Harga gabah petani berpotensi anjlok seiring meningkatnya pasokan dan rendahnya penyerapan pada panen raya pada April-Mei 2020 mendatang. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu mewaspadai turunnya daya beli petani.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Daya beli petani sebagai produsen beras nasional terancam turun selama periode Ramadhan-Lebaran 2020. Hal ini perlu diantisipasi dengan mengoptimalkan kemampuan Perum Bulog dalam menyerap gabah atau beras di tingkat petani pada panen raya Maret-April 2020.
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi berpendapat, Indonesia perlu mewaspadai pelemahan daya beli petani padi saat Ramadhan-Lebaran atau April-Mei 2020 sebab harga gabah berpotensi anjlok.
”Petani ingin turut merayakan Ramadhan dan Lebaran sehingga harus memiliki daya beli. Kita upayakan agar mereka punya daya beli yang bersumber (utama) dari hasil panen (raya),” kata Bayu saat ditemui di sela diskusi tentang ketahanan pangan yang diadakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Berkaca dari tahun lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju kenaikan harga atau inflasi secara umum pada Maret 2019 mencapai 0,11 persen. Di tengah inflasi tersebut, kelompok bahan makanan menjadi satu-satunya penyumbang deflasi sebesar 0,01 persen.
Deflasi bahan makanan itu disebabkan oleh rendahnya harga yang menekan produsen pangan. Pada periode tersebut, beras mengalami deflasi terbesar dalam kelompok bahan makanan (Kompas, 2/4/2020).
Pada April 2019, harga gabah jatuh hingga Rp 4.357 per kilogram atau lebih rendah 4,37 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal, ongkos produksi saat itu mencapai Rp 4.523 per kg, menurut data Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI).
Menurut Bayu, deflasi berpotensi terjadi lagi pada Maret-April tahun ini karena ada potensi harga gabah yang anjlok dan melemahkan daya beli petani. ”Agar harga di tingkat petani aman, Bulog mesti menyerap sekitar 1-1,5 juta ton (setara beras) pada panen raya. Angka ini berkisar 60-65 persen dari total serapan selama setahun,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menargetkan, serapan gabah petani untuk cadangan beras pemerintah (CBP) pada Maret-April 2020 mencapai 1 juta ton setara beras. Angka ini merupakan 60 persen dari total target serapan gabah untuk CBP sepanjang 2020.
Menurut data historis Badan Ketahanan Pangan, realisasi pengadaan dalam negeri untuk CBP pada Januari-April 2019 mencapai 321.123 ton. Padahal, target pada periode tersebut sebesar 1,62 juta ton.
Salah satu penyebab rendahnya penyerapan tersebut ialah menyempitnya kanal penyaluran Bulog karena peralihan program bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) ke bantuan pangan nontunai (BPNT). Akibatnya, stok beras menumpuk di gudang.
Agung mengatakan, pemerintah sudah mengusulkan sejumlah opsi penyaluran bagi Bulog agar gudangnya dapat diisi oleh penyerapan gabah/beras dari petani dalam negeri pada Maret-April mendatang. ”Misalnya, ekspor beras ke Arab Saudi untuk jemaah haji,” katanya.
Pemerintah mengusulkan sejumlah opsi penyaluran bagi Bulog agar gudangnya bisa diisi gabah/beras dari petani.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyebutkan, stok CBP yang ada di gudan Bulog saat ini mencapai 1,6 juta ton. Dia optimistis, Bulog dapat menjalankan penugasan penyerapan gabah/beras di tingkat petani pada panen raya mendatang.
Tri menyatakan, salah satu strategi untuk mengoptimalkan penyaluran dalam waktu dekat ialah kerja sama dengan Kementerian Perindustrian. ”Beberapa hari yang lalu, Menteri Perindustrian berencana meminta industri di bidang pangan untuk menyerap beras dari Bulog. Perkiraan kebutuhan beras untuk industri sekitar 400.000 ton per tahun,” ujarnya saat ditemui setelah diskusi yang sama.