JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 membuat industri kecil dan menengah atau IKM kesulitan memperoleh bahan baku produksi. Untuk mengatasi persoalan yang dihadapi IKM, pemerintah mengajukan skema pinjaman lunak bagi kelompok industri ini.
Kesulitan yang dihadapi IKM tersebut dilaporkan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih dalam rapat kerja virtual bersama Komisi VI DPR. ”Bahan baku menipis sehingga IKM mesti bersaing dengan industri besar untuk memperolehnya,” katanya, Selasa (28/4/2020).
Agar IKM dapat mengatasi persoalan itu, tambah Gati, Kementerian Perindustrian telah menyurati Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membahas skema pinjaman lunak. Total dana pinjaman lunak bagi IKM yang diusulkan sebesar Rp 22 triliun.
Gati memaparkan, dana itu akan digunakan untuk memfasilitasi pinjaman bagi sekitar 987.000 IKM untuk memperoleh bahan baku. Dengan skema pinjaman lunak ini, IKM dapat memperoleh pendanaan dengan bunga nol persen.
Menurut peneliti Center of Investment, Trade, and Industry Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, usulan skema pinjaman lunak tersebut merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan. ”Akan tetapi, hal ini belum cukup untuk membantu arus keuangan IKM dalam menghadapi pukulan pandemi Covid-19,” katanya saat dihubungi.
Dengan skema pinjaman lunak ini, IKM dapat memperoleh pendanaan dengan bunga nol persen.
Menurut Andry, produksi yang mesti terus berjalan di tengah permintaan yang lesu membuat beban biaya yang ditanggung IKM bertambah. Oleh sebab itu, dia berpendapat, pemerintah dapat meringankan beban biaya tersebut, antara lain dengan menangguhkan pembayaran pajak atau relaksasi pembayaran pajak dengan cara mencicil.
Selain itu, pemerintah juga dapat mengurangi biaya utilitas yang menjadi komponen modal produksi IKM. Misalnya, dalam bentuk subsidi tarif listrik bagi IKM atau kemudahan membayar tarif listrik secara mencicil.
Kesulitan
Pemerintah telah menyediakan fasilitas restrukturisasi kredit perbankan, termasuk bagi IKM. Restrukturisasi itu dapat berupa perpanjangan jangka waktu pinjaman dan penyesuaian pembayaran pokok atau bunga pinjaman.
Baca juga: Industri Kecil Menengah Bersiap Produksi Alat Pelindung Diri Berstandar Medis
Akan tetapi, tambah Gati, sejumlah IKM di daerah sulit mengajukan restrukturisasi kredit kepada perbankan. ”Seharusnya IKM-IKM bisa mendapat fasilitas penundaan pembayaran, baik pokok maupun bunga. Namun, ada sejumlah IKM yang masih ditagih,” katanya.
Kesulitan itu juga dilaporkan Gati pada rapat kerja dengan Komisi VI DPR. Ia berharap Komisi VI dapat mengoordinasikan hal ini dengan Himpunan Bank-bank Milik Negara agar implementasi kebijakan restrukturisasi kredit dari pemerintah pusat berlaku seragam di daerah.
Menurut Andry, kesulitan pengajuan restrukturisasi kredit itu disebabkan kondisi likuiditas perbankan. ”Sejumlah bank mengalami tekanan pada likuiditas sehingga menjadi semakin selektif terhadap debitor,” katanya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso dalam diskusi secara dalam jaringan dengan Kompas, Senin (27/4), menyebutkan, restrukturisasi kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah mulai dilakukan bank. Per 26 April 2020, kredit 522.728 debitor UMKM direstrukturisasi dengan nilai pinjaman yang direstrukturisasi Rp 60,86 triliun.