Perkuat Ketahanan Pangan, Petani Diminta Percepat Masa Tanam
Untuk memastikan ketahanan pangan selama pandemi Covid-19, pemerintah mendorong petani mempercepat masa tanam. Selain itu, ada sejumlah hal lain yang diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo kepada para menterinya.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memastikan ketahanan pangan selama pandemi Covid-19, pemerintah mendorong petani untuk segera memulai masa tanam setelah panen. Guna mendukung hal itu, bantuan segera disalurkan kepada petani. Tak hanya itu, ekstensifikasi pertanian terus didorong, salah satunya mencetak sawah di lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Masalah ketersediaan bahan pokok dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Selasa (5/5/2020). Hadir dalam rapat terbatas yang dilangsungkan secara virtual itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Muhammad Yusuf Ateh.
Dalam pengantar rapat terbatas, Presiden kembali menyampaikan ulang peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengenai kemungkinan krisis pangan dunia akibat pandemi Covid-19. Ditambah lagi prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 30 persen wilayah Indonesia akan mengalami kekeringan.
”Antisipasi, mitigasi harus betul-betul disiapkan sehingga ketersediaan dan stabilitas harga bahan pangan tidak terganggu,” kata Presiden Jokowi.
Untuk itu, Presiden menekankan pentingnya ketersediaan air dalam danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di daerah sentra-sentra produksi pertanian.
Selain itu, masa tanam diharapkan bisa dipercepat untuk memanfaatkan curah hujan yang masih ada. Karena itu, ketersediaan sarana-sarana pertanian baik bibit maupun pupuk harus ada dan terjangkau harganya.
”Harus dipastikan petani tetap berproduksi, tetap bertanam dengan melakukan protokol kesehatan,” kata Presiden.
Untuk mendorong percepatan masa tanam ini, stimulus untuk 2,7 juta petani miskin disiapkan melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Alokasi bantuan tunai bagi petani sebesar Rp 300.000 per petani dikelola Kemendesa PDTT, sedangkan Kementerian Pertanian menyiapkan bantuan sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan.
Syahrul mengatakan, penerima stimulus adalah petani serabutan, buruh tani, dan petani penggarap. Saat ini, data penerima sedang divalidasi. Data divalidasi secara berjenjang, dari kelompok tani, koperasi tani, kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi. Kementan dan Kemendesa PDTT juga berkoordinasi untuk menyinkronkan data. Adapun penyalurannya kelak akan melibatkan aparat TNI/Polri di tingkat desa.
Mengenai musim tanam kedua tahun ini, Syahrul memperkirakan dapat segera dimulai setelah panen raya Mei ini. Percepatan masa tanam khususnya dilakukan pada lahan irigasi teknis seluas 5,6 juta hektar, sepanjang April hingga September. Guna mendukung hal tersebut, penyaluran bantuan benih, pupuk, dan obat-obatan bakal lebih cepat. Salah satu yang bakal segera disalurkan bantuan benih untuk 2 juta hektar.
Selain itu, persiapan sarana dan prasarana pertanian terutama pompa, pipa, dan saluran irigasi juga terus dimatangkan.
Serap hasil petani
Dalam pengantar rapat terbatas, Presiden juga mengingatkan Perum Bulog untuk menyerap hasil petani. ”Bulog tetap harus membeli gabah dari petani sehingga harga di petani menjadi lebih baik,” ujar Presiden.
Menurut Airlangga Hartarto, Bulog akan segera menyerap 900.000 sampai 1,4 juta ton beras. Di sisi lain, Bulog juga menyiapkan beras untuk program bantuan sosial sebanyak 450.000 ton.
”Dari perincian stok, sampai akhir 2020 diperkirakan masih bisa 4,7 juta ton dan Bulog punya tugas menjaga stok lebih besar dari 1 juta ton untuk cadangan beras pemerintah,” tuturnya. Keyakinan Airlangga itu karena produksi beras pada Mei-Juni diperkirakan akan sekitar 3,6 juta ton beras, Juni sebesar 2,3 juta ton, dan Agustus bisa mencapai 3 ton beras.
Selain mendorong percepatan masa tanam, Presiden juga meminta supaya perluasan lahan tanam dilakukan. Salah satunya, lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Wilayah ini dipilih karena dalam prediksi BMKG dan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kalimantan masih memiliki kecukupan air dan curah hujan sampai November.
Menurut Airlangga, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melaporkan sepertiga lahan gambut, yakni seluas 200.000 hektar, bisa disiapkan untuk ditanami. Namun, diperlukan persiapan infrastruktur seperti membangun parit-parit di sekelilingnya guna memasok air ke lahan persawahan.
Airlangga mengakui hasil panen dari lahan gambut tak bisa dibandingkan dengan lahan sawah di Pulau Jawa. Namun, penanaman di lahan Gambut sebagai antisipasi peringatan krisis pangan dari FAO dan prediksi dari BMKG yang menyebutkan kekeringan akan terjadi di Jawa, Sulawesi bagian selatan, dan Nusa Tenggara Barat, sedangkan Kalimantan masih memiliki curah hujan sampai November.
”Ini jadi salah satu alternatif yang akan dipelajari Kementan, Kementerian PUPR, dan beberapa BUMN,” katanya.
Syahrul menyebutkan Badan Litbang Kementerian Pertanian memiliki benih Impara yang cocok untuk ditanam di lahan gambut. Selain itu, untuk menjaga kadar air lahan, tetap diperlukan pembangunan parit-parit di sekeliling lahan gambut yang ditanami tersebut.
Menanggapi rencana pemerintah mencetak sawah baru di lahan gambut, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengingatkan pemerintahan di era Orde Baru sudah pernah melakukannya, tetapi gagal. Saat itu, pemerintah mencanangkan program satu juta lahan gambut.
Ia pun menilai solusi itu bersifat bias padi. Pangan tidak melulu beras dan masalah yang dihadapi saat ini adalah defisit beragam jenis pangan.
”Cetak sawah baru tak bisa menjawab defisit secara cepat. Sebab, mencetak sawah baru secara massal, sejak tahap persiapan infrastruktur, irigasi, dan jalan yang memadai, membuka lahan hingga menanam dan memanen setidaknya membutuhkan waktu paling cepat tujuh sampai sembilan bulan,” tuturnya.
Untuk jangka pendek, pemerintah bisa mengimbangi dengan mendorong gerakan nasional menanam pangan di desa dan kota dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Pemerintah juga bisa menyediakan tanah-tanah negara seperti yang dikuasai PTPN dan Perhutani, untuk dijadikan sentra-sentra pertanian. Guna mendukung hal itu, pemerintah perlu membantu benih, pupuk, teknologi pertanian, serta asistensi dari para ahli dan lulusan fakultas pertanian.