RUU Cipta Kerja disarankan agar fokus ke UMKM. Sebab, selama ini 97 persen angkatan kerja di Indonesia bergerak di sektor informal dan sebagian besar disumbang oleh UMKM
Oleh
Rini Kustiasih dan Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah ahli dan praktisi ekonomi yang diundang Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat dengar pendapat umum Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja berharap RUU yang dibentuk dengan metode omnibus law itu fokus pada pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Selama ini, UMKM menyediakan lapangan kerja bagi 97 persen angkatan kerja nasional dan hanya 3 persen yang disediakan oleh lapangan kerja formal.
Selasa (5/5/2020), Panitia Kerja RUU Cipta Kerja kembali mengadakan RDPU dengan pakar. Namun, berbeda dengan agenda sebelumnya yang dijadwalkan untuk melakukan RDPU dengan pakar hukum guna memberikan masukan terkait dengan konsideran dan Bab I tentang Ketentuan Umum, RDPU kemarin mendengarkan pendapat dari dua narasumber yang berkutat di sektor ekonomi. Dua narsum itu ialah pengusaha Emil Arifin dan Direktur Institute of Developing Entrepreneurship Sutrisno Iwantono. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya.
Emil dalam paparannya menggambarkan pengalaman empiriknya sebagai pengusaha di bidang peternakan susu sapi perah. Usaha yang dirintis orangtuanya sejak tahun 1960 itu mengalami keterpurukan karena Covid-19. Dalam perkembangannya selama ini, usaha tersebut didukung dengan baik oleh koperasi karyawan. Karyawan merasa memiliki terhadap usaha yang dikelola keluarga Emil dan mendapatkan keuntungan berlipat dari pengelolaan bisnis yang dijalankan secara mandiri oleh anggota koperasi.
”Jadi, di koperasi karyawan ini, semua unit usaha kita ada koperasi karyawan dan cukup maju. Tidak ada serikat buruh di perusahaan kami. Bukan dilarang, tetapi antarkaryawan sendiri yang meminta agar tidak ada serikat buruh karena koperasi karyawan ada benefit sendiri bagi mereka. Jadi, kalau kami lihat, kekuatan kami di koperasi karyawan ini,” katanya.
Selain penguatan koperasi, Emil berharap ada pengaturan yang jelas terkait dengan pengembangan UMKM. Menurut dia, UMKM dan koperasi tidak bisa disamakan dengan perusahaan besar karena daya saing UMKM dan koperasi masih rendah sehingga perlu dibantu. Demikian pula dalam pembayaran upah minimum regional (UMR), tidak jarang UMKM dan koperasi masih kesulitan karena keuntungan yang terbatas.
Dalam membangun hubungan baik antara pengusaha dan karyawan, menurut Emil, koperasi memainkan peranan penting. Dengan jumlah karyawan berkisar 300 orang, keuntungan yang bisa diperoleh dari karyawan dari koperasi, menurut Emil, cukup memadai. Koperasi itu antara lain menjalankan usaha pengiriman logistik, pengelolaan sisa produksi, penyewaan tempat, simpan pinjam, dan toko bahan pokok.
Sekitar 97 persen angkatan kerja yang dimiliki Indonesia bergerak di sektor informal dan sebagian besar disumbang oleh UMKM.
Sementara itu, Sutrisno Iwantono mengatakan, UMKM memainkan peranan penting dalam mendukung ekonomi nasional. Peran itu, antara lain, dibuktikan ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada 1998. UMKM selama ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Sekitar 97 persen angkatan kerja yang dimiliki Indonesia bergerak di sektor informal dan sebagian besar disumbang oleh UMKM. Hanya sebagian kecil pekerja yang bergerak di sektor formal, termasuk kelompok buruh yang tergabung dalam serikat pekerja.
”Tujuan omnibus law ini kan untuk menciptakan lapangan kerja. Untuk mencapai itu, pembahasan omnibus law itu seyogianya itu lebih fokus pada UMKM dan mendengarkan aspirasi dari UMKM karena sesungguhnya mereka yang menyediakan lapangan kerja pada saat susah seperti ini,” kata Sutrisno.
Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengatakan, sudah tepat bila pembahasan RUU Cipta kerja itu fokus pada UMKM sebab selama ini kelompok usaha tersebut menjadi penyangga ekonomi. Sayangnya, UMKM selama ini sulit berkembang atau tumbuh menjadi kelompok usaha besar.
Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengatakan, UMKM diibaratkan sebagai pondasi ekonomi nasional. Perhatian pada sektor usaha itu pun perlu untuk terus ditingkatkan oleh pemerintah. Sementara itu, terkait dengan koperasi dan kemitraan antara pengusaha besar dan kecil perlu dibangun dengan asas kebersamaan.
Sudah tepat bila pembahasan RUU Cipta kerja itu fokus pada UMKM sebab selama ini kelompok usaha tersebut menjadi penyangga ekonomi.
Dihubungi setelah RDPU, Willy mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja masih dilakukan secara umum dan belum spesifik memasuki kluster-kluster di dalamnya. Narasumber yang dihadirkan pun berasal dari beragam latar belakang yang merupakan usulan dari beberapa fraksi.
”Ini masih pembahasan secara umum, keseluruhan. Kami belum masuk ke kluster-kluster,” ujarnya.
Willy menyampaikan, pembahasan umum ini sembari menunggu penyerahan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari seluruh fraksi. DIM akan diserahkan per bab sesuai dengan jadwal pembahasan. Secara berurutan pembahasan dimulai dari Bab 1 tentang Ketentuan Umum dan Bab 2 tentang Maksud dan Tujuan.
”DIM nanti masuk dulu. Kapan masuk, nanti kami rapatkan, kapan fraksi-fraksi siapnya. Habis itu langsung masuk pembahasan,” tutur Willy.