Kejatuhan harga minyak dalam beberapa hari terakhir diperkirakan kian membuat iklim investasi hulu migas Indonesia terpuruk. Perlu terobosan seperti kepastian kebijakan dan insentif fiskal.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia memerlukan kepastian berinvestasi. Kebijakan yang mudah berubah-ubah membingungkan investor dan membuat iklim investasi di Indonesia tak menarik di mata investor.
Kondisi hulu migas di Indonesia berada dalam situasi krisis. Harga minyak dunia yang merosot drastis dalam beberapa hari terakhir menjadi pukulan berat bagi industri hulu migas. Perang harga minyak yang dimotori Arab Saudi menyebabkan kejatuhan harga hingga level 30 dollar AS per barel. Jika kondisi itu terus berkepanjangan, dikhawatirkan industri hulu bakal lesu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Marjolijn Wajong, Rabu (11/3/2020), mengatakan, ada tiga hal yang diperlukan investor dalam berinvestasi di hulu migas di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah kestabilan kontrak, kebijakan fiskal yang konsisten, dan kelengkapan data wilayah kerja migas.
Apabila ketiga hal itu tak terpenuhi, dipastikan iklim investasi hulu migas di Indonesia kian lesu. Tanpa pukulan harga minyak sekarang ini pun sebenarnya industri hulu migas belum sepenuhnya pulih akibat kondisi 2015-2016 (saat harga minyak juga jatuh ke level 30 dollar AS per barel).
”Bisa dibilang Indonesia sedang krisis,” ujar Marjolijn saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (Iatmi) di Jakarta.
Tanpa pukulan harga minyak sekarang ini pun sebenarnya industri hulu migas belum sepenuhnya pulih akibat kondisi 2015-2016. Bisa dibilang Indonesia sedang krisis.
Menurut Marjolijn, peningkatan daya saing menjadi kunci untuk menggairahkan investasi hulu migas Indonesia. Namun, perbaikan daya saing internal dianggap belum cukup. Indonesia perlu membandingkan kemampuan daya saing industri hulu migas luar negeri.
”Kendati di dalam negeri sudah ada perbaikan, mari kita tengok apa yang dilakukan oleh negara lain. Kalau mereka (negara lain tersebut) lebih bagus, pada akhirnya itulah yang menjadi pilihan investor untuk berinvestasi,” ujarnya.
Penasihat Ahli pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Satya Widya Yudha, mengatakan, sumber daya migas sebaiknya tak dijadikan sebagai sumber penerimaan negara. Migas harus dijadikan modal sebagai penggerak ekonomi di dalam negeri.
Dengan demikian, dampak ganda dari migas akan terwujud. ”Pola pikir migas sebagai sumber penerimaan negara harus diubah. Dengan kondisi global yang tengah lesu, pemberian insentif diharapkan bisa menggairahkan lagi industri hulu migas nasional,” kata Satya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Tata Kelola Minyak dan Bumi, Nanang Untung, berpendapat, regulasi yang ada belum mampu mendongkrak daya tarik investasi hulu migas. Hal itu ditengarai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang saat ini proses revisinya sedang dijalankan. Indonesia dipandang tak lagi menarik di mata investor.
”Pada periode 2007 sampai 2017, investasi global hulu migas tumbuh 5 persen. Sebaliknya, di saat yang sama justru terjadi penurunan di Indonesia sebesar 50 persen. Masalah perpajakan, pembebasan lahan, dan sebagainya yang membuat investor berkurang ketertarikannya,” ujar Nanang.
Nanang menambahkan, industri hulu migas sebaiknya tak dianggap enteng. Setiap nilai investasi sebesar Rp 1 triliun timbul efek ganda senilai Rp 3,7 triliun. Selain itu, serapan tenaga kerja dengan investasi sebesar itu bisa mencapai 13.600 orang. Dampak seperti inilah yang tidak diperoleh dalam bisnis energi primer lainnya.
Tahun ini, pemerintah menargetkan investasi migas di Indonesia sebesar 15,1 miliar dollar AS atau melampaui realisasi 2019 yang sebesar 12,9 miliar dollar AS. Dalam lima tahun terakhir, realisasi investasi terendah terjadi pada 2017 yang hanya 11,1 miliar dollar AS. Pada 2015, investasi migas di Indonesia mencapai 17,9 miliar dollar AS.