bagaimana melaksanakan fungsi DPRD, khususnya fungsi legislasi, untuk menyinkronkan berbagai peraturan daerah itu agar sejalan dengan UU omnibus law nantinya,” kata Didi.
Pemerintah sebelumnya menyerahkan surat presiden dan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kepada DPR, Rabu (12/2/2020). Penyerahan draf RUU itu menandai segera dimulainya pembahasan regulasi berkonsep sapu jagat itu di parlemen. RUU itu diserahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Ketua DPR Puan Maharani.
Saat penyerahan tersebut, terjadi juga unjuk rasa buruh di depan Gedung DPR. Mereka menolak RUU Cipta Kerja karena proses formil penyusunan draf RUU itu dinilai tertutup dan tidak melibatkan buruh. Akibatnya, substansi RUU itu dikhawatirkan bisa merugikan buruh. Mereka khawatir regulasi itu merugikan buruh.
Ada sembilan poin yang dikhawatirkan bisa mengancam hak dan kesejahteraan buruh. Salah satu poin di RUU Cipta Kerja yang dikhawatirkan buruh terkait pengurangan pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi dalam kondisi tertentu. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, besar pesangon bagi buruh maksimal sembilan bulan dan dapat berlipat ganda untuk jenis PHK tertentu sehingga pesangon bisa mencapai 18 bulan upah.
Ini bukan sekadar membuat satu undang-undang di mana semuanya undang-undang dimasukkan di situ atau banyak undang-undang dimasukkan di situ. Tetapi, bagaimana ini kemudian menjadi sebuah kerja yang efektif dengan satu payung hukum besar dan searah antara pusat dan daerah.
Pemberdayaan
Pada kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal Adeksi Anna Morinda mengatakan, implementasi UU Cipta Kerja pada salah satu aspek juga menyangkut pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran; serta penurunan angka tengkes (stunting).
”Jadi ini bukan sekadar membuat satu undang-undang di mana semuanya undang-undang dimasukkan di situ atau banyak undang-undang dimasukkan di situ. Tetapi, bagaimana ini kemudian menjadi sebuah kerja yang efektif dengan satu payung hukum besar dan searah antara pusat dan daerah,” kata Anna yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Metro, Lampung.
Pemerintah baru saja mengirimkan RUU Cipta Kerja ke DPR untuk dibahas. Undang-undang tersebut merupakan revisi atas sejumlah undang-undang lama yang dianggap menghambat investasi. Presiden menargetkan undang-undang tersebut disahkan pemerintah dan DPR pada Mei.