Dari Keringanan Kredit hingga Terbebas dari Kejaran ”Debt Collector”
Pemerintah memberikan keringanan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang mengalami kesulitan usaha akibat Covid-19. Keringanan diberikan dalam bentuk penurunan dan penundaan kredit hingga satu tahun.
Oleh
mukhamad kurniawan
·5 menit baca
Otoritas Jasa Keuangan memberikan kelonggaran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah dengan nilai di bawah Rp 10 miliar. Keringanan kredit atau pembiayaan bank dan lembaga keuangan nonbank diberikan dalam bentuk penurunan bunga dan penundaan sampai satu tahun bagi nasabah yang terdampak Covid-19.
Keringanan itu tertuang dalam ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Kontra Siklus. Ketentuan itu menyebutkan bahwa debitor yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini adalah debitor (termasuk UMKM) yang kesulitan memenuhi kewajiban pada bank karena debitor atau usahanya terdampak penyebaran Covid-19.
Dampak itu dialami debitor, baik langsung maupun tidak langsung. Dampak itu antara lain terjadi di sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Dalam POJK ini, pada prinsipnya bank dapat merestrukturisasi kredit/pembiayaan seluruh debitor, termasuk UMKM, sepanjang teridentifikasi terdampak Covid-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.
Bank dapat merestrukturisasi kredit/pembiayaan seluruh debitor, termasuk UMKM, sepanjang teridentifikasi terdampak Covid-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.
OJK dalam keterangan tertulis, Selasa (24/3/2020), menyusun beberapa pertanyaan umum dan jawaban terkait kebijakan tersebut. Berikut petikannya:
Secara umum, bagaimana mekanisme dan restrukturisasi kredit/pembiayaan tersebut?
Kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar apabila diberikan ke debitor yang teridentifikasi terkena dampak penyebaran Covid-19. Restrukturisasi mengacu pada peraturan OJK tentang penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan atau konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
Berbagai skema itu diserahkan sepenuhnya kepada bank. Restrukturisasi juga bergantung pada hasil identifikasi bank atas kinerja keuangan debitor atau penilaian atas prospek usaha dan kapasitas membayar debitor yang terdampak Covid-19.
Jangka waktu restrukturisasi ini sangat bervariasi bergantung pada penilaian bank terhadap debitornya dengan jangka waktu maksimal satu tahun.
Berarti nanti setiap bank memiliki kebijakan yang berbeda?
Secara umum, dalam pemberian restrukturisasi, bank mengacu pada peraturan OJK tentang penilaian kualitas aset. Namun, penerapan atau skema restrukturisasi dapat bervariasi sesuai kebijakan setiap bank, bergantung pada penilaian terhadap profil dan kapasitas membayar debitornya.
OJK menekankan ke seluruh bank agar restrukturisasi dilakukan secara bertanggung jawab dan agar tidak terjadi risiko ekonomi (moral hazard). OJK berharap kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terkait dengan debitor yang sebelumnya lancar, tetapi kemudian turun kinerja usahanya karena Covid-19.
OJK justru meminta bank proaktif membantu debitornya dengan menawarkan skema restrukturisasi yang tepat, baik dari sisi jangka waktu, besaran cicilan, maupun relaksasi bunga.
Ilustrasi moral hazard dan pemberian restrukturisasi yang tak bertanggung jawab antara lain restrukturisasi diberikan ke nasabah, yang sebelum merebaknya Covid-19 sudah bermasalah, tetapi memanfaatkan stimulus dengan memberikan restrukturisasi agar status debitornya jadi lancar.
Sebagai dampak Covid-19, ada kelonggaran cicilan kredit satu tahun untuk rakyat kecil, apa maksudnya?
Kelonggaran sampai dengan satu tahun itu mengacu pada jangka waktu restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK Stimulus. Kelonggaran cicilan yang dimaksud lebih ditujukan pada debitor kecil, antara lain sektor informal, usaha mikro, pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif mereka.
Misalnya pekerja informal yang memiliki tagihan kepemilikan rumah dengan tipe tertentu atau program rumah sederhana, pengusaha warung makan yang terpaksa tutup karena ada kebijakan bekerja dari rumah (work from home).
Penundaan pembayaran pokok sampai satu tahun dapat diberikan ke debitor prioritas. Dalam periode satu tahun itu, debitor dapat diberikan penundaan atau penjadwalan pokok dan atau bunga dalam jangka waktu tertentu, sesuai kesepakatan atau penilaian bank atau perusahaan pembiayaan (leasing), misal 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, atau 12 bulan.
”Debt collector”
Untuk leasing, apakah perusahaan pembiayaan juga melakukan penilaian sama seperti bank? Bagaimana larangan penarikan kendaraan bermotor oleh debt collector (juru tagih)?
Untuk nilai leasing, senada semangat yang saat ini sudah tertuang dalam peraturan OJK itu. OJK sedang memfinalkan produk hukum setelah berkoordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia agar penerapannya tidak menimbulkan moral hazard. Sebagai catatan, OJK sementara waktu melarang penarikan kendaraan oleh debt collector. Namun, hal ini diiringi penunaian kewajiban debitor.
OJK sementara waktu melarang penarikan kendaraan oleh debt collector. Namun, hal ini diiringi penunaian kewajiban debitor.
Debitor yang sudah bermasalah sebelum wabah Covid-19 dan mengalami tambahan masalah karena Covid-19 diharapkan menghubungi kantor leasing terdekat untuk mencari kesepakatan, antara lain penjadwalan kembali angsuran.
Bagaimana cara menyikapi jika masih ada debt collector yang berusaha melakukan penarikan kendaraan bermotor?
Debitor dapat memanfaatkan kesempatan mendapat restrukturisasi dengan mengajukan permohonan ke perusahaan pembiayaan/leasing untuk mengklarifikasi pemenuhan kewajibannya.
Pengajuan bisa disampaikan secara daring tanpa harus datang dan bertatap muka. Debt collector diminta menghentikan sementara tindakan menarik kendaraan. Namun, OJK mengingatkan debitor yang memiliki tunggakan untuk tidak diam. Debitor diminta proaktif mengajukan restrukturisasi.
Banyak kasus kendaraan yang menjadi obyek leasing tidak lagi dikuasai oleh debitor, apakah yang seperti ini masih memungkinkan penarikan oleh debt collector?
Restrukturisasi ini mensyaratkan itikad baik debitor. Artinya, debitor harus berkomunikasi (secara daring atau surat tanpa tatap muka) dengan leasing/perusahaan pembiayaan untuk menyampaikan permasalahan dan keberadaan kendaraan yang menjadi obyek leasing.
Hal ini penting agar leasing/perusahaan pembiayaan sesuai tata cara penarikan kendaraan masih dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian melakukan tindakan hukum apabila terdapat unsur melawan perbuatan hukum secara perdata maupun pidana.
Bagaimana cara dan syarat supaya bisa mendapatkan relaksasi kredit/leasing?
Pelaksanaan restrukturisasi ini diprioritaskan untuk debitor yang memiliki itikad baik dan terdampak Covid-19. Hal penting yang wajib diketahui antara lain debitor wajib mengajukan permohonan restrukturisasi dengan melengkapi data yang diminta oleh bank/leasing yang dapat disampaikan secara daring.
Pelaksanaan restrukturisasi ini diprioritaskan untuk debitor yang memiliki itikad baik dan terdampak Covid-19.
Selain itu, bank/leasing akan melakukan penilaian, antara lain apakah debitor termasuk yang terdampak langsung atau tidak langsung, riwayat pembayaran pokok/bunga, kejelasan penguasaan kendaraan (terutama untuk leasing).