Daya beli petani berpotensi semakin tergerus pada masa panen raya Maret-April 2020. Belum memasuki masa panen raya tersebut, daya beli petani sudah turun.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan harga gabah dan nilai tukar petani menunjukkan produsen pangan terjepit di antara melorotnya pendapatan dan meningkatnya konsumsi. Oleh sebab itu, petani membutuhkan harga yang mampu menjamin kesejahteraan dan daya beli, terutama pada panen raya Maret-April tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani (NTP) pada Februari 2020 turun 0,78 persen dari bulan sebelumnya menjadi 103,35. Khusus NTP tanaman pangan, penurunannya sebesar 0,44 persen menjadi 103,76.
Direktur Statistik Harga BPS Nurul Hasanudin, Minggu (8/3/2020), mengatakan, penurunan NTP pada Februari 2020 dipengaruhi penurunan harga produk pertanian di tingkat petani sebesar 0,38 persen. ”Sementara itu, harga-harga produk yang dikonsumsi petani naik sebesar 0,4 persen,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Seiring dengan menurunnya NTP, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani juga turun 1,84 persen dari bulan sebelumnya. Harga GKP di tingkat petani pada Februari 2020 adalah Rp 5.176 per kilogram (kg).
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja mengemukakan, penurunan NTP dan harga GKP pada Februari lalu disebabkan rendahnya harga gabah di tingkat petani. Hujan berintensitas tinggi pada awal tahun membuat petani tak bisa lama-lama menyimpan gabah sehingga mereka menjualnya dengan harga seadanya.
Hujan juga menyebabkan kadar air meningkat sehingga berdampak pada penurunan kualitas gabah. ”Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera memetakan lahan-lahan sawah yang terdampak curah hujan tinggi dan menyiapkan bantuan mesin pengering di sana. Mesin itu untuk mengeringkan gabah hasil panen raya Maret-April ini,” ujarnya.
Selain itu, Guntur khawatir, hasil panen pada Maret-April 2020 akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu lantaran terdampak hujan selama awal tahun. BPS mencatat, perkiraan hasil produksi nasional pada Maret-April 2019 mencapai 10,37 juta ton setara beras.
Hasil panen pada Maret-April 2020 akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu lantaran terdampak hujan selama awal tahun.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa menilai penurunan harga gabah di tingkat petani disebabkan pelepasan cadangan stok beras oleh pedagang. Pelepasan ini merupakan persiapan untuk penyerapan pada masa panen Maret-April 2020.
Tingkatkan HPP
Untuk menjamin kesejahteraan petani, Dwi mengatakan, pemerintah perlu menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) GKP menjadi Rp 4.500 per kg. ”Berdasarkan perhitungan, dengan HPP sebesar Rp 4.500 per kg, harga gabah di tingkat petani akan bergerak di rentang Rp 4.500-Rp 5.000 per kg saat panen raya. Harga gabah dan beras pun dapat stabil sepanjang 2020,” katanya.
Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras, HPP untuk GKP di tingkat petani Rp 3.700 per kg. Selama ini, pemerintah menggunakan fleksibilitas sebesar 10 persen di atas HPP dalam menyerap gabah untuk pengadaan cadangan beras pemerintah.
Sementara Guntur berharap harga gabah di tingkat petani sebesar 25 persen di atas ongkos produksi guna menjaga daya beli petani. ”Pengeluaran petani ke depan cukup besar untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan-Lebaran dan uang sekolah (saat tahun ajaran baru),” ujarnya.
Pengeluaran petani ke depan cukup besar untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan-Lebaran dan uang sekolah (saat tahun ajaran baru).
Serapan Bulog
Selain revisi harga pembelian pemerintah, Dwi mengatakan, serapan Perum Bulog dalam pengadaan cadangan beras pemerintah turut berperan strategis membentuk harga gabah di tingkat petani saat panen raya. Untuk itu, Bulog mesti mampu menyerap 20 persen dari produksi beras pada Maret-April ini.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog Bachtiar menyatakan stok Bulog saat ini berkisar 1,6 juta ton. ”Sepekan ini penyerapan (untuk cadangan beras pemerintah) berjalan lancar,” ujarnya saat ditemui, Jumat.
Bachtiar menyebutkan, penyerapan paling banyak berada di daerah sentra produksi seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain itu, Bulog akan fokus menyerap gabah sehingga lebih awet saat disimpan dan potensi turun mutunya mengecil.