JAKARTA, KOMPAS — Bantuan insentif Rp 600.000 yang dibutuhkan peserta Kartu Prakerja untuk menyambung hidup perlu waktu untuk dicairkan. Pemilihan peserta Kartu Prakerja secara acak juga membuat penyaluran bantuan salah alamat ke orang yang masih bekerja dan mampu.
Per Rabu (29/4/2020), dari 8,6 juta orang yang mendaftarkan diri, 456.265 orang lolos seleksi sebagai peserta Kartu Prakerja. Pemerintah menyalurkan Rp 596,8 miliar untuk peserta gelombang pertama dan menyusul untuk peserta gelombang kedua. Namun, penyaluran Kartu Prakerja selama dua gelombang pertama ditengarai tidak tepat sasaran dan tidak tepat guna.
Sejumlah peserta gelombang pertama yang tidak lagi punya pendapatan karena terdampak Covid-19 belum bisa mencairkan insentif Rp 600.000. Insentif itu seharusnya diperoleh sesudah mengikuti satu kelas pelatihan. Namun, proses dan tahapan untuk mencairkan bantuan ternyata memakan waktu lama.
Kevin (24), peserta Kartu Prakerja asal Madiun, Jawa Timur, menuntaskan pelatihan menulis Tempo Institute sejak dua hari lalu dan memperoleh sertifikat. Namun, ia belum bisa mendapatkan insentif karena pelatihan yang ia rampungkan masih dalam status diakurasi.
”Saya juga tidak bisa ikut kelas pelatihan lain lagi karena proses akurasi belum selesai,” kata Kevin yang sudah tiga pekan menganggur karena dikenai PHK, Rabu (29/4/2020).
Ia mencoba mencari informasi dan diminta menunggu tiga hari sesudah pelatihan rampung agar bisa mendapatkan insentif. Kevin berharap proses pencairan insentif bisa lebih cepat.
Di sisi lain, metode seleksi peserta yang acak juga membuat penyaluran bantuan Kartu Prakerja tidak tepat sasaran.
Peserta gelombang kedua, Ahmad (28), karyawan swasta di Tangerang, Banten, masih bekerja dan menerima gaji utuh. Ia mendaftar sebagai peserta Kartu Prakerja. Ia jujur menyatakan masih bekerja dan mendaftar karena ingin mencari pendapatan tambahan.
Setelah menunggu satu pekan, Ahmad mendapat notifikasi lolos seleksi Kartu Prakerja. Saldo Rp 1 juta untuk biaya kelas pelatihan dalam jaringan sudah masuk ke rekening virtualnya. Artinya, Ahmad sudah bisa memilih kelas pelatihan dan mendapatkan insentif Rp 600.000 per bulan setelah satu kelas pelatihan tuntas.
Ahmad masih menimbang dan belum menggunakan saldo biaya pelatihan tersebut. ”Saya juga kaget, ternyata segampang ini untuk dapat Kartu Prakerja. Padahal, seharusnya mudah mau verifikasi status pekerjaan saya. Sekarang sudah telanjur basah, tapi saya belum memutuskan,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai perlu evaluasi menyeluruh terhadap relevansi dan efektivitas penerapan Kartu Prakerja di tengah pandemi Covid-19. Kelas pelatihan seharusnya ditiadakan dan dialihkan untuk bantuan sosial bagi pekerja yang terdampak.
Penyaluran insentif yang sebenarnya paling dibutuhkan peserta terkendala karena kelas-kelas pelatihan dijadikan prasyarat untuk bisa mencairkan bantuan. Padahal, masyarakat tidak butuh pelatihan di tengah pandemi, tetapi uang untuk makan dan menyambung hidup.
”Harus dievaluasi, kelas-kelas pelatihan sebaiknya ditunda. Publik juga pasti paham kalau program (pelatihan) tidak bisa dijalankan tahun ini. Jangan sampai program ini malah menurunkan kredibilitas pemerintah,” katanya.
Ia juga menyoroti metode seleksi acak yang digunakan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja. Cara itu dinilai tidak tepat karena tidak membedakan pekerja yang benar-benar terdampak Covid-19 dan membutuhkan bantuan. Pada akhirnya, akan muncul banyak kasus penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran.
Pada akhirnya, akan muncul banyak kasus penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran.
Rasa dan empati
Direktur Riset Center of Reform and Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, pemerintah tidak cukup hanya mempertimbangkan aspek rasional, tetapi juga harus melibatkan rasa dan empati. Di tengah pandemi, prioritas kebutuhan masyarakat adalah bertahan hidup tanpa penghasilan, bukan mengikuti kelas-kelas pelatihan.
Bantuan insentif seharusnya tidak dipersulit ketika masyarakat sedang dalam kondisi menyambung hidup. ”Terkadang, kita tidak hanya butuh kebijakan yang rasional, tapi juga kebijakan yang mempertimbangkan rasa dan empati. Banyak sekali masyarakat yang terkena PHK dan tidak bisa bayar kontrakan, seharusnya bisa menggugah rasa dan hati,” katanya.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, proses pencairan insentif membutuhkan setidaknya lima hari setelah pelatihan tuntas. ”Kloter pertama masih belum selesai satu siklus, mereka memang sudah menyelesaikan pelatihan, tapi belum menerima benefit, biasanya menunggu lima hari,” katanya.
Denni mengatakan, untuk peserta yang telah menyelesaikan pelatihan, insentif Rp 600.000 paling lambat akan dicairkan ke rekening peserta pada Jumat (1/5/2020) besok. Pemerintah akan memantau implementasi program. ”Harap maklum, kami ini istilahnya bayi yang baru saja lahir dan sudah harus langsung belajar berjalan,” katanya.
Baca juga: Efektifkah Kartu Prakerja di Tengah Pandemi Covid-19?
Terkait seleksi acak peserta, Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky menjelaskan, metode itu diterapkan agar seleksi peserta tetap obyektif. Manajemen Pelaksana pertama-tama mendahulukan slot kuota untuk peserta yang sudah terdata dalam basis data pemerintah. Berikutnya, baru peserta yang mendaftar langsung tetapi tidak terdata. Mereka semua diseleksi secara acak oleh sistem Kartu Prakerja.
”Paling adil adalah randomisasi karena itu tidak melibatkan diskresi atau subyektivitas dari manajemen pelaksana,” ujarnya.